109. INT. KAMAR MARTIN - MALAM - HUJAN
Martin duduk di pinggir tempat tidur. Di tangannya terdapat pas foto 3x4 Rizka yang sebelumnya ada di dalam dompetnya. Martin berdiri dari tempat tidur, menghampiri tempat sampah di samping pintu masuk.
Dari depan pintu, Martin bisa merasakan ada sesuatu di balik pintu kamar. Dari celah bawah pintu, Martin melihat bayangan bergerak-gerak di luar. Tanpa mengalihkan pandangannya, Martin menjatuhkan pas foto Rizka yang dimaksudkan masuk ke tempat sampah, tetapi nyatanya meleset dan justru jatuh ke lantai.
CUT TO:
110. INT. KAMAR RIZKA - MALAM - HUJAN
Martin membuka pintu kamar Rizka yang tidak terkunci. Rizka sedang terlelap. Lampunya padam. Martin mendapati bayangan di dekat jendela. Sebuah petir menerangkannya. Pria paruh bayah sedang duduk di kursi roda, dan seorang perempuan bergauan berambut panjang berdiri di belakangnya.
CUT TO:
111. INT. KAMAR BEN - MALAM - HUJAN
Potret Rizka di dinding kamar tidak dihapus Ben. Ben justru telah menambahkan bentuk dagu Rizka. Pada garis yang sebelumnya merupakan patahan mulut Rizka, diletakkan bibir walaupun di sisi kiri dan kanan wajah masih tampak garis patahan tersebut.
Ben sedang berbaring di ranjang dengan kedua tangan yang dilipatkanya ke atas di bawah kepala. Matanya masih terbuka ketika petir menyambar malam itu. Ia sedang memikirkan perkataan Dea siang tadi.
CUT TO:
112. INT. LANTAI DUA - MALAM - HUJAN
Ben hendak pergi ke kamar mandi ketika melihat ruangan Rizka sedikit terbuka, begitu pun dengan kamar Martin. Ben membuka pintu kamar Rizka lebih lebar.
CUT TO:
113. INT. KAMAR RIZKA - MALAM - HUJAN
Kamar Rizka berantakan. Hujan lembaran-lembaran kertas. Dari tempatnya di depan pintu, Ben bisa melihat seseorang sedang berdiri menghadap jendela.
Ben menghidupkan lampu di dekat pintu. Kertas-kertas tak lagi berjatuhan dari langit melainkan sudah bertumpuk di lantai bersama dengan buku-buku dan lukisan hadiah Ben untuk Rizka kemarin malam. Rizka terbangun dari tidurnya.
RIZKA
"Kak Ben? Ada apa malam-malam begini?"
Ben tidak menjawabnya. Ia merasa lebih tertarik pada sosok yang ia kenal namun tidak kunjung berbalik di dekat jendela. Ben masuk menerobos tumpukan kertas. Rizka mengalihkan pandangannya ke arah tujuan Ben, dan mendapati sosok yang sama. Ben menggapai bahu sosok tersebut dengan tangannya, dan perlahan membuatnya berbalik. Martin memandanginya.
RIZKA
"Kak Martin?"
Martin memandangi Rizka sejenak, pada Ben lalu kemudian pergi meninggalkan mereka.
RIZKA
"Kak Ben, Kak Martin. Ada apa?"
Rizka bangun dari tempat tidurnya, menemukan kamarnya berantakan.
Ben tidak menjawab pertanyaan Rizka. Ben memandangi lukisan pemberiannya yang rusak tergeletak di lantai. Ben mengangkat kepala dan mengejar Martin.
CUT TO:
114. INT. LANTAI DUA - MALAM - HUJAN
Ben bergerak dengan langkah besar dan cepat. Ia menahan Martin ke dinding kamarnya sebelum ia berhasil masuk ke dalam kamar. Keduanya saling bertatapan.
BEN
"Bukan berarti Kakak lahir lebih dulu, membuat Kakak bisa berbuat seenaknya. Apa yang Kakak lakukan dengan lukisanku?"
Martin tidak menjawab.
BEN
"Jawab, Kak!"
Mata Ben tanpa sengaja menatap lantai, menemukan pas foto 3x4 Rizka di sana. Ben memungutnya, menatapnya lalu menunjuk-nunjukkanya pada Martin.
Rizka keluar dari kamarnya, mendekat ke arah Ben dan Martin.
RIZKA
"Hentikan, Kak. Tidak perlu seperti ini."
BEN
"Tapi dia sudah merusak lukisanku, Rizka!"
Rizka memandangi Martin.
BEN
"Kenapa melakukannya, Kak? Kakak suka dengan Rizka? Iya? Jawab, Kak!"
Rizka tersentak. Bagaimanapun ia harus melakukan sesuatu saat itu.
RIZKA
"Kak Ben. Ayolah. Jangan seperti ini. Ini hanya masalah kecil, Kak."
Hening sesaat. Ben menepuk pas foto 3x4 Rizka ke dada Martin dengan cukup keras, dan segera melepaskan Martin. Pas foto 3x4 Rizka tergeletak di lantai. Ben pergi ke kamarnya dengan tergesa.
BEN
(Berbisik)
"Masalah kecil."
Pintu kamar Ben terbanting. Rizka memperhatikan itu sebelum akhirnya kembali pada Martin.
RIZKA
"Maafkan Kak Ben ya, Kak. Rizka yakin Kak Ben hanya-"
MARTIN
"Tidurlah."
Martin masuk ke kamarnya. Meninggalkan Rizka di sana sendirian. Rizka memandangi bergantian antara pintu Martin dan Ben.
CUT TO:
115. INT. KAMAR RIZKA - MALAM - HUJAN
Rizka memandangi lantai kamarnya yang berantakan. Satu per satu dipungutnya lembaran-lembaran itu tanpa harus memperhatikan itu bagian dari buku yang mana. Saat ia sedang mengumpulkan kertas-kertasnya, lampu ruangan hidup dan mati sebelum kemudian mati sempurna. Rizka memperhatikan lorong lantai dua yang menyala.
RIZKA
"Perfect."
Rizka kembali mengutip lembaran-lembaran dengan cahaya dari lorong yang cukup membantunya. Tanpa sengaja ia menyentuh sesuatu di belakang sikunya, Rizka menemukan sebuah kursi roda dengan sepasang kaki di sana.
Rizka menaikkan pandangannya ke atas. Sesosok pria paruh baya duduk di atas kursi roda. Tubuh pria itu tidak bersandar dengan baik di kursinya. Ia duduk dengan satu bahu lebih tinggi dari yang satunya dan kepalanya miring ke kanan. Rizka terduduk di lantai. Sesuatu bisa terdengar bergerak dari kejauhan di sisi kegelapan ruangan yang lain.
POV: Seorang wanita bergaun berambut panjang merangkak dengan cepat ke arah Rizka hingga berada tepat di depannya.
CUT TO:
116. INT. RUANG DI BAWAH TANGGA - MALAM
Sosok pria berkulit kendur di sekujur tubuh tengah tidur telentang tanpa pakaian kecuali celana pendek putihnya di atas meja. Perutnya masuk ke dalam. Tulang rusuknya kelihatan.
Piring putih yang berisi buah-buahan berantakan. Baskom plastik kecil berisi susu telah kosong dan terbalik.
Sosok pria berkulit kendur membalikkan badannya ke samping. Ia mengisap jempolnya.
Rizka terdengar berteriak.
Tangan sosok pria berkulit kendur tersentak. Ia bangkit bangun dari tidurnya.
CUT TO:
117. INT. LANTAI DUA - MALAM
Langkah berat dan cepat terdengar menaiki tangga. Sosok pria berkulit kendur mengarah pada pintu kamar Rizka dan membukanya.
CUT TO: