72. INT. KAMAR RIZKA - PAGI
Rizka duduk di tepi tempat tidur. Matanya menatapi kanvas pemberian Ben yang tengah dipeganginya dengan kedua tangan di atas kedua paha. Lukisan dari Ben itu telah rusak.
Mata Rizka di potret itu telah dikotori dengan coretan-coretan garis vertikal dan horizontal berwarna putih.
SUPERIMPOSITION: Rabu
CUT TO:
73. INT. KAMAR ADAM - PAGI
Wina mengikatkan dasi di leher Adam sementara Adam sibuk mengancingi lengan kemeja panjangnya.
WINA
"Ben cerita soal ruangan di bawah tangga kemarin pagi."
Adam berhenti sesaat, lalu mengancingi lagi lengan kemejanya.
WINA
"Ben bilang kalau ruangan itu untuk menghormati kakek-nenek yang sudah meninggal."
Wina telah selesai memakaikan dasi di kemeja Adam, begitu pun Adam dengan kancingnya. Wina merapikan kerah kemeja Adam, memandangi tampilan kemeja itu, lalu beralih ke wajah Adam.
WINA
"Adam, aku ini istri kamu. Mau enggak mau, masalah kamu, rahasia kamu, jadi milik aku juga. Begitu pun sebaliknya. Itu kan inti pernikahan? Berbagi suka ataupun duka. Kalau kamu cari orang yang cuma ingin dibagiin sukanya kamu doang, kamu enggak usah repot mencari aku. Di luar sana banyak. Apa sih sulitnya bercerita? Kamu takut aku tidak mengerti? Tidak bisa terima? Kamu udah kenal aku bertahun-tahun, Dam. Bertahun-tahun. Aku malu ketika Ben memberi tahuku cerita keluarga ini bukannya suamiku sendiri-yang dua tahun lalu justru mengambil langkah aman dengan hanya mengatakan bahwa ruangan itu hanya ruangan lama yang tidak lagi dipakai. Apapun itu tentang keluarga kamu, Adam, aku akan terima."
Adam memandangi istrinya, mengangguk-angguk. Dan dengan ketenangan yang dibuat-buat, Adam mengecup kening Wina. Keduanya berpelukan. Wina menempelkan kepalanya di dada Adam.
ADAM
"Aku minta maaf."
CUT TO:
74. INT. RUANG MAKAN - PAGI
Seluruh anggota keluarga sedang sarapan di tempat duduk yang sama seperti kemarin.
Rizka, sambil memikirkan untuk mengatakan ini atau tidak, akhirnya menelan makannya dan bicara pada Ben yang ada di hadapannya.
RIZKA
"Kak Ben, Rizka minta maaf ya soal kemarin malam. Rizka benar-benar tidak ada maksud menyinggung perasaan Kak Ben."
Ben memandanginya dan menggangguk. Ben lanjut menyantap sarapannya.
Rizka merasa tidak puas dengan jawaban Ben. Ia merasa masih ada yang harus dibicarakan. Rizka membetulkan posisi duduknya.
RIZKA
"Lain kali kalau ada apa-apa ngomong aja ya, Kak. Jadi Kakak enggak perlu nyelinap ke kamar tengah malam."
Ben memperhatikan orang-orang di meja makan, mencari tahu apakah ada yang mendengarkan percakapannya dan Rizka. Anggota keluarga yang lain tampak sedang sibuk dengan makanan mereka. Ben menelan makannya, memandang Rizka.
RIZKA
"Kenapa harus dirusak sih, Kak? Rizka kan suka lukisannya."
BEN
"Maksud kamu?"
RIZKA
"Iya, Rizka suka lukisan pemberian Kak Ben. Kalau Kak Ben marah kan bisa dibilang aja ke Rizka. Enggak perlu dirusak segala lukisannya. Kan sayang udah dibuat juga."
BEN
"Lukisan yang Kakak kasih ke kamu rusak?"
Rizka balik heran menatapi Ben.
Martin mengawasi pembicaraan Ben dan Rizka.
CUT TO:
75. INT. KAMAR RIZKA - PAGI
Rizka dan Ben masuk ke dalam kamar dengan Rizka yang berada di depan. Rizka mengambil lukisan di kaki meja belajar dan memberikannya pada Ben. Ben menerima lukisannya dan mengamatinya.
RIZKA
"Pagi-pagi bangun, lukisannya udah seperti itu di lantai."
Ben meraba tepat di bagian gambar mata Rizka yang rusak.
BEN
"Kamu tidak ada dengar apapun tadi malam? Pintu kamar dikunci?"
RIZKA
"Biasanya Rizka kunci sih, Kak. Tapi tadi malam emang Rizka ada keluar sebentar ke kamar mandi. Enggak tahu setelah itu Rizka kunci lagi apa enggak kamarnya."
BEN
"Pasti ada yang sengaja rusakin ini."
RIZKA
"Tadinya Rizka pikir juga gitu, Kak, dan Rizka pikir malah Kak Ben yang sengaja rusakin karena mungkin kesal malam kemarin. Tapi kalau bukan Kak Ben yang rusakin, lalu siapa?"
Suara klakson mobil terdengar dari luar rumah.
RIZKA
"Kak Martin! Aku lupa. Kak Ben, aku ke kampus dulu ya. Kak Martin sudah menunggu di luar."
Rizka keluar dari kamarnya dengan membawa ransel. Ben masih memandangi lukisan di tangannya.
CUT TO:
76. INT. LANTAI DUA - PAGI
Rizka sedang menuruni tangga saat Ben memanggilnya dari ujung tangga.
BEN
"Rizka."
Rizka berbalik menghadap Ben.
CUT TO:
77. EXT. HALAMAN RUMAH - PAGI
Di depan pintu rumah Wina melambai-lambai ke arah mobil Adam yang baru saja pergi. Rizka datang dari dalam rumah menghampiri Martin di balik jendela pengemudi mobil yang terbuka.
RIZKA
"Kak, hari ini aku berangkat ke kampusnya sama Kak Ben aja. Kak Ben ada kelas pagi jadi bisa pergi bareng. Kak Martin enggak perlu repot deh buat putar balik dari kampus."
Martin memandangi Ben yang ada di belakang Rizka, memandanginya.
MARTIN
"Oh, ya sudah kalau begitu."
(Martin beralih pada Rizka)
"Kalian hati-hati di jalan."
(Lalu beralih pada Ben lagi)
"Ben, pakai helm, dan jangan bawa motor terlalu kencang."
Rizka memandangi Ben juga.
MARTIN
"Kakak pergi, ya."
Rizka menyalami tangan Martin di keningnya. Klakson berbunyi. Mobil melaju.
Saku celana Ben terasa bergetar. Ben segera mengambil handphone di dalamnya. Tertera 1 new message di layar.
Rizka berbalik setelah memandangi mobil Martin berlalu, melihat Ben. Tak lama Ben pun mengalihkan pandangannya dari handphone ke arah Rizka.
CUT TO:
78. EXT. JALAN RAYA - PAGI
Ben mengendarai motor automatiknya sementara Rizka duduk di belakang. Keduanya mengenakan helm. Di sebuah simpang, Ben berhenti di belakang zebra cross.
BEN
"Walaupun jalanan lagi sepi begini, kita harus tetap menaati rambu lalu lintas. Karena biasanya kemacetan dan kecelakaan itu diawali dari seseorang yang melanggar rambu-rambu. Bagaimana menurut kamu, Rizka? Kamu setuju kan?"
Ben mengalihkan pandangannya pada spion. Rizka tidak menggubris.
BEN
"Rizka?"
Ben melongok ke belakang.
RIZKA
"I-iya, Kak?"
(Rizka melepas headset yang dipakainya)
Ben mengalihkan pandangannya ke depan, menelan ludah.
BEN
"Jangan melamun di belakang, nanti jatuh."
Rizka bingung di tempatnya.
Lampu lalu lintas menyala hijau. Kendaraan-kendaraan yang tadinya berhenti kembali melaju.
CUT TO: