35. EXT. KAMPUS - PAGI
FADE IN:
MONTAGE: ORANG-ORANG keluar dari kelas. Orang-orang mengobrol dan berjalan di lorong. Orang-orang duduk di pekarangan.
CUT TO:
36. INT. KANTIN KAMPUS - PAGI
Rizka dan EKA duduk saling berhadapan di sebuah meja kecil yang diperuntukkan untuk dua orang. Rizka sedang menyantap mie bakso, sedangkan Eka membiarkan mie ayamnya di atas meja, menatap satu arah yang lain.
EKA
"Kakak kamu kenapa manis sekali sih, Riz?"
Rizka memandangi temannya sejenak, lalu menambahkan saus lagi ke dalam mangkuk baksonya.
RIZKA
"Kakak yang mana?"
Eka masih menatapi sebuah arah dengan sedikit melamun. Rizka menyantap mie baksonya sebentar, kemudian mengikuti pandangan Eka. Ben, terlihat sedang bercakap-cakap dengan seorang wanita bernama DEA di luar kantin.
RIZKA
"Kak Ben?"
EKA
(Dengan masih menatap ke arah Ben dan Rizka)
"Menurut kamu Kak Ben dan Dea ada sesuatu enggak? Semacam hubungan khusus?"
Rizka mengaduk mie baksonya.
RIZKA
"Selain pertemanan, setahu aku enggak."
Eka bangun dari lamunannya. Ia menatap dan langsung menggenggam sebelah tangan Rizka dengan kedua tangannya. Pandangan Eka kemudian menatap ke arah itu lagi, ke arah Ben dan Rizka.
EKA
"Kamu tahu, Rizka? Harapanlah yang membuat orang-orang di dunia ini memutuskan untuk tetap bertahan. Terima kasih kamu sudah memberikanku itu hari ini."
RIZKA
"Ini apa-apaan pegang-pegang segala? Bukan muhrim loh."
Rizka melepas pegangan Rizka, menyantap mie baksonya kembali.
EKA
"Duh, Rizka. Hangat."
RIZKA
"Kenapa? Pipis di celana?"
Rizka melongok dari samping meja sambil mengunyah.
EKA
"Auranya itu loh. Cowok."
Eka senyum-senyum memandang Ben, sebelah tangannya menopang dagu di atas meja.
Ben tiba-tiba menatap ke arah Eka. Eka terkejut. Senyumnya seketika hilang. Ia buru-buru menundukkan kepalanya, mengaduk-ngaduk makanannya.
EKA
(Berbisik)
"Mati, Kak Ben lihat kemari."
Rizka memandangi Eka, lalu menoleh ke arah Ben. Ben menuju ke arah meja mereka.
Ben mengambil kursi di meja sebelah yang kosong. Menggesernya ke meja Rizka dan Eka. Ben duduk di atas kursi yang dibalik-sehingga punggung kursi yang seharusnya di belakang kini terdapat di depan dan menjadi tempatnya melipat tangan. Ben mengambil sendok dari tempat sendok dan garpu berbahan plastik yang ada di tiap-tiap meja kantin. Ben menyendok bakso milik Rizka.
RIZKA
"Mulai deh. Kak, itukan punya aku."
BEN
"Baksonya doang. Kamu tega lihat Kakak enggak sarapan pagi tadi dan masuk kelas dengan perut kosong?"
RIZKA
"Justru karena bakso doang makanya jadi masalah. Aku pesankan satu lagi, ya?"
BEN
(Ben mengangguk)
"Boleh ..."
Rizka berbalik menghadap Ibu Penjaga Kantin di balik gerobak jualan.
RIZKA
"Bu, baksonya satu mangkuk lagi."
BEN
"... kalau kamu yang bayar."
Rizka menghembuskan nafas panjang.
BEN
"Bercanda. Nanti pulang sama siapa?"
Rizka diam, menatap Ben yang mengambil sebuah lagi baksonya.
RIZKA
"Kenapa?"
Rizka menjawab ketus.
BEN
"Yah, enggak, nanya aja. Mana tahu bisa pulang bareng. Pulang sama siapa?"
Rizka tidak menjawab, lantas mengalihkan pandangannya pada Eka. Ben menyendok mie ke mulutnya, turut memandang Eka.
Eka yang semenjak tadi tidak memperhatikan, gelapan di tempatnya karena menemukan pandangan keduanya.
EKA
"A-aku pulang sendiri, Kak."
Diam sesaat. Rizka kemudian tertawa pelan di tempatnya. Eka menatap keanehan itu. Ben tidak mengatakan apa-apa selain mengunyah baksonya dan berpura-pura bersikap tidak terjadi apa-apa.
Tanpa mereka ketahui, Dea masih di tempatnya-persis seperti saat ia bicara dengan Ben. Dea memperhatikan ketiganya di dalam kantin.
CUT TO:
37. EXT. KAMPUS - PAGI
Rizka dan Eka berjalan berdampingan di halaman kampus yang berumput. Rizka terbahak-bahak.
EKA
"Itu hal paling memalukan yang terjadi dalam hidupku."
Eka duduk di BANGKU taman kampus yang kosong. Diikuti oleh Rizka.
RIZKA
(Tertawa kecil)
"Kamu, sih, makanya jangan melamun terus."
EKA
"Aku enggak melamun, Riz. Aku dengar kok kalian bicara tentang sarapan tadi pagi dan bakso itu. Lalu perihal Kak Ben tanya siapa yang menjemput sepulang sekolah. Awalnya memang aku mengira itu ditujukan untuk kamu, Riz. Tapi beberapa detik aku tidak mendengar jawaban dan saat aku lihat kalian memandangiku seperti itu seolah-olah menungguku untuk menjawab. Jadi, ya, aku pikir pertanyaannya ditujukan untukku."
RIZKA
"Ya, maaf. Tapi setidaknya Kak Ben kan tahu kamu sedang sendiri."
EKA
"Maksud kamu?"
Rizka mengangkat bahunya sembari tertawa. Eka menyenggol bahu Rizka dengan bahunya.
EKA
"Rizka, ih."
Rizka tertawa di tempatnya.
EKA
"Eh, ngomong-ngomong kenapa tadi di rumah Kak Ben tidak sarapan?"
Rizka diam. Ia teringat kejadian di meja makan pagi tadi.
EKA
"Masakan Bibi di rumah tidak enak ya? Mau dong aku yang masak untuk Kak Ben. Kali aja Kak Ben suka."
Rizka memalingkan wajahnya ke arah Eka, memaksakan sebuah senyuman pada temannya.
CUT TO:
38. INT. RUANGAN PASIEN - SIANG
Martin memeriksa kondisi seorang PASIEN dengan STETOSKOP. Ia melepas alat itu dari telinganya, lalu mengambil LAPORAN yang dibawakan PERAWAT sambil bercakap-cakap dengan pasien.
CUT TO:
39. INT. KANTIN RUMAH SAKIT - SIANG
Martin sedang menghabiskan makan siangnya. Ia duduk di sebuah meja di sudut, seorang diri.
DUA ORANG PERAWAT di depan meja kasir melirik Martin sambil tersenyum. Mereka berbisik-bisik.
PERAWAT I
"Kami duluan ya, Pak Martin."
Martin memandangi keduanya.
MARTIN
"Ya, silakan."
Dua perawat itu saling bersenggol-senggolan dan tersenyum. Kemudian pergi.
IBU KANTIN RS keluar dari meja kasirnya, menghampiri meja yang diduduki dua perawat sebelumnya.
IBU KANTIN RS
"Kode itu, Pak Dokter."
MARTIN
"Kode apa, Buk?"
IBU KANTIN RS
"Kode yang pengen bilang kalau dia itu perhatian dan siap menyisihkan tiap waktunya untuk terus perhatian sama Bapak. Eaak."
Ibu Kantin RS mengangkat dua mangkuk kosong ke belakang. Martin tertawa.
MARTIN
"Ibuk, ini, bisa saja."
Ibu Kantin RS menghampiri meja dua perawat itu lagi, kali ini dengan sebuah kain lap di tangannya.
IBU KANTIN RS
(Berkata sembari membersihkan meja)
"Kalau ibarat buah, Pak Dokter ini udah matang terus letaknya di pinggir bawah pula. Siapa coba yang enggak lihat dan enggak mau petik?"
Martin tertawa lagi.
Dari sela-sela badan Ibu Kantin RS, Martin bisa melihat seorang WANITA BERAMBUT SEBAHU dengan wajah pucat duduk di meja yang sedang dibersihkan, setengah menunduk. Seekor lalat keluar dari mulutnya. Ibu Kantin RS tidak melihat wanita itu. Martin memutuskan untuk tidak mengambil sikap padanya.
Sambil membawa lap kotornya, Ibu Kantin RS menghampiri Martin. Berbisik.
IBU KANTIN RS
"Tapi jangan buru-buru dan gampang tergoda, Pak. Hidup butuh rencana, bukan sekadar menjalani saja. Jangan takut kehabisan jodoh. Jodoh itu ada masing-masing."
Ibu Kantin RS mengangguk-angguk kepada dirinya sendiri. Martin tertawa kecil. Ibu Kantin RS berlalu ke belakang.
Martin tanpa sengaja melihat satu perawat saat sedang memandang-mandang ke luar dari tempat duduknya. Martin mengenalnya sebagai JULIE.
Julie tampak berjongkok, dan berbicara dengan seorang ANAK KECIL dengan kaki DIAMPUTASI di atas kursi roda. Setelah bercakap-cakap, tak lama keduanya pergi dari sana dengan Julie yang mendorong kursi roda.
Martin membayar makannya pada seorang Ibu Kantin RS balik meja kasir. Martin tak perlu bertanya berapa harga yang perlu dibayar, ia sudah biasa dengan menu dan harganya.
CLOSE UP: Saat Martin mengambil uangnya di dompet, terlihat FOTO RIZKA terselip di sana.
Martin memberikan uangnya pada Ibu Kantin RS.
Martin tersenyum dan pergi.
WIDE: Martin meninggalkan kantin rumah sakit. Wanita berambut sebahu pucat yang sebelumnya duduk di hadapannya sudah tidak ada.
CUT TO: