FADE IN:
INT. KAMPUS-RUANG DOSEN-SIANG
Ray masuk ke dalam ruang dosen. Ia meletakkan skripsi yang sudah diperbaiki di atas meja Pak Mun. Ia lalu melihat sekeliling. Dan berhenti di meja Prof. Pur, melihati gadis yang sangat dikenalinya, Lala.
Ray dengan tak tenang, menunggu mata Lala melihat padanya. Dan saat Lala menoleh, Ray mengerutkan kening mendapati Lala mengabaikan pandangannya. Ia mendesis, keluar dari ruangan dosen.
Lala kembali menoleh, tidak mendapati lagi Ray di sana. Ia berbicara sebentar dengan prof. Pur, lalu pamit keluar dengan map kertas bergambar gedung belajar universitas luar negeri.
Saat membuka pintu ruang dosen, Lala berhenti, mendapati Ray berdiri di depan sana. Ia tak tersenyum, tak menyapa.
Ray sekali lagi terabaikan. Ia menyeringai, kesal. Ia bergerak, ingin mendekati, tapi kehadiran Ali dan Tara menghentikan langkahnya.
Di depan ruagan dosen, Ali dan Tara menyapa Lala.
TARA
Lama baru ke kampus La?
ALI
Hai La (menyapa)
Lala tersenyum, balik menyapa.
RAY (V.O)
Dia senyum. (mendesah)
Ray berjalan cepat, mendekat.
TARA
(menyelidik, menarik Ray menjauh, berbicara sangat dekat dengan Ray)
Napa lo?
RAY
Gue kenapa? (sewot)
TARA
Lo lagi marahan sama Lala. Ai, jangan-jangan yang kemarin, lo beneran minta saran buat mutu...
Ray mendesis, meminta Tara diam, menoleh pada Lala dan Ali yang masih mengobrol.
RAY
Ali ngomong apa sih sama dia...
TARA
Kenapa? Ampun deh, cemburuan banget.
RAY
Sama sekali nggak. (mencibir)
TARA
Jadi beneran lagi marahan.
RAY
Iya. (menoleh, mendesis pada Tara yang tertawa)
Ray melihati Tara yang bergabung dengan Lala dan Ali. Ray mencuri dengar, dengan ekspresi wajahnya yang berubah-ubah.
ALI
Jadi mau lanjutin S2 yah?
TARA
Ninggalin Ray dong? Dia kok nggak pernah bilang Lala mau ke luar negeri. (berbicara pada Lala)
Ray menganga. Mendekat.
RAY
Apa-apaan nih? Lala-Lala (melihat sinis Tara) biasana juga gue-lo.
TARA
(cengengesan) Kan ini beda.
Tapi kenapa lo jadi sewot? (menggoda Ray)
ALI
Kenapa sih?
Ali nampak bingung dengan tingkah dua temannya.
TARA
Itu tuh Ali, ada yang cemburu lo ngobrol sama Lala.
ALI
Apaan? Pacar lo teman gue juga kali (melihat Ray)
RAY
Lo ikut-ikutan juga. Nggak. Lo mau ngobrol sampai malam juga, gue kenapa-kenapa.
LALA
Ohiya, gue mesti pulang sekarang. (menepuk bahu Ali)
ALI
Cepet banget, La. Baru juga lihat lo. Kita mau ke cafe ke tempat kalian biasa pergi, bareng aja.
Sama sekalian mau ke pembukaan cafe adek junior nih.
TARA
Ah, bener. Si Tiffani itu bilang gitu tadi kan, Ray? (melirik Ray) Katanya boleh ngajak banyak teman.
Ray memperhatikan Lala menggaruk pelipis, melihat jam tangan yang sama dengan punyanya.
ALI
Emang mau kemana La? Ada janji yah, buru-buru amat.
LALA
Rencanya sih emang mau ke tempatnya Fani. Tapi aku ada janji dulu.
Lala melihat telepon genggamnya yang berbunyi, sebelum menerima ia pamit dulu.
Tara dan Ali bersamaan melihati Ray yang melihati punggung Lala yang semakin menjauh.
TARA
(menepuk bahu Ray) Lo salah apa, bro?
Ray menghela nafas. Lalu teringat tentang pembicaraan Lala tadi. Ia dengan cepat berlari, mengikuti Lala yang telah berada di parkiran.
RAY
La, tunggu.
Lala menghentikan langkahnya. Mendapati Ray berhenti di hadapannya.
LALA
Kenapa? (nadanya santai)
RAY
(mendesis, kesal)
Tadi aku nggak salah dengar kan, kamu mau lanjut S2. Tapi kamu nggak pernah bilang sama aku?
LALA
(menghela nafas) Udah pernah, Ray.
RAY
(mengerutkan kening)
Kapan? (memutar bola mata) Bilang mau lanjut S2, iya. Tapi nggak pernah bilang ke luar negeri.
Terus?
LALA
RAY
Kamu memang nggak pernah mikirin aku kan? Kalau punya keputusan penting, kamu nggak pernah minta pendapat aku.
LALA
(menekan pelipis)
Ray, ini masalah kamu. Bahkan bunda sama ayah kamu tahu tentang ini.
Kamu yang ngak pernah perhatian dan cuman main game meski kita lagi ngomong serius.
RAY
Eh? Kenapa jadi permasalahin game? Kalo kita ketemuan, kamu juga biasanya cuman fokus sama game kamu.
LALA
(menghela nafas)
Percuma ngomong sama pria kekanakan kayak kamu (bergumam)
Ray menganga, melihati Lala yang bermaksud pergi. Tapi Ray menarik tangan Lala, menyuruhnya tetap di sana.
RAY
Terus kenapa kamu baru ngomong yang nggak kamu suka dariku?
LALA
Bukannya itu pertanyaan aku?
Jeda.
LALA
Kenapa baru kemarin kamu nampakin wajah yang kayaknya udah bosan benget sama aku.
RAY
Siapa? (memasang wajah tanpa rasa bersalah)
LALA
Lihat aja, emang nggak pernah sadar kesalahan diri sendiri.
Lala berlalu pergi. Tapi ia berhenti saat sebuah mobil melintas dan berhenti di parkiran.
Dimas, senior Lala, keluar dari mobil dan memanggil lala.
DIMAS (O.S)
Lala.
Lala menoleh. Mendapati Dimas berjalan cepat ke arahnya. Dari jauh, Ray memperhatikan stelan kemeja rapi Dimas.
LALA
Kak Dimas di sini?
DIMAS
Tadi kamu bilang mau ke kampus dulu, sebelum ke mall. Jadi kupikir bisa berangkat bareng.
LALA
Aku kan setuju ketemu karena kak Dimas bilang juga mau ke sana. Tapi kenapa...
DIMAS
Nggak apapa kan, La?
Perhatian mereka lalu teralih pada Ray yang mendekat.
RAY
Ada apa nih? Jadi kamu janjian sama dia (meminta jawaban Lala)
DIMAS
Lo masih ngikutin Lala juga?
RAY
Gue yang mesti nanya? Udah tahu Lala punya cowok, masih aja ngikutin.
DIMAS
(tertawa)
Lo tahu, sebelum janur kuning...
RAY
(menyela)
Basi. Selama gue masih di sini, jangan harap...
Kalimat Ray disela oleh Lala yang bergerak, masuk ke mobil Dimas yang melihati Ray penuh kemenangan. Ray menatap tak percaya mobil yang perlahan menjauh.
CUT TO:
INT. MALL-TOKO KUE TIFFANI-SIANG
Ray bersama Tara dan Ali tiba di pembukaan toko kue milik Tiffani.
Di meja yang mereka tempati, Tara terlihat cukup dekat mengobrol dengan Tiffani yang baru dikenalnya tadi pagi.
TARA
Tipe cowok lo yang gimana, Fan?
TIFFANI
Ehm (berfikir), yang kayak kak Ray.
TARA
(mendesis, melirik Ray yang tak perduli)
Dia udah ada yang punya, Fan. Mending sama gue.
Sedang Ali mendengar sambil menikmati kue gratis yang terhidang di hadapannya.
Dan Ray nampak tak tenang, dengan jari-jarinya mengetuk meja.
TIFFANI
(melihat Ray)
Aku dapat telepon dari tante Rita.
Kepala Ray terangkat.
RAY
Maksud lo, nyokap gue? Kue apaan? Ngapain pesan kue yah?
TIFFANI
(menggigit lidah) Ah, nggak.
Tiffani mengalihkan mata. Hampir saja membocorkan pesanan cake yang katanya untuk surprise Ray.
TIFFANI
(mengalihkah pembicaraan) Tadi kak Carla kesini, cuman ngasih bunga, terus pergi. Katanya mungkin bakalan balik lagi ke sini, buat beli kue untuk adiknya, tapi pergi lagi bareng cowok. Kirain bakalan datang sama kak Ray.
TARA
Mereka lagi marahan (tersenyum saat mendapat cibiran Ray)
TIFFANI
Marahan? Kirain kak Carla sama kak Ray udah jarang ketemuan?
TARA
Jarang ketemuan apaan? Ini pertama kalinya mereka dapat masalah di hubungan cinta mereka (nada menjelaskan)
TIFFANI
(menganga, menggerakkan kepala)
Kemarin kak Ray...
RAY
(menyela)
Ralat. Gue sama Lala masih kayak dilem.
ALI
(tertawa)
Jadi kemarin lo sempat bilang jomblo, Ray?
TARA
Itu salah satu cara buat mutusin cewek lo, ngaku jomblo di depan cewek lain. (mendecakkan lidah)
RAY
Sialan lo (bergumam). Habis akhir-akhir ini dia ngeselin.
Tara, Ali, dan Tiffani menganggukkan kepala bersamaan.
RAY
Bilangnya nggak ada kerja, eh dia di tempat kerja. Bilang ada urusan penting, ketemunya sama nyokap gue.
ALI
Gue pengen cewek gue deket sama nyokap. (menyela)
RAY
Jangan kebangetan. Mereka berdua yang kayak pacaran dan gue selalu diabain.
ALI
Tapi dua-duanya sama perhatiannya sama lo.
TARA
(memajukan badan, berbisik pada Tiffani)
Keluar deh tuh manjanya.
RAY
Gue nggak manja (mendesis). Mereka yang selalu perlakuin gue kayak anak kecil. Kayaknya Lala emang cuman anggap gue ini orang laian, yang nggak perlu ngurusi urusan dia. (melihat Tiffani), semua cewek pasti nggak kayak dia kan?
TIFFANI
(menggaruk pelipis)
Itu tergantung, kak. Aku jadi manja kalo pacar aku perhatian, tapi aku perhatian kalau dia lagi minta diperhatiin. (berdehem) Kak Ray mungkin nggak pernah perhatian (pelan)
Tara dan Ali mengangguk.
RAY
Nggak-nggak, lo salah. Lala itu udah kayah nutup hatinya buat gue. Nggak pernah ngasih kesempatan buat gue merhatiin dia, gue emang sebatas teman kali.
Tara dan Ali lalu tak merespon, melihat dua orang di belakang Ray dan Tiffani.
Lala dan Dimas telah berdiri di sana.
Tiffani berdiri dari kursinya. Mengajak masuk Lala dan membiarkan Dimas duduk di sebelah Ray yang melihatinya dengan tatapan sinis.
DIMAS
Dasar kekanakan (gumamnya)
Tiffani yang masih mengalunkan tangan di lengan Lala, memasang senyum. Memperlihatkan nampan, agar Lala bisa memilih sendiri roti atau kuenya.
TIFFANI
Aku nggak tahu kalau kak Carla sama kak Ray itu sebenarnya (jeda).
Seharusnya, pas kak Carla kenalin tante Rita, aku harusnya udah tahu. Tapi...
Jeda.
LALA
(menyela)
Emang nggak kelihatan yah, Fan?
TIFFANI
Eh, tahu nggak sih kak, kalau aku suka sama kak Ray karena sering lihat bagaimana kak Ray yang kelihatan perhatian banget, terus lindungin kak Carla. Aku ingat waktu SMP dulu, kak Ray bela-belain dihukum buat pulang ngambilin buku tugas kak Lala.
LALA
(tersenyum) Tahu dari mana?
TIFFANI
Kabarnya kak Carla, dulu, selalu kedengeran. Senang aja lihat Kak Carla yang jadi ratu sekolah selalu dekat sama tukang cari masalah. (tertawa kecil)
TIFFANI
Jadi kak, kuharap kak Carla bisa segera nyelesain masalah kalian.
LALA
(menoleh sekali, melihati tingkah Ray)
Kalau cuman seorang yang bertahan, bakalan susah, Fan.
Lala menghela nafas. Berusaha tersenyum.
Sementara itu, Dimas sekali lagi mendecakkan lidah melihati tampan Ray. Ia menoleh dan saat tak mendapati Lala di sekitarnya, ia berbicara dengan Ray.
DIMAS
Jadi lo habis nyakitin Lala? (menarik mata Ray) Gue dengar lo mau putus dari dia.
Ray menghela nafas. Tara dan Ali saling lihat, berpura-pura tidak ingin mendengar, hanya diam memakan kue mereka.
DIMAS
Lo baek-baeklah ama dia.
RAY
Kenapa? Di perjalanan tadi lo nembak dia lagi, terus ditolak lagi.
DIMAS
(diam, memutar bola mata) Gimana lo tahu?
RAY
(menghela nafas dari hidung) Udah sering banget kejadian. Dia bilang lo suka dia dan sekarang lo dapat kesempatan. Tapi sayang banget, gue nggak bakalan ngasih lo kesempatan kedua.
DIMAS
(mendengus)
Iya, kalo lo dapat kesempatan kedua juga.
Ray mendengus kesal.