Bunga dan Pena
5. Chapter 5

INT. KELAS SANTRI – SIANG HARI

Para santri tampak serius memperhatikan penjelasan dari mustahiq, ada juga beberapa yang meletakkan kepala di atas meja, termasuk jalil.

PAK ABROR

Jadi susunan na’at man’ut berbedah dengan, idhofah. .  Mudhof mudhof ilaih (pause)

Na’at man’ut itu selalu sama. Yang mengikuti dan diikuti. Kalau yang diikuti nakiroh maka pengikutnya nakiroh. Kemudian kalau man’utnya makrifat atau sudah jelas, maka na’atnya ?

PARA SANTRI

Makrifat.

PAK ABROR

Ya sama kalau kalian milih pasangan hidup itu, lo. (pause) Kalau pintar, ya cari yang pintar. Kalau tidak terlalu pintar, ya cari yang seperti itu. (tersenyum)

Ya kurang lebih seperti itu lah . Wallahu a'lam!

PARA SANTRI:

Wallahu a’lam bish showab. Alhamdulillah.

PAK ABROR

Oh iya, satu lagi! (pause)

Kalau ada kesalahan dan mungkin ada yang tersinggung selama saya jadi mustahiq kalian. Saya mohon maaf.(pause)

Jadi, untuk pelajaran nahwu selanjutnya, di sini nanti akan dilanjutkan oleh mustahiq lain. Kebetulan di kelas lain perlu bantuan saya, jadi saya perlu pindah ke kelas lain. Tapi kalau memang nanti,

dari pelajaran-pelajaran yang kemarin perlu ditanyakan, ke kantor saya saja.

CUT TO:

INT. PERPUSTAKAAN – MALAM HARI

Kasi dirasah dan muhtar berada di meja masing-masing dengan tumpukan kertas, buku, dan kitab di meja mereka. Mereka duduk bersebelahan namun ada di meja yang berbeda. Perpustakaan amat sunyi, yang terdengar hanya lembar-lembar kertas yang bergesekan.

MUHTAR

Kang, ini untuk masalah jual beli. Saya sudah pilah beberapa masalah.

(memberikan beberapa kertas)

KASI DIRASAH

Transaksi tanpa ijab qabul literal, transaksi telepon, mencampur barang dagangan, (pause)

Iya. Sudah cukup sepertinya ini!

MUHTAR

Oke, saya akan lanjutkan ke masalah pemakaian barang.

KASI DIRASAH

Sebentar. Tapi sepertinya masih kurang, Tar. (pause)

Apa ya?

MUHTAR

(menggaruk kepala) )

kurang, maksudnya? (pause)

Referensi? Model transaksi?

KASI DIRASAH

Bukan. Bukan referensi. Kalau referensi malah belum saya periksa. (pause)

oh iya, lelang!

MUHTAR

Oh, model transaksi lelang. Iya itu bisa saya tambahkan.

Muhtar kembali membuka beberapa kitab dan buku yang ada di mejanya. Sejenak ia berhenti, lalu memandang ke arah kasi dirasah.

MUHTAR

Kang. Saya baru kepikiran. (pause)

Di situ tadi belum ada hal yang membahas bank.

KASI DIRASAH

Bank, ya.

MUHTAR

Di satu sisi itu memang sesuatu yang membuat kita tidak objektif. (pause)

Tapi kok rasnya kurang pas kalau tidak dibahas.

KASI DIRASAH

Ya iya! Tambahkan saja! (pause)

Begini saja kau ragu-ragu, kita ambil bagian yang membuat bank, atau lembaga keuangan apapun, jadi dilarang secara syara’. Lalu kita rincikan dibagian itu. Bukan macam-macam transaksinya. Jika ... Maka... (pause)

Jika di sana ada pemerasan, maka haram. Seperti itu contohnya.

MUHTAR

(menghela nafas)

tidak semudah yang saya bayangkan.

KASI DIRASAH

Jadi?

(pause-melihat ke Muhtar)

Dihentikan?

MUHTAR

(tertawa)

Jangan terlalu sepanenglah, kang! (pause)

Hadeh, sudah basah nyebur sekalian!

CUT TO:

EXT. WARUNG POJOK – MALAM HARI

Fajar dan jalil menonton acara TV. Acara tersebut tampaknya membosankan, mereka tidak terlalu memperhatikan acara itu.

JALIL

Apa rencana ke depan,Jar?

FAJAR

Ya, gak muluk-muluk lah. (pause)

Lulus, pulang, bantu-bantu ngurus batik di rumah.

JALIL

Terus nikah.

FAJAR

Ya, terus nikah. (pause)

Punya anak, sebelum itu mungkin agak rumit.

JALIL

Ah! (pause)

Juragan batik juga kenal istilah 'rumit'.

FAJAR

Ya makannya dipilih rencana yang nggak muluk-muluk.

JALIL

Ya sayangnya kadang hujan turun juga di musim kemarau. (pause)

Di desaku, tembakau jadi komoditas utama.

Kalau musim panen, satu desa aromanya tembakau semua. Nah, kalau hujan mendadak turun di musim itu, satu desa gempar.

(tertawa kecil)

FAJAR

Terus, berarti rencana ke depan ambil kuliah?

JALIL

Ya itu bisa masuk pilihan. (pause)

Aku setuju dengan pikiran ‘gak perlu muluk-muluk’ tadi, sih. Yang penting jadi orang ngerti, kata bapak gitu. (pause)

Ya, pintar itu bonuslah.

FAJAR

Ya orang desa juga butuh inovasi, kan? (pause)

Dan lebih mudah diterima kalau itu dari tokoh desa.

JALIL

(ke penjaga warung) )

Kang kopi satu lagi!

Suasana warung pojok tampak amat sepi. Hanya terdengar suara TV yang tidak terlalu diperhatikan.

PENJAGA WARUNG

Kopinya, kang.

(mengulurkan secangkir kopi)

JALIL

(menyeruput kopi)

Ahh... Garamnya agak kebanyakan, kang!

FAJAR

Muhtar masih di perpustakaan?

JALIL

Yah! Kau taulah orang itu. Udah kayak kucing dikasih ikan asin, tahan berjam-jam.

FAJAR

Kok bisa ya?

JALIL

Ayahnya muhtar, itu guru besar di salah satu perguruan silat. (pause)

Pendekar kondang!

FAJAR

Terus, kaitannya?

JALIL

Hadeh. Ya karena dia miih jadi pakar timbang jadi pendekar, dia harus tanggung jawab. Ya katakanllah pembuktian, begitu.

DISSOLVE TO:

INT. KANTOR PENGURUS - TERAS DAN DI DALAM KANTOR – MALAM HARI

Kepala dirasah dan keamanan berdebat keras. Tanpa kehadiran pengurus lain, tak ada yang menjadi penengah.

KASI DIRASAH

Ya tapi bukan begitu cara memberi hukuman!

KEPALA KEAMANAN

Hukuman itu diberikan supaya tidak ada pelanggaran!

KASI DIRASAH

Semua orang paham konsep itu. Tapi,

KEPALA KEAMANAN

(menyela)

Sampean tidak paham!

KASI DIRASAH

Kedisiplinan tidak perlu diperketat, hanya perlu ditanamkan ke mereka!

KEPALA KEAMANAN

Kalau tidak dipaksakan, tidak bisa tertanam! Gimana, sih?!

KASI DIRASAH

Begini, pada praktiknya, hukuman yang sekarang ini anda terapkan tidak ada isinya. Kopong! (suaranya meninggi)

Hukuman selesai, mereka dapat apa? Saya ingatkan njenengan, supaya tidak kebablasan, kang!

KEPALA KEAMANAN

Yang saya lakukan ini, untuk kebaikan santri, pendidikan santri. Saya paham betul yang saya lakukan.

KASI DIRASAH

Kita sepakat untuk hal tersebut! (pause)

program dan peraturan, untuk pendidikan dan kemajuan pondok.

Fajar dan jalil melintas di depan kantor pengurus dan terhenti karena suara dua pengurus itu terdengar hingga ke luar ruangan.

KEPALA KEAMANAN (O.S)

Termasuk program perpustakaan pribadi?

KASI DIRASAH(O.S)

Perpustakaan pribadi?

KEPALA KEAMANAN

Tidak usah repot-repot mengingatkan saya. Sekali lagi saya perjelas, saya tau yang saya lakukan.

(berjalan ke luar)

Kepala keamanan keluar dari kantor pengurus. Ia melihat Fajar dan Jalil seraya berlalu.

JALIL

Sebenarnya pengurus baru itu pintar, tapi kurang ngerti. (pause)

Apalagi pengertian!

CUT TO:

INT. DI DALAM KELAS – SIANG HARI

Para santri tampak serius menghafal nadhomnya masing-masing. Mustahiq baru, Hanif, berada di mejanya dan dua santri lain tampak berdiri membelakangi papan tulis sambil komat-kamit dan menatap buku saku nadhom mereka. Di depan mustahiq salah seorang santri sedang menyetorkan hafalannya. Beberapa saat kemudian Jalil datang, mengucap salam, dan langsung duduk di samping Fajar yang juga sibuk menghafal.

JALIL

(duduk di sebelah Fajar)

Mustahiq pengganti pak Abror?

FAJAR

Iya!

JALIL

Terus, mereka ngapain di depan?

FAJAR

Mending kau cepat tambah hafalanmu, paling nggak nambah sepuluh bait! Ini sudah urutan yang ke sebelas.

JALIL

Sesuai nomor urut?

HANIF

Fajar Ilham!

Fajar maju ke depan. Jalil segera memulai menambah hafalannya.

HANIF

Jalil Abdurrohim!

Jalil berdiri, ia mendapati fajar berdiri di samping dua santri lain. Tapi Jalil langsung berjalan ke arah papan tulis dan berdiri di sebelah Fajar. Si mustahiq melihat Jalil yang berdiri di samping Fajar.

JALIL

Anu pak, (mengacungkan tangan)

Jalil Abdurrohim. Saya belum siap untuk setoran.

HANIF

Dihafalkan, Jalil!

JALIL

Iya pak!

FAJAR

(berbicara kepada jalil)

Kan sudah kubilang!

JALIL

Kok pakai nomor urut absen sih!

CUT TO:

INT. WARUNG POJOK – SIANG HARI

Muhtar, jalil, dan fajar duduk satu meja. Mereka duduk di meja paling sudut dekat jendela. Beberapa orang lebih senang duduk di meja yang ada di depan penjaga warung, karena tidak ingin berlama-lama.

JALIL

Wah! Kalau gini habis waktu ngopi, Tar!

FAJAR

Berbau pemaksaan! (pause)

Apa coba, satu hari ini cuma untuk hafalan.

MUHTAR

Ya makannya dihafal to ya.

JALIL

Ya tidak semudah itu. Daya hafal orang beda-beda.

FAJAR

Betul!

JALIL

Kau sudah sampai alfiyah. La kami-kami ini! Jurumiyah saja nggak paham-paham.

(pause)

Tar, nanti malam ikut ya!

MUHTAR

Ke mana?

JALIL

Medan laga. (pause)

Malam ini jatah kita.

MUHTAR

Oh! Ya bisa, sih. Tapi jangan aneh-aneh kau Lil!

JALIL

Aman! Tidak akan ada kekurangajaran.

FAJAR

Hadeh. Aku kurang yakin kalau itu. Sejak kapan,

JALIL

(menyela)

Halah! Kau siapkan perlengkapan sajalah jar. Formasi seperti biasa ya!

CUT TO:

INT. ASRAMA PUTRA - AULA PESANTREN – MALAM HARI

Beberapa santri putra terbagi ke dalam dua kubu. Mengadu hafalan dengan suara keras dan tinggi. Jalil berdiri di sisi paling ujung antara dua kelompok tersebut, layaknya seorang wasit.

Tangannya bergerak ke kanan dan kiri sesuai dengan potongan dari tiap nadhom. Wajahnya tampak sumringah. Sedangkan muhtar duduk di sebelahnya dengan raut wajah lesu dan putus asa.

JALIL

Kamar lima! ... Kamar lima! ... Kamar lima? ... K.O! Baiklah saudara-saudara!

(pause)

Pertarungan nadhom kali ini dimenangkan oleh kamar tiga!

Anggota kamar tiga bersorak gembira.

JALIL

Hadeh...

(menggeleng)

Kamar lima! Dilancarkan lagi hafalannya kang! Langganan kalah!

(pause)

Baiklah, para pasukan dipersilahkan duduk. Untuk para kandidat dari tiap kamar dipersilahkan untuk memasuki arena.

Tiga orang perwakilan dari tiap kelompok maju ke barisan paling depan di kelompok mereka dengan membawa buku dan kitab-kitab yang dirasa diperlukan. Sedangkan jalil duduk di samping muhtar.

JALIL

Musyawarah dan debat kali ini tentunya akan sangat seru karena seperti yang kita lihat.

(menunjuk para perwakilan kelompok)

Amunisi yang mereka bawa sangat meyakinkan! Untuk juri sekaligus kepala perumus kali ini adalah kyai Muhtar. (menepuk-nepuk pundak muhtar)

Jadi tidak main-main ini ya!

MUHTAR

(kepada Jalil)

Kok debat Lil? Seharusnya musyawarah!

JALIL

Ya musyawarah, tar. Sekalian debat, namanya juga medan laga! Sudah, tenang saja!

(pause - beralih berbicara ke audiens)

Sedangkan saya di sini sebagai moderator, akan membacakan peraturan dasar. Setiap syawir harus mematuhi dan mengikuti instruksi dari moderator (pause)

selama tidak bertentangan dengan akidah, syariat, dan ajaran agama. Nah itu peratutannya. Bisa dipahami dengan baik?

PESERTA MUSYAWARAH

Siap!

JALIL

Dari sudut sini, siap? (menunjuk ke sisi kanan)

Yang sana siap? (menunjuk ke sisi kiri)

CUT TO:

EXT. HALAMAN PONDOK PUTRA - DI DEPAN KANTOR PENGURUS – MALAM HARI

Jalil, muhtar, dan fajar tertawa gembira saat berjalan menuju kamar, selesai pengadaan musyawarah itu. Suara mereka diturunkan saat mereka melintasi kantor pengurus.

JALIL

(tertawa)

Haha... Habis mereka dibantai!

MUHTAR

Ya ampun Lil, Lil.

FAJAR

Kan aku sudah bilang, tar. Kalau dia yang pegang musyawarah, (pause)

ya acara apapunlah, gak pernah lurus!

JALIL

Gak juga! Karena tadi memang medan laga, ya sekalian diadu saja.

MUHTAR

Musyawarah! Medan laga.

JALIL

Musyawarah dan debat. (tertawa)

kau lihat tadi muka mereka! Merah padam.

MUHTAR

Ya siapapun bakal naik pitam kalau model pertanyaannya semacam itu.

FAJAR

Ya, orang gila pun kayaknya gak akan punya bayangan kalau anjing bisa melahirkan manusia.

(pause)

Masuk masjid pula!

JALIL

Eh, masjid yang dimasuki anjing juga banyak, jar!

FAJAR

Hadeh. Sulit ngomong sama orang ini.

JALIL

Lo, air liur anjing itukan najis to. Berarti air liur anaknya pun najis, nah

(menahan tawa)

kalau yang dilahirkan itu manusia!

MUHTAR

Ya, ya, sudah-sudah!

(pause)

Siapa tau memang kejadian. Tapi kalau bisa besok-besok cari masalah yang agak serius, lah. Jangan terlalu aneh seperti itu.

FAJAR

Yang bisa diterapkan!

KEPALA KEAMANAN (O.S)

Kang! Sini dulu, kang!

Mereka berjalan mendekat ke kantor pengurus.

KEPALA KEAMANAN

Apa itu tadi?

JALIL

Apa, apanya maksudnya kang?

KEPALA KEAMANAN

Di aula!

JALIL

Ya seperti biasa kang. Rutinan musyawarah.

KEPALA KEAMANAN

Musyawarah apa seperti itu?

JALIL

Ya gak harus formal dan serius terus lah kang. (pause)

Sekalian untuk hiburan teman-teman.

KEPALA KEAMANAN

Kalau mau cari hiburan di bioskop!

MUHTAR

Tadi kami mencoba biar teman-teman santri senang ikut musyawar,

KEPALA KEAMANAN

(menyela)

Program baru dari dirasah?!

JALIL

Sudah lama! Njenengan yang baru tau!

KEPALA KEAMANAN

Apa ya bagus kayak gitu?

(pause)

Yang jadi anak emas dirasah, yang seperti tadi itu bagus?

JALIL

(meremehkan)

Ya bagus saja!

CUT TO:

INT. ASRAMA PUTRA - KAMAR JALIL – MALAM HARI

Jalil dan fajar masuk kamar. Kebanyakan dari santri lain sudah tertidur, beberapa dari mmereka masih sibuk membaca buku atau sekedar ngobrol. Jalil mengganti pakaiannya, ia membanting pintu lemarinya.

JALIL

Ah! Emang kurang senang sama kita dia tu!

FAJAR

(menghadap lemarinya yang terbuka)

Ya, bisa juga.

JALIL

Ngeliat mukanya tadi, pingin kupatahkan hidungnya!

FAJAR

(tidak melihat ke jalil)

Ya, namanya juga bagian keamanan. Kepala lagi.

JALIL

Terus harus belagak macam tadi?

FAJAR

Memang terlihat tidak menyenangkan di mata santri.

(membaringkan badan)

JALIL

Memang dianya saja.

(ke santri lain yang sudah tidur) )

geser sikit bos! Kasurnya jangan dipakai sendiri. (ke Fajar)

Ya dilihat saja besok, jar. (pause)

Tapi emang kayaknya gitu dia. Tempo hari,

FAJAR

(menyela)

Sudah, lil! Besok lagi. Tidur!

(matanya sudah terpejam)

JALIL

Hadeh.

(pause)

Lampu-lampu!

DISSOLVE TO:

INT. ASRAMA PUTRA - KAMAR JALIL – SUBUH HARI

Adzan subuh baru saja selesai dikumandangkan. Lampu kamar jalil masih belum menyala, mereka masih tertidur. Tiba-tiba pintu kamar dipukul berkali-kali dengan kayu, diikuti dengan suara kepala keamanan. Pukulan ke pintu semakin keras kali ini suaranya semakin keras dan membentak.

KEPALA KEAMANAN

Lampu!

(pause)

Bangun! Tidur terus.

Kepala keamanan masuk ke dalam kamar tersebut. Salah satu santri menyalakan lampu.

Diwaktu yang hampir bersamaan kepala keamanan menyemprotkan air ke mereka yang masih tertidur termasuk Jalil. Matras dan wajah para santri basah kutup karena air.

KEPALA KEAMANAN

Bangun!

(menyemprotkan air)

Dengar adzan gak?! Tidur terus!

Kepala keamanan meninggalkan kamar. Jalil masih terduduk kesal, ia gunakan ujung kaosnya untuk mengeringkan mukanya.

JALIL

Sialan! Biadab! Kalem woi!

(mengelap wajahnya)

Pergi dia?

FAJAR

(berbicara sendiri)

Ngepel kamar pagi-pagi!

Beberapa santri di kamar tampak akan kembali berbaring.

FAJAR

Woi! Bangun-bangun! Subuh! Masjid!

(pause)

Malah tidur lagi!

CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar