Bunga dan Pena
3. Chapter 3

INT. KAMAR SANTRI – MALAM HARI

Di sudut kamar, muhtar sedang melamun, dengan buku saku berisi nadhom hafalan terbuka di tangannya. Sontak ia menggelengkan kepalanya lalu kembali ke usaha untuk menghafal.

MUHTAR

Ealah, mbak alfi... Kok ya gini men to ya,

(menyandarkan kepala sambil memejamkan mata)

Suasana pesantre tampak tenteram, sunyi dan tenang. Suara jangkrik dan suara-suara lain mewarnai suasana malam pesantren.

CUT TO:

INT. DI TEMPAT CUCI UMUM – PAGI HARI

Muhtar sedang mencuci bajunya di salah satu keran, dahinya mengerut, seperti sedang memikirkan sesuatu. Kemudian jalil datang mencuci pakaian di keran sebelah muhtar. Muhtar tidak menghiraukan kehadiran jalil. Melihat respon muhtar yang demikian, jalil melihat muhtar dengan serius untuk beberapa saat sambil menyalakan keran.

JALIL

Mikir apa tar? (pause)

Gak capek apa? Urat muka ketarik semua tuh.

MUHTAR

Hem?

JALIL

Muka kau. Tegang!

MUHTAR

Ya ini karena ngucek baju Lil. (pause)

Sekuat tenaga!

JALIL

Muka ngotot sama muka tegang beda, Tar.

MUHTAR

Oh...

Mereka berdua tidak mengucapkan satu kata pun. Mereka mengucek pakaiannya masing-masing. Muhtar mengucek pakaiannya terlalu kuat sampai salah satu kaosnya robek. Jalil melihat kejadian itu. Ia berhenti dan melihat muhtar.

JALIL

Woi! Santai aja kalau nyuci!

MUHTAR

Ah, udah terlalu lama brati. (pause)

Saatnya cari kaos lagi.

CUT TO:

INT. KANTOR PENGURUS – SORE HARI

Kepala bagian dirasah sedang sibuk menyusun dan memilah beberapa kitab. Kemudian empat orang santri masuk ke dalam kantor setelah salah satu dari mereka mengucap salam. Berhubung mereka baru beberapa bulan, kepala dirasah belum mengenal nama-nama mereka. Kepala dirasah agak heran melihat mereka.

KASI DIRASAH

Ini kenapa ya?

SANTRI 1

Anu kang, tadi disuruh kumpul di kantor, begitu.

KASI DIRASAH

Kumpul? (pause)

Yang nyuruh?

SANTRI 1

Pengurus tadi kang, wali kamar.

SANTRI 2

Bagian keamanan, tadi kang.

KASI DIRASAH

Oh... Pelanggaran apa?

SANTRI 1

Bolos ngaji, kang.

KASI DIRASAH

Bolos ngaji?

Oh, wali kamar kalian ngecek absensi ngaji? (pause)

Hadeh, kalau kalian gak ngaji, terus di sini mau ngapain? (pause)

Jangan gitulah, kan tempo hari pak kyai bilang “ngajine disregepi, mujahadah diistiqomahi.”

SANTRI 1

Injih, kang.

KASI DIRASAH

Ya sudah, ditunggu dulu. Cuma empat orang ini kan? Atau masih menunggu temanmu yang lain?

SANTRI 1

Ada satu orang lagi tadi kang, katanya ...

Kepala keamanan masuk ke dalam kantor, melihat ke para santri. Tatapannya memang kurang mengenakkan. Sontak para santri diam dan hanya menundukkan pandangan.

KEPALA KEAMANAN

Yang nyuruh kumpul di dalam kantor siapa?! (pause)

Keluar!

Para santri segera keluar tanpa kembali merapikan sarung mereka yang agak kusut. Dengan wajah tertunduk seakan telah melakukan sebuah pelanggaran, mereka berbaris di depan kantor pengurus.

KEPALA KEAMANAN

Satunya lagi mana?!

SANTRI 1

Tadi katanya ke kamar mandi dulu, kang.

(dengan suara yang tidak terlalu jelas)

KEPALA KEAMANAN

Ngomong apa kau?

(nada membentak)

SANTRI 1

Kamar mandi katanya, Kang.

KEPALA KEAMANAN

Ya ditunggu dulu kalau begitu.

Kepala keamanan duduk di atas teras sambil memukul-mukul pelan telapak kakinya dengan sehelai rotan. Ia tak memindahkan pandangannya dari para santri yang sedang berdiri di hadapannya. Beberapa saat kemudian santri yang ditunggu muncul, ia mengambil barisan di belakang teman-temannya, tanpa berkomentar apapun.

KEPALA KEAMANAN

Yang terlambat, sini!

Santri tersebut maju. Pandangannya tertunduk menunggu instruksi dari kepala keamanan.

KEPALA KEAMANAN

Dari mana?

SANTRI TELAT

Tadi...

KEPALA KEAMANAN

Tangan!

SANTRI TELAT

Gimana kang?

KEPALA KEAMANAN

Tangan!

Santri tersebut mengangkat telapak tangannya.

KEPALA KEAMANAN

(sambil memukul telapak tangan santri)

kalau disuruh kumpul gak usah aneh-aneh! Baris paling depan!

Santri tersebut hanya meringis menahan sakit, mengibas-ngibaskan tangannya. Kemudian mengambil posisi berdiri paling depan.

KEPALA KEAMANAN

(mengambil nafas)

Sebenarnya perihal ngaji ini bukan bagian saya. Tapi kalau anak kamar saya yang melanggar, semua pelanggaran masuk ke saya dulu. Sekarang ambil posisi push-up berantai, saya yang hitung!

Mereka mengambil posisi yang diinstruksikan. Push-up dengan kaki ditumpukan pada rekan yang ada di belakangnya, kecuali untuk orang paling belakang. Kepala keamanan melakukan hitungan dengan sangat lambat.

CUT TO:

EXT. ASRAMA PUTRA - TERAS KAMAR SANTRI – SORE HARI

Muhtar dan jalil melihat para santri yang dihukum dari kejauhan. Mereka sedikit terpingkal melihat hukuman itu.

JALIL

(tertawa)

Pengurus baru ketemu santri baru, langsung buat pertunjukan. Mantap!

MUHTAR

Haha... Baru anak kemarin, kok ya sudah melanggar keaman. (pause)

Ya sudah, buat hiburan sekalian.

JALIL

Eh, anak-anak sekarang. (pause)

Dulu aku bolos ngaji, itu sudah paling banter.

MUHTAR

(memandangi para santri yang dihukum dari jauh)

Paling depan keras itu, Lil!

KEPALA KEAMANAN (O.S.)

Kurang keras! Lima!

PARA SANTRI PELANGGAR

Ngaji!

KEPALA KEAMANAN

Enam!

PARA SANTRI PELANGGAR

Ngaji!

Jalill melihat kearah muhtar dengan wajah serius. Muhtar sudah paham yang dimaksud Jalil.

JALIL

Kok ngaji, Tar?

MUHTAR

Iya, ya! Sejak kapan?

JALIL

Kurang ajar orang ini kayanya.

MUHTAR

Gak jadi hiburan, Lil! Hadeh ...

KASI DIRASAH (O.S.)

(melalui pengeras suara)

Panggilan ditujukan kepada kang Muhtar. Kang Muhtar, ditunggu di kantor. Terimakasih.

JALIL

Lah, belum komentar sudah dipanggil, Tar. Terus kalau protes diapakan kau?

MUHTAR

Halah! Yang barusan itu Dirasah, Lil!

(berbicara sendiri)

Biasanya langsung ke kamar.

JALIL

Kayanya lebih ekstrim, Tar. (pause)

berenang di darat!

(tertawa) Iya, itu ekstrem.

Muhtar melihat ke arah jalil, lalu menggeleng kecil. Ia segera beranjak pergi ke kantor. Jalil masih mengamati para santri yang dihukum. Sambil berjalan memasuki kantor, muhtar melihat kepala keamanan, mereka saling menatap satu sama lain, sinis.

DISSOLVE TO:

INT. KOPESRASI – SORE HARI

Umam sedang sibuk memperbaiki atap koperasi yang bocor. Ia berada di atas tangga kayu yang disandarkan ke kerangka plafon. Muhtar menunggunya selsai melakukan pekerjaannya. Muhtar tidak terlalu tau apa yang dikerjakan Umam di atas tangga itu, ia mencoba menyapa Umam.

MUHTAR

Mam! Pena di mana?

UMAM

(separuh badannya masih berada di langit-langit)

Hah? Sebentar! Gentengnya geser. (pause)

 Eh, Tar! Tangganya kegeser!

MUHTAR

Hah? (pause)

Tangga apa genteng yang geser?

UMAM

Hadeh, tangga, Tar!

Muhtar berjalan ke arah tangga kemudian menggesernya. Sontak Umam kaget dan meraih salah satu kerangka plafon yang ada di sampingnya. Debu dan beberapa cuilan kayu Jatuh mengenai wajah Muhtar.

MUHTAR

Santai Mam! Kayu masuk mata!

UMAM

Bukan digeser, Tar! Ditahan!

MUHTAR

Katanya Geser,

(memicingkan mata karena terkena debu)

UMAM

Tangganya tolong ditahan biar nggak geser, Kang Muhtar!

MUHTAR

Oh... yang jelas kalau ngomong makanya Mam!

UMAM

Ealah... untung nggak kelilipan palu, kau.

MUHTAR

Ya sudah! Ini ditahan, ni?

UMAM

Tahan!

Muhtar mengusap-usap mata kanannya dengan tangan kirinya, sementara yang lain menahan tangga yang dinaiki Umam.Di saat yang hampir bersamaan, Naila masuk ke koperasi. Sesaat ia melihat ke arah meja kasir, lalu ke arah Muhtar. Muhtar menganggukkan kepala ke Naila. Ia membalasnya dengan senyum.

NAILA

Mau ambil barang pesanannya Bu Nyai, kang!

MUHTAR

Oh. ... Sebentar ya mbak. (pause)

Ini bos koperasinya lagi nggeser genteng.

NAILA

(mengeryitkan kening)

Iya, kang.

Muhtar dan Naila terdiam menunggu Umam memperbaiki genteng. Yang terdengar hanya suara besi yang diadu dan cuilan genteng yang jatuh ke plafon. Mereka berusaha menghindari bertemunya pandangan satu dengan lainnya. Muhtar memberanikan diri, mencoba mengawali pembicaraan.

MUHTAR

Ehmm... (pause)

Njenengan jadi ndalemnya Bu Nyai, mbak?

NAILA

Iya, kebetulan...

UMAM

Eh mbak Naila! Ngambil pesanan, mbak? (pause)

Sebentar ya mbak... (berbicara tidak jelas)

NAILA

Iya. diselesaikan dulu saja kang.

MUHTAR

Ngomong apa, Mam! Gak jelas!

Kini untuk sekelebat, pandangan Muhtar dan Naila bertemu dengan atau tanpa sengaja. Yang jelas Muhtar melihat senyum tipis terbit dari bibir tipisnya. Mereka berdua kembali terdiam, hanya berdiri, tanpa bertukar kata. Muhtar mencoba mencairkan suasana yang tampaknya terlalu kaku.

MUHTAR

(kepada umam) masih lama Mam? Turun dulu, lah!

UMAM

Sabar to ya! Pena masih dipakai nanti malam, kan?

MUHTAR

Bukan pena, mam! Pesenannya Bu Nyai!

UMAM

Lah, kan sudah dibilang, pesenannya Bu Nyai yang plastik hitam itu. Tinggal ngasihkan ke mbak nya, Tar!

MUHTAR

Eh? (pause)

Ya kalau ngomong makannya yang jelas.

Muhtar berjalan ke arah meja kasir, mengambilkan plastik hitam besar berisi beberapa barang yang diletakkan di bawah meja. Muhtar tak berani menatap mata Naila dari jarak yang dekat itu. Plastik berisi barang tersebut ia ulurkan ke Naila dan menyenggol tempat pena. Salah satu dari pena-pena itu jatuh ke depan meja. Naila segera mengambil pena yang jatuh itu dan memberikannya kepada muhtar.

NAILA

Ini kang, maaf tidak sengaja.

Muhtar hanya mengangguk dan tersenyum. Naila keluar dari koperasi. Muhtar memandangi Naila yang berjalan menjauh dari dalam koperasi. Sejenak ia pandangi pena yang berada di tangannya.

UMAM (O.S)

Tar! Tangganya geser!

MUHTAR

Hadeh, ya... Siap bos!

Muhtar menahan tangga yang dinaiki umam. Ia masih memandangi pena tersebut, lalu ia jepitkan di saku atasnya. Suara palu berhenti, Muhtar merasakan tangga yang sedang ia tahan seperti sedang ditekan dengan konstan. Umam memberi tahu Muhtar supaya minggir karena sudah selesai.

UMAM

(sambil memindahkan tangga)

Selesai, bos ku! sudah aman.

MUHTAR

Beneran aman?

UMAM

Halah, sudah... (berjalan ke arah meja kasir)

Wah, pena kecilnya habis, Tar!

MUHTAR

Ah, sudah dapat. (menunjukkan pena yang dijepitkan di sakunya)

UMAM

Lah! Pena itu?

(pause)

Bisa pakai yang itu? Itu nol koma lima, Tar. Ujungnya kebesaran!

MUHTAR

Ah! Kata siapa! Ya sudah, masukin catatan dulu ya.

UMAM

Ya, terserah kau lah, Tar.

Muhtar Melangkah keluar dari koperasi, sementara Umam kembali melanjutkan kesibukannya dengan beberapa catatan yang ia keluarkan dari laci mejanya.

DISSOLVE TO:

23. INT. ASRAMA PUTRA - KAMAR SANTRI – MALAM HARI

Muhtar sedang berusaha menyibukkan dirinya dengan beberapa kitab. Menghela nafas panjang ia tampak tidak menemukan apa yang sedang ia cari dari kitab dan buku-buku di mejanya. Kopi yang ia minum dari tadi sudah hampir habis. Tapi perhatiannya teralihkan oleh pena yang ia dapat dari koperasi sore tadi. Ia ambil dan amati pena itu, kemudian merenung. Beberapa saat kemudian, ia tutup kitab yang dari tadi ia pegang. Diambilnya secarik kertas, kemudian menuliskan sesuatu.

DISSOLVE TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar