Scene 4
Cast; Kakak ceria/Karin, anak-anak, Axel.
Taman
Suasana taman begitu ramai dengan kehadiran wanita yang menyanyi menghibur anak-anak yang ada disana. Mereka semua tampak tertawa dengan bahagia.
Sebuah lagu baru saja selesai di nyanyikan dengan suara yang tidak terlalu buruk.
Mendengar suara anak-anak itu membuat hati wanita itu menjadi tenang dan sedikit sesak.
Air matanya jatuh dan buru-buru ia menghapusnya.
(Ia berjalan mendekati anak itu dan mengusap puncak kepala anak itu dengan lembut)
Anak kecil itu hanya mengerjapkan matanya memahami apa yang dikatakan oleh kakak ceria itu. Pikirannya masih sulit memahami perkataan kakak ceria itu.
Lalu perempuan yang mereka panggil dengan sebutan kakak ceria itu melambaikan tangannya ke arah anak-anak itu dengan senyum di wajahnya.
Senyumnya di depan anak-anak tadi hanya sebagai formalitas saja, karena nyatanya setelah pergi dari sana senyum itu luntur dan berubah menjadi sebuah senyum dan wajah yang berbeda.
Perempuan itu tersenyum miris menatap dirinya sendiri.
Tidak sengaja ada seseorang yang menabrak dirinya.
Pria yang tadinya hanya tidak acuh dan terus melanjutkan langkah kakinya sontak menghentikannya. Ia memutar balik badannya dan melirik singkat perempuan yang tadi mengomel padanya.
Tanpa disangka perempuan itu berjalan dengan wajah garang.
(Alisnya terangkat sebelah dan keningnya mengerut memandangi perempuan itu)
Setua itukah wajahnya?
Setelah mengatakan hal pria tadi langsung meninggalkan perempuan yang kini mematung di tempat dan memandangi punggung pria itu.
(Teriaknya bahagia)
Saking bahagianya ia tidak memperdulikan bagaikan mana tanggapan orang di sekitarnya yang memperhatikan dirinya. Perempuan itu berlari dengan wajah bahagia.
Perempuan tadi tertawa melihat anak-anak itu tersenyum bahagia dan bermain bersama.
Scene 5
Sekolahan, taman
Cast; Caca dan beberapa anak kecil lainnya bersama orang tua mereka.
Gadis kecil dengan rambut di ikat dua itu hanya memasang wajah kesal dan malas melihat sekelilingnya. Hari ini adalah hari kedua ia masuk di sekolah yang dirinya tidak suka. Sekolah elite dengan berisi anak-anak dari keluarga berada.
Sepulang sekolah Caca tidak langsung pulang, melainkan main di taman dekat sekolahnya.
Caca memilih untuk duduk di bawah lampu taman dengan memakan arummanis tanpa gangguan. Ingatannya masih bertaut dengan masalah yang ia hadapi.
Gadis kecil itu memakan jajanan dengan tenang dan tidak menghiraukan setiap perkataan yang muncul dari orang sekitarnya.
Tanpa malu atau ragu, perkataan Caca menarik perhatian mereka semua. Gadis kecil nan mungil itu tidak merasa takut atau terintimidasi sama sekali.
Lalu ia bangkit dari tempat semula duduknya dan menatap mereka secara bergantian dengan tatapan datar.
Dengan kesal gadis kecil itu berjalan meninggalkan taman dengan perasaan dongkol.
(Ibu itu mengusap pipi putrinya dengan kedua tangannya. Senyum di wajah putrinya mengembang mendapatkan perhatian itu)
Scene 6
Cast; Axel, Devin
Ruang kerja
Pria paruh baya yang diketahui bernama Axel itu terlihat melonggarkan dasi di lehernya. Perasaan kesal karena kejadian tadi di jalan membuatnya hilang keceriaan.
Tok ... Tok ... Tok ....
Suara pintu di ketuk dan Axel langsung berdeham pelan menandakan untuk memperbolehkan orang itu masuk.
Devin adalah nama dari asisten Axel. Usia keduanya tidak terlalu jauh, hanya berjarak beberapa tahun saja.
Devin melangkah mendekati Axel dan duduk di kursi kosong depannya.
Axel nampak menaikkan sebelah alisnya menatap Devin. Tangannya meraih ponsel yang terus berdering di meja dan menerima panggilan dari seberang.
Tanpa menjawabnya Axel langsung meraih jasnya dan memakai kacamata hitam miliknya.
Devin menatap Axel yang sudah berjalan menjauh menuju pintu keluar.
Scene 7
Cast; Caca
Di bawah pohon jambu
Gadis kecil bernama Caca itu tampak kesal dan sesekali menendang batu kerikil di hadapannya. Kejadian dengan sosok ibu-anak tadi membuatnya kesal.
Gadis kecil itu tampak kesal dan mengusap air matanya yang hampir terjatuh.
Sesudah menyelesaikan keluh kesahnya, gadis tadi kembali berjalan menenteng tas sekolahnya. Banyak orang yang memperhatikannya, namun tidak ada seorang pun yang mau mendekatinya.
Berbagai bisikan menusuk ke indera pendengaran anak itu. Sungguh, suaranya begitu mengganggu!