EXT. HALAMAN SEKOLAH - SIANG (NOVEMBER 2007)
Randi berjalan dengan tegap. Buku kamus yang tebal itu dipegangnya di sisi tubuhnya.
RANDI (V.O)
Ini adalah penentuan. Pada titik ini gue nggak peduli apa yang bakal terjadi sama diri gue. Tujuan gue cuma satu dan sederhana: Aryo harus dapet waktu yang cukup buat buka brankas itu. Gue bakal cariin lu waktu, Yo. Berapapun harga yang mesti gue bayar.
Dimas sedang bersenda gurau dengan dua orang temannya sepulang dari kantin sekolah. Randi berjalan dari arah sebaliknya, dan mereka berpapasan.
DIMAS
Wah, wah, siapa nih. Si penari ya?
RANDI
Minggir. Gue nggak ada waktu buat ngeladenin lu.
DIMAS
(mendorong Randi)
Apa? Mau sok jago lu hah?
RANDI
Ck... ternyata memang harus improvisasi.
DIMAS
Apaan sih? Yang jelas kalo ngomong!
RANDI
Gue ulang sekali lagi.
Randi mengayunkan kamus tebal itu dengan kedua tangannya kuat-kuat, menghantam wajah Dimas dengan kerasnya hingga dia jatuh tersungkur. Dipukulnya salah satu temannya tepat di ubun-ubun dan ditendangnya perut yang satunya lagi hingga jatuh terjengkang. Ketiganya mengerang kesakitan. Randi mendekati Dimas yang terbaring pusing.
RANDI
Gue...
Dipukulkannya kamus itu ke lengan Dimas.
RANDI
Nggak punya...
Giliran hidung Dimas yang kena hantam.
RANDI
Waktu!
Kali ini ditendangnya paha kakak kelasnya itu.
Perkelahian singkat itu terjadi di halaman sekolah yang cukup terbuka di waktu istirahat, sehingga murid-murid yang lalu lalang berhanti untuk menonton. Adrenalin menguasai Randi sekarang. Dia berteriak sekuat pita suaranya mampu.
RANDI
Arif! Turun lu sekarang juga! Kalo lu beneran jagoan, hadepin gue!
Murid-murid mulai membicarakan tingkah Randi yang terlihat di luar nalar ini.
MURID LAKI-LAKI #1
Itu Randi kan? Yang bikin bimbel ArRa? Ngapain dia? Terus itu Bang Dimas kan yang guling-guling di
tanah? Ini bukan candid camera kan ya?
MURID LAKI-LAKI #2
Wah, anak ini cari mati. Kalo nggak dibabat sama Arif, abis dia sama Pak Said ntar.
Sementara itu Arif mulai mendengar keributan dari dalam kelasnya dan keluar. Dilihatnya Dimas dan dua orang murid lain terkapar di halaman dan Randi yang berteriak-teriak memanggil namanya.
ARIF
Hei, apa-apaan nih?
RANDI
Keluar juga si anak papa! Turun lu, buktiin sini kalo lu emang jago! Lu liat sendiri Dimas udah gue libas. Sekarang giliran lu!
ARIF
Udah gila ini anak. Gue benerin otak lu sini.
Dengan satu komando dia turun dari kelasnya di lantai dua, diikuti teman-teman satu gengnya. Mereka lansung berlari menerjang Randi.
Randi berlari ke arah sebaliknya. Ini yang dia incar.
RANDI
Kalo lu mau ngabisin gue, lu harus tangkep gue dulu!
Arif dan gengnya pun terbakar emosi. Mereka mencoba mengejar Randi yang melejit melewati lorong sekolah. Tentu saja mereka tidak secepat Randi si atlet basket yang terlatih berlari menghindari penghadang.
Tanpa sadar mereka digiring Randi mendekati kantor kepala sekolah. Randi memastikan suaranya terdengar lantang dan jelas.
RANDI
Woi, Arif anak papa! Aduin gue sana sama bokap lu yang cabul itu!
ARIF
Kurang ajar! Kalo ketangkep abis lu!
Pak Said yang berada di dalam kantor kepala sekolah mendengar keributan itu dan keluar. Dilihatnya Randi yang berlari membawa kamus Bahasa Inggris dikejar oleh Arif dan kawan-kawannya. Tanpa berpikir dua kali dia ikut mengejar mereka.
PAK SAID
Berhenti kalian semua! Berhenti! Saya bilang berhenti!