INT. RUMAH PAK SAID - SORE (NOVEMBER 2007)
Flashback. Arin berada di ruang keluarga rumah Pak Said, menunggu Arif bersiap. Sambil menunggu, dia berjalan-jalan di ruangan yang cukup luas itu, mengamati mebel dan barang-barang koleksi Pak Said yang dipajang di sana.
Arin menemukan sebuah handycam yang diletakkan di rak. Dipastikannya tidak ada orang, lalu dinyalakannya. Ternyata baterainya masih banyak, nyaris penuh. Nampaknya jarang dipakai.
ARIN (V.O)
Gue iseng nyalain itu handycam dan gue taroh lagi di rak buat ngerekam gue ngajar Arif. Maksud gue, ini kan pengalaman pertama gue ngajar privat, gue pingin pelajari rekaman gue sendiri biar gue tau kekurangan gue.
Arin kembali duduk, dan sesaat kemudian Arif datang membawa buku pelajarannya. Mereka berdua lalu memulai tutoringnya.
Satu jam berlalu, dan tutoring pun selesai. Arif bergegas membereskan buku-bukunya dan pergi menuju kamarnya di lantai dua. Beberapa saat kemudian dia turun lagi, sudah mengenakan jaket kulit dan membawa helm full face.
ARIF
(berteriak)
Pa! Lesnya udah selese! Arif pamit mau ke acara ultah temen!
Tanpa menunggu jawaban dari ayahnya Arif pun pergi. Sesaat kemudian terdengar suara motor menyala dan menderu pergi dari garasi. Pak Said keluar dari kamar pribadinya dan duduk menemani Arin.
PAK SAID
Sudah selesai?
ARIN
Sudah, pak.
PAK SAID
Gimana Arif? Ada perkembangan?
ARIN
Menurut opini saya, Ar... Kak Arif sebetulnya cukup mudah untuk menerima pelajaran, jika dia fokus. Saya tidak menemukan kendala berarti ketika mengajarkan rumus-rumus atau menjelaskan konsep-konsep yang lebih rumit seperti limit, misalnya. Yang Kak Arif butuhkan adalah keinginan belajar. Maaf saya lancang dengan bicara seperti ini, Pak.
PAK SAID
Oh, tidak apa-apa. Justru saya senang. Kamu ternyata cukup awas dan memperhatikan orang yang kamu ajar. Bagus itu. Kamu perlu pertahankan dan tingkatkan.
ARIN
Baik, pak. Terima kasih nasihatnya.
Pak Said menggeser duduknya mendekati Arin, menempel padanya. Arin tersentak dan menggeser duduknya menjauh.
PAK SAID
Saya juga sudah lama memperhatikan kamu. Bukan hanya sejak kamu saya panggil ke kantor. Tapi semenjak kamu diterima di sekolah kita. Gadis berbakat seperti kamu, yang berhasil mendapatkan beasiswa penuh sampai lulus. Sekolah kita butuh orang seperti kamu.
Arin menelan ludah, perasaannya tidak karuan. Kedua tangannya mencengkeram erat pegangan tas ranselnya.
PAK SAID (CONT'D)
Saya... butuh orang seperti kamu.
Tangan kanan Pak Said membelai pipi Arin. Arin membeku dalam rasa takutnya. Tangan kiri Pak Said bergerak menyusuri paha Arin dan naik ke atas...
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Pak Said. Arin tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, tangannya bergerak secara spontan bagaikan refleks. Namun Pak Said malah tersenyum.
PAK SAID (CONT'D)
Selain cerdas, ternyata kamu juga tangguh. Benar-benar sempurna.
Pak Said menerjang ke arah Arin. Arin hendak berteriak, tapi tangan kanan Pak Said dengan cepat membekap mulutnya. Arin meronta sekuat tenaga tanpa membuahkan hasil karena tubuhnya ditindih badan Pak Said.
Tangan Arin yang bebas menggapai-gapai ke sembarang arah, berusaha mencari barang apapun yang bisa dijadikan senjata. Akhirnya tangannya berhasil meraih kaleng biskuit yang ada di meja. Dihantamkannya kaleng itu sekuat tenaga ke kepala Pak Said hingga penyok.
Pak Said mengerang kesakitan lalu terjatuh ke lantai. Dia memegangi kepalanya. Arin bangkit berdiri, matanya nanar.
ARIN (V.O)
Yang gue inget saat itu cuma gue langsung lari sekuat tenaga buat kabur dari rumah itu. Gue cuma punya satu kesempatan, dan gue harus pakai itu. Demi diri gue sendiri.