EXT. LAPANGAN BASKET - SORE (JULI 2007)
Pertemuan pertama ekstrakurikuler bola basket putra. Murid-murid berseragam olahraga nampak bermain basket. Randi dan Aryo sedang duduk di pinggir lapangan basket. Aryo mengencangkan tali sepatunya. Beberapa saat kemudian pelatih menyuruh mereka semua untuk berkumpul dan berbaris.
PELATIH BASKET
Selamat sore, semuanya! Ini adalah pertemuan pertama kita di ekskul basket semester ini. Tahun ajaran baru, semangat baru! Apalagi sekarang kita punya kapten baru, Dimas. Harusnya seperti itu. Tapi...
(membaca daftar anggota ekskul di clipboard yang dipegangnya)
...saya lihat basket kali ini tidak banyak diminati oleh murid kelas sepuluh. Hanya dua orang yang mendaftar? Coba, angkat tangan kalian, Aryo Bagaswara? Randi Grawira?
Randi dan Aryo mengangkat tangan mereka saat nama mereka dipanggil. Terlihat Dimas yang kaget melihat keberadaan mereka, ekspresi wajahnya geram.
PELATIH BASKET
Oke... Meski anggota barunya hanya kalian berdua bukan berarti kalian bakal saya anak emaskan. Kalian justru akan saya latih lebih keras, karena kalau kita ga bisa raih kuantitas, kita hajar balik pakai kualitas! Sekarang kita mulai pemanasan! Kalian semua lari keliling lapangan basket sepuluh kali putaran!
Anggota ekskul basket mulai berlari. Randi dan Aryo mengikuti para senior mereka dari belakang. Putaran demi putaran mereka lakukan. Pada putaran terakhir, Dimas memperlambat larinya hingga Randi berlari di sisinya. Dengan satu sentakan Dimas mendorong Randi dengan bahunya hingga terjatuh.
DIMAS
Oh, si penari. Pantes loyo.
(berjongkok di hadapan Randi)
Berani boong lu sama gue, ha?
Aryo mengulurkan tangan untuk membantu Randi bangkit.
DIMAS
Lu berdua gue kasih kesempatan mengundurkan diri. Kalau minggu depan gue masih liat kalian dateng latihan, gue bakal bikin kalian nyesel.
ARYO
Sebenernya kenapa lu ga pingin ada anak kelas sepuluh yang gabung basket?
DIMAS
Oke, gue bikin jelas sekalian: Sebagai kapten, gue ga mau ada pecundang kayak kalian di tim basket sekolah. Tahun ini piala turnamen regional harus gue dapetin, dan tim basket kita harus diisi sama anak-anak yang udah terlatih. Bukan anak bawang. Paham lu pada?
(berdiri, lalu menunjuk Randi dan Aryo)
Gue lagi bermurah hati. Masih untung lu pada nggak gue suruh joget di tengah lapangan.
PELATIH BASKET
(berteriak dari sisi jauh lapangan)
Hei, anak baru! Ngapain kalian berhenti?! Belum waktunya ngaso! Masing-masing tambah dua putaran!
Dimas berlari meninggalkan Randi dan Aryo. Dia mengira dirinya sudah berhasil mematahkan semangat Randi dan Aryo, tapi ekspresi wajah kedua anak itu menyatakan sebaliknya.