EXT. HALAMAN KANTOR PENYALUR TENAGA KERJA, DEMAK - SIANG (MARET 2002)
Ratusan orang berkerumun di tempat itu. Riuh rendah keluarga yang datang untuk mengantarkan dan melepas para TKI. BAPAK ARYO, IBU ARYO, dan ARYO berdiri di sudut, di bawah naungan pohon mangga yang rindang. Bapak yang fisiknya kurus tidak kuat berdiri lama di bawah sinar matahari langsung. Aryo berdiri dengan tenang, mulutnya asyik menyedot es teh di dalam bungkus plastik yang dipegangnya. Beberapa saat kemudian kerumunan calon TKI itu bubar. SEKAR datang menghampiri mereka.
Teks: 'Maret 2002'
SEKAR
Busnya sebentar lagi datang.
IBU ARYO
(merengkuh kedua tangan Sekar)
Kamu hati-hati di sana. Jaga makan dan kesehatanmu. Jangan lupa ibadah. Sering-sering kasih kabar untuk Ibu sama Bapak. Kalau telepon mahal, bisa kirim surat. Kalau ada masalah, cerita ya. Jangan sampe kamu merasa sendiri.
SEKAR
Iya, Bu. Sekar kan udah janji tadi pagi. Pokoknya nanti begitu sampe Sekar langsung kasih kabar. Ga usah khawatir, Bu, Pak.
Bapak mengangguk pelan. Kedua tangannya memegang bahu Aryo, anak bungsunya.
ARYO
Mbak Sekar pulangnya kapan?
SEKAR
(mengusap rambut Aryo perlahan)
Belum tahu, dik. Ini kan mbak juga baru akan ke tempat penampungan calon TKI di Jakarta, masih menunggu proses pemberangkatan ke Hongkong. Paling cepat mungkin lebaran tahun depan, tapi mbak juga nggak bisa janji.
ARYO
Lah, lebaran tahun ini aja kan masih lama? Ga bisa main bareng lagi dong...
SEKAR
(berjongkok agar wajahnya sejajar dengan wajah Aryo, tersenyum)
Yang sabar ya, dik. Kan kita tetep bisa ngobrol lewat telepon atau surat. Nanti kalau mbak udah kerja, kamu mau mainan atau jajanan apa bilang aja sama mbak, mbak beliin.
ARYO
Beneran? Kalau yang ini janji?
SEKAR
Iya, janji. Kalau mbak sudah punya gaji.
ARYO
(memeluk Sekar)
Yeeey!! Tapi... nggak usah ah. Gaji mbak Sekar ditabung aja. Aku kan udah nggak main mainan lagi.
SEKAR
(mengacak-acak rambut Aryo)
Adek mbak Sekar udah gede ya sekarang! Iya deh iya, tapi tawaran mbak tetep berlaku. Kalau butuh apa-apa, beli buku misalnya, bilang sama mbak.
Aryo mengangguk. Selepas pelukan Aryo, Sekar berdiri.
Dilihatnya mata Bapak berkaca-kaca. Mulutnya terbuka sedikit, seperti hendak mengatakan sesuatu, namun kemudian tertutup kembali. Sekar tersenyum lagi padanya, menanti.
BAPAK ARYO
Ma...Maafkan bapak ya, Nduk... Ini semua karena bapak ga bisa memberi nafkah untuk keluarga kita...
SEKAR
Jangan minta maaf, Pak. Ini bukan salah Bapak, memang sudah takdirnya begini. Sekarang Bapak fokus penyembuhan saja, jangan banyak pikiran yang macam-macam. Soal biaya biar Sekar yang pikirkan.
BAPAK ARYO
(memeluk Sekar)
Kamu memang dari dulu putri kebanggaan bapak...
Sekar tertegun sejenak, lalu membalas pelukan bapaknya. Matanya sudah tidak mampu membendung terjangan air matanya, yang kini sudah mengalir di kedua pipinya. Ditepuknya punggung bapaknya itu pelan-pelan.
SEKAR
Bapak harus sembuh! Ya?!
Bapak mengangguk kuat-kuat, senyumnya merekah. Keduanya saling pandang selama beberapa saat, mengafirmasi keteguhan masing-masing. Dua bus tiba di halaman itu. Salah satu staf mengumpulkan semua calon TKI dan mengumumkan pembagia tempat duduk menggunakan megafon.
Tiba waktunya berangkat, semua calon TKI antri untuk masuk ke dalam bus. Sekar melambaikan tangannya kepada keluarganya dari kejauhan. Aryo membalas lambaian tangan kakaknya itu kuat-kuat.
FADE TO BLACK