An Imperfect Marriage
7. 7. Rujuk

EXT. HALAMAN RUMAH VANIA - DAY

Mobil Rizal memasuki halaman rumah Vania dan berhenti di depan pintu utama. Rizal melepas seatbeltnya, lalu turun. Rizal dan Razaf berjalan ke arah pintu. Rizal memencet bel. Tidak ada sahutan. Rizal memencetnya lagi. masih tidak ada sahutan. Rizal memencetnya lagi.

Pintu terbuka. Vania muncul. Beberapa detik Rizal mematung di tempat. Ia terkejut melihat Vania yang tampak sangat cantik. Rizal kesulitan menelan salivanya sendiri. Ia mulai gugup. Perasaannya campur aduk, antara rindu dan takut. Razaf berlari memeluk Vania. 

RAZAF

Bunda.. aku kangen banget sama Bunda. Huhuhu... (terisak)

Vania hanya diam. Ia terus menatap Rizal. Meneliti Rizal dari kepala sampai kaki.

Razaf menengadahkan kepala. Ia sedikit menggoyangkan tubuh Vania, mencari perhatian.

RAZAF (CONT'D)

Bunda.. Bunda nggak papa, kan? Bunda kenapa bengong?

Vania menatap wajah Razaf yang sedikit sembab. Ia lalu duduk berlutut. Vania memeluk erat tubuh Razaf. Keduanya sama-sama menangis. 

RAZAF (CONT'D)

Bunda.. aku kangen Bunda.

VANIA

Bunda juga kangen sama kamu.

Budhe Amih berteriak dari dalam.

BUDHE AMIH

Ada tamu siapa, Van?

Budhe Amih keluar dan terkejut melihat Rizal. Raut wajahnya menunjukkan ketidak sukaan. Razaf melepaskan pelukan Vania. Ia lalu menghampiri Budhe Amih dan memeluknya.

RAZAF

Yangti..

Budhe Amih balas memeluk Razaf.

BUDHE AMIH

Razaf.. Kamu baik-baik aja, kan?

RAZAF

Iya, Yangti. Aku baik-baik aja, kok. Yangti kangen nggak sama aku?

BUDHE AMIH

Kangen, Nak. Yangti kangen banget sama kamu..

Budhe Amih lalu mencium pipi Razaf. Razaf cemberut dan mengusap pipinya.

RAZAF

Yangti.. Aku, kan, udah gede. Udah nggak boleh dicium..

BUDHE AMIH

Hahaha.. Iya, Yangti minta maaf. 

Budhe Amih mengelus rambut Razaf.

BUDHE AMIH

Udah, kamu masuk dulu sana sama Bunda. Yangti punya banyak ice cream di dalam.

RAZAF

Waah.. Beneran, Yangti? Asyikk.. Ayo Bunda. Aku mau makan ice cream.

Razaf menarik tangan Vania. Vania melepaskan tangan Razaf. Vania duduk mensejajarkan diri dengan Razaf, menatap Razaf dalam. Ia mengelus rambut Razaf dari samping.

VANIA

Zaf.. Kamu ambil ice creamnya sendiri aja, ya? Bunda mau bicara sama Ayah.

RAZAF

Hmm.. (berfikir). Okelah.

Razaf masuk rumah. Vania berdiri menghadap Rizal.

VANIA

Masuk dulu, Mas. Kita bicaranya di dalam aja. Biar lebih enak.

Rizal, Vania dan Budhe Amih masuk rumah.

INT. RUMAH VANIA - RUANG TAMU - DAY

Vania dan Rizal duduk berjauhan di sofa. Beberapa saat keduanya saling diam. Vania sibuk meremas jarinya. Sedang Rizal mengusir rasa gugup dengan menggerakkan kaki.

VANIA

Mas..

Rizal menatap Vania.

VANIA (CONT'D)

Apa Mas kesini untuk mengambil berkas perceraian kita? (sedikit ragu)

Rizal menarik nafas panjang.

RIZAL

Tidak, Van. Saya ingin pernikahan kita berlanjut.

Vania terbelalak. Ia kemudian menghampiri Rizal.

VANIA

Mas Rizal serius? Kita nggak jadi cerai?

Rizal mengangguk. Vania memeluk Rizal.

VANIA (CONT'D)

Hwaa.. Vania seneng banget, Mas.. Makasih banyak, ya.

Rizal mendorong tubuh Vania menjauh. Vania sedikit kaget. Ia lalu duduk di sebelah Rizal dengan perasaan khawatir.

RIZAL

Tapi maaf, Van. Saya butuh waktu untuk bisa menerima kondisi kamu. Apa kamu tidak keberatan?

Vania menghembuskan nafas lega.

VANIA

Enggak, Mas. Vania nggak keberatan sama sekali, kok. Vania bersyukur banget, karna kita nggak jadi cerai. (Beat) Mas Rizal tenang aja, Vania akan selalu di sisi, Mas. Vania nggak akan pernah ninggalin Mas Rizal. Vania akan menunggu sampai Mas bener-bener bisa menerima kondisi Vania.

EXT. HALAMAN BELAKANG RUMAH VANIA - NIGHT

Rizal sedang duduk di atas ayunan. Dia sedang melamun. Vania datang dengan membawa secangkir coklat hangat. Vania mengangsurkan cangkir di depan wajah Rizal. Rizal menatap cangkir di depannya dan beralih mendongakkan kepala melihat Vania. Ia lalu menerima cangkir itu.

VANIA

Boleh Vania duduk di sini?

Rizal berpikir sejenak, lalu mengangguk. Ia sedikit menggeser duduknya ke pojok. Vania paham bahwa Rizal ingin memberi jarak. Ia pun memilih duduk di pojok.

Rizal minum. Vania melihat ke arah Rizal sambil tersenyum.

VANIA (CONT'D)

Gimana rasanya, Mas? Enak?

Rizal melihat Vania sekilas, lalu mengangguk. Rizal dan Vania kini sama- sama menghadap ke depan.

VANIA (CONT'D)

Mas Rizal, tau.. Dari dulu sebenarnya Vania ingin terus terang sama Mas. Vania ingin jujur sama Mas, tentang penyakit Vania. Tapi Vania selalu takut. Vania takut Mas akan marah dan ninggalin Vania. Vania nggak mau itu terjadi, karna Vania sangat mencintai Mas. Vania nggak mau kehilangan Mas Rizal. (Beat) Vania egois ya, Mas? Maafin Vania ya, Mas..

Rizal tidak menanggapi.

VANIA (CONT'D)

Terima kasih ya, Mas.. Karna Mas bersedia hidup dengan Vania, setelah tau kekurangan Vania. Terima kasih, karna memilih untuk bertahan dengan Vania.

Rizal menoleh pada Vania. Keduanya kini berhadapan.

RIZAL

Saya minta maaf, Van.. Kemaren sempet ninggalin kamu.

VANIA

Mas Rizal nggak perlu minta maaf. Mas Rizal nggak salah. Vania yang salah, karna nggak jujur dari awal. Mas Rizal pasti kaget banget waktu itu. Vania ngerti kok, Mas.. 

Vania tersenyum. Rizal memalingkan wajah.

VANIA (CONT’D)

Emm.. Mas..

Rizal menoleh. Vania menatap Rizal dalam.Rizal salah tingkah.

VANIA (CONT’D)

Bisakah kita mulai semuanya dari awal? Bisakah mulai saat ini, kita saling terbuka? Vania nggak ingin kejadian kemaren terulang lagi. Vania takut kehilangan Mas Rizal.

Rizal mengangguk.

VANIA (CONT'D)

Terima kasih, Mas. (Beat) Apa Mas Rizal keberatan, jika sekarang Vania cerita tentang penyakit Vania?

RIZAL

Enggak, Van. Silahkan..

VANIA

Vania mulai kena penyakit ini itu pas umur delapan tahun. Setelah Vania lihat langsung, Papa, Oma, sama Opa dimutilasi. Pas waktu itu, rumah Vania di Surabaya dirampok. Setelah kejadian itu, kata Mama, Vania sering ngomong sendiri gitu. Sampek sering dikatain gila sama temen-temen. Akhirnya sama Mama, Vania diajak ke Jakarta, ketemu sama Tante Ia. Vania dulu tinggalnya di rumah Tante Ia. Jadi, Vania sering main bareng sama Mas Abi. Sampek akhirnya Vania sembuh, trus pindah ke rumah ini. Mas Abi juga ikut tinggal di sini. Mas Rizal tau.. Kamar yang dipake Razaf, itu dulunya kamar Mas Abi loh. Kalo nggak salah di sana masih ada beberapa barang Mas Abi, deh, kayaknya.

Rizal manggut-manggut mendengar cerita Vania.

RIZAL

Hubungan kamu sama Abi dulu gimana?

VANIA

Ha? Maksudnya?

Rizal kelabakan.

RIZAL

Eh, eh, maksud saya kamu sama Abi pasti deket banget ya..

VANIA

Iya, Mas. Vania udah nganggep Mas Abi kayak kakak Vania sendiri.

RIZAL

(Lirih) Oh.. Syukurlah kalo begitu.

VANIA

Apa, Mas?

RIZAL

Eh, anu.. Butuh waktu berapa lama kamu bisa sembuh?

VANIA

Oh.. Kalo yang pertama sih, tiga tahun Vania baru sembuh..

RIZAL

Pertama?

VANIA

Iya, Mas. Pas habis sembuh itu, Vania udah normal lagi. Sampek akhirnya waktu Mama meninggal itu, Vania kambuh lagi. Cuma pas yang terakhir ini, 6 bulan Vania udah sembuh.

RIZAL

Oh..

VANIA

Mas Rizal.. Vania boleh minta sesuatu, nggak?

RIZAL

Apa?

VANIA

Jika suatu hari nanti Vania kambuh, Vania minta Mas jangan ninggalin Vania lagi, ya. Dan jika saat Vania kambuh, tanpa sadar Vania menyakiti Mas Rizal, Vania minta Mas peluk Vania, tenangin Vania. Jangan balas menyerang Vania seperti yang Mas lakukan pada Mas Ramon. Karna kalo Mas nyerang balik, kita akan balas lebih kuat, karna merasa terancam. Mas Rizal mau, kan, nurutin permintaan Vania?

RIZAL

Hmm..

Rizal melihat jam tangannya, kemudian berdiri dan berjalan masuk.

RIZAL (CONT'D)

Saya masuk dulu, Van. Mau tidur.

Vania mengikuti Rizal.

VANIA

Vania juga mau tidur, Mas.

Rizal berhenti berjalan. Menoleh pada Vania.

RIZAL

Malam ini saya tidur di kamar Razaf, Van.

VANIA

Oh.. Iya, Mas. (nada kecewa)

Rizal berjalan masuk. Vania lalu berjalan ke kamarnya dengan langkah gontai.

INT. RUMAH VANIA - KAMAR RAZAF - NIGHT

Rizal duduk di tepi ranjang. Ia memikirkan ucapan Vania. Di sampingnya, Razaf sudah tertidur pulas. 

INT. RUMAH VANIA - KAMAR - NIGHT

Vania berbaring di tempatnya. Tangannya mengelus bantal Rizal.

INT. RUMAH VANIA - KAMAR RAZAF - NIGHT

Rizal berbaring di samping Razaf. Ia menghadap Razaf yang sedang tidur. Rizal mengelus puncak kepala Razaf.

INT. RUMAH VANIA - KAMAR - NIGHT

Vania tidur dengan memeluk bantal Rizal.

FADE OUT / FADE IN

INT. RUMAH VANIA - DAPUR - DAY

Vania dan Budhe Amih menata sarapan di atas meja. Razaf datang dengan seragam lengkap. Ia lalu duduk di kursi dan minum. 

Rizal datang lalu segera duduk di sebelah Razaf. Vania berjalan mendekati Rizal. Menuang air putih di gelas. Vania mengangsurkannya pada Rizal. Rizal minum.

Budhe Amih duduk di kursi. Vania berdiri di depan kursinya, menyendokkan nasi ke piring Rizal dan Razaf.

RAZAF

Bunda.. Pokoknya habis ini aku nggak mau tidur sama Ayah lagi. Ayah kalo tidur berisik.

VANIA

Berisik?

RAZAF

Iya, Bunda. Ayah ngigo terus..

VANIA

Hahaha... Mas Rizal sekarang suka ngigo?

Rizal tidak menanggapi. Ia memilih melanjutkan makan.

VANIA (CONT'D)

Ayah ngigo apaan, Zaf?

RAZAF

Kalo kemaren-kemaren Razaf udah lupa, Bunda. Kalo yang tadi malem, Ayah manggilin bunda terus. Razaf sampek nggak bisa tidur. (Razaf cemberut)

BUDHE AMIH

Loh? Semalam kamu masih tidur sama Razaf lagi, Zal.

Vania terkejut mendengar pertanyaan Budhe Amih. Ia lalu melirik Rizal.

RIZAL

Iya, Budhe.

BUDHE AMIH

Kenapa?

RIZAL

Itu, Budhe.. (terpotong)

BUDHE AMIH

Kamu masih takut sama Vania?

VANIA

Bukan begitu, Budhe. Mas Rizal hanya butuh waktu.

BUDHE AMIH

Mau sampek kapan, Van? Ini udah lebih dari seminggu, loh.

Rizal menghentikan sarapan. Razaf melakukan hal yang sama. Vania mengelus pundak Budhe Amih.

VANIA

Udah, Budhe, nggak usah dipermasalahin. Vania nggak papa, kok. (Beat) Mas, Zaf, sarapannya buruan gih, nanti telat.

Razaf mengangguk dan melanjutkan sarapannya. Rizal minum, lalu pergi.

VANIA (CONT’D)

Loh, Mas, nggak dihabisin?

RIZAL

Saya sudah kenyang.

Vania dan Razaf memutar kepala mengiringi kepergian Rizal. Budhe Amih menampakkan ekspresi jengkel.

VANIA

Budhe.. Hari ini Vania mau ke butik.

BUDHE AMIH

Oh iya, Van.

Semuanya lalu melanjutkan sarapan.

INT. KANTOR RIZAL - DAY

Rizal sedang sibuk memeriksa revisian laporannya. Danang masuk dan duduk di depan Rizal.

DANANG

Gimana, Zal, rasanya rujuk?

Rizal masih fokus melihat laporannya.

RIZAL

Biasa aja.

DANANG

Lo brarti udah nggak takut lagi sama Vania?

Rizal menatap Danang.

RIZAL

Kadang-kadang masih. Cuma gue belajar ngelawan. Kayak yang diajarin Diana.

DANANG

Oh.. Bagus itu. Lo harus terus berjuang ngelawan trauma lo. Biar lo bisa hidup merdeka. Terbebas dari trauma masa kecil lo. (Beat) Eh, Vania apa kabar? Dia nggak kenapa-napa, kan?

RIZAL

Dia baik-baik aja, kok. Emang kenapa?

DANANG

Enggak. Gue cuma pengen tau aja.

INT. BUTIK VANIA - DAY

Vania memasuki butiknya yang sedikit ramai. Pegawai yang melihat kedatangan Vania tersenyum ramah dan mengangguk hormat padanya. Vania balas mengangguk dan tersenyum terpaksa. Ia lalu berjalan menuju ruang kerjanya. Vania masuk ke ruangannya.

INT. RUANGAN VANIA - DAY

Vania duduk termenung menatap layar komputernya. Di telinganya ada earphone. Diana masuk dan berjalan menghampiri Vania. Diana memeluk Vania.

DIANA

Ya Ampun, Van.. Mbak kangen banget loh, sama kamu.

Vania melepas pelukan. Ia meneliti Diana dari atas sampai bawah.

DIANA (CONT’D)

Van, kamu baik-baik aja, kan?

Vania melepas earphonenya.

VANIA

Apa?

DIANA 

Kamu baik-baik aja, kan, Van?

Vania mengangguk. Diana memegang pundak Vania.

DIANA (CONT’D)

Yakin kamu nggak kenapa-kenapa?

Vania

Iya. Vania nggak kenapa-napa, kok. (sambil tersenyum)

DIANA

Oh, yaudah, kalo gitu mbak keluar dulu ya, Van. Masih ada kerjaan.

VANIA

Iya.

Diana berjalan keluar. Vania kembali memasang earphonenya. Tiba-tiba Vania merasa di jendela, ada seseorang yang sedang mengawasinya. Ia lalu menoleh dan berjalan mendekati jendela, namun ia tidak melihat siapapun.

Vania kembali duduk dan menatap layar komputernya.

EXT. JALANAN IBUKOTA

Kita melihat kepadatan Ibukota, dan waktu yang berjalan begitu cepat.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar