EXT. HALAMAN RUMAH VANIA - DAY
Mobil Rizal memasuki halaman rumah Vania dan berhenti di depan pintu utama. Rizal melepas seatbeltnya, lalu turun. Rizal dan Razaf berjalan ke arah pintu. Rizal memencet bel. Tidak ada sahutan. Rizal memencetnya lagi. masih tidak ada sahutan. Rizal memencetnya lagi.
Pintu terbuka. Vania muncul. Beberapa detik Rizal mematung di tempat. Ia terkejut melihat Vania yang tampak sangat cantik. Rizal kesulitan menelan salivanya sendiri. Ia mulai gugup. Perasaannya campur aduk, antara rindu dan takut. Razaf berlari memeluk Vania.
RAZAF
Bunda.. aku kangen banget sama Bunda. Huhuhu... (terisak)
Vania hanya diam. Ia terus menatap Rizal. Meneliti Rizal dari kepala sampai kaki.
Razaf menengadahkan kepala. Ia sedikit menggoyangkan tubuh Vania, mencari perhatian.
RAZAF (CONT'D)
Bunda.. Bunda nggak papa, kan? Bunda kenapa bengong?
Vania menatap wajah Razaf yang sedikit sembab. Ia lalu duduk berlutut. Vania memeluk erat tubuh Razaf. Keduanya sama-sama menangis.
RAZAF (CONT'D)
Bunda.. aku kangen Bunda.
VANIA
Bunda juga kangen sama kamu.
Budhe Amih berteriak dari dalam.
BUDHE AMIH
Ada tamu siapa, Van?
Budhe Amih keluar dan terkejut melihat Rizal. Raut wajahnya menunjukkan ketidak sukaan. Razaf melepaskan pelukan Vania. Ia lalu menghampiri Budhe Amih dan memeluknya.
RAZAF
Yangti..
Budhe Amih balas memeluk Razaf.
BUDHE AMIH
Razaf.. Kamu baik-baik aja, kan?
RAZAF
Iya, Yangti. Aku baik-baik aja, kok. Yangti kangen nggak sama aku?
BUDHE AMIH
Kangen, Nak. Yangti kangen banget sama kamu..
Budhe Amih lalu mencium pipi Razaf. Razaf cemberut dan mengusap pipinya.
RAZAF
Yangti.. Aku, kan, udah gede. Udah nggak boleh dicium..
BUDHE AMIH
Hahaha.. Iya, Yangti minta maaf.
Budhe Amih mengelus rambut Razaf.
BUDHE AMIH
Udah, kamu masuk dulu sana sama Bunda. Yangti punya banyak ice cream di dalam.
RAZAF
Waah.. Beneran, Yangti? Asyikk.. Ayo Bunda. Aku mau makan ice cream.
Razaf menarik tangan Vania. Vania melepaskan tangan Razaf. Vania duduk mensejajarkan diri dengan Razaf, menatap Razaf dalam. Ia mengelus rambut Razaf dari samping.
VANIA
Zaf.. Kamu ambil ice creamnya sendiri aja, ya? Bunda mau bicara sama Ayah.
RAZAF
Hmm.. (berfikir). Okelah.
Razaf masuk rumah. Vania berdiri menghadap Rizal.
VANIA
Masuk dulu, Mas. Kita bicaranya di dalam aja. Biar lebih enak.
Rizal, Vania dan Budhe Amih masuk rumah.
INT. RUMAH VANIA - RUANG TAMU - DAY
Vania dan Rizal duduk berjauhan di sofa. Beberapa saat keduanya saling diam. Vania sibuk meremas jarinya. Sedang Rizal mengusir rasa gugup dengan menggerakkan kaki.
VANIA
Mas..
Rizal menatap Vania.
VANIA (CONT'D)
Apa Mas kesini untuk mengambil berkas perceraian kita? (sedikit ragu)
Rizal menarik nafas panjang.
RIZAL
Tidak, Van. Saya ingin pernikahan kita berlanjut.
Vania terbelalak. Ia kemudian menghampiri Rizal.
VANIA
Mas Rizal serius? Kita nggak jadi cerai?
Rizal mengangguk. Vania memeluk Rizal.
VANIA (CONT'D)
Hwaa.. Vania seneng banget, Mas.. Makasih banyak, ya.
Rizal mendorong tubuh Vania menjauh. Vania sedikit kaget. Ia lalu duduk di sebelah Rizal dengan perasaan khawatir.
RIZAL
Tapi maaf, Van. Saya butuh waktu untuk bisa menerima kondisi kamu. Apa kamu tidak keberatan?
Vania menghembuskan nafas lega.
VANIA
Enggak, Mas. Vania nggak keberatan sama sekali, kok. Vania bersyukur banget, karna kita nggak jadi cerai. (Beat) Mas Rizal tenang aja, Vania akan selalu di sisi, Mas. Vania nggak akan pernah ninggalin Mas Rizal. Vania akan menunggu sampai Mas bener-bener bisa menerima kondisi Vania.
EXT. HALAMAN BELAKANG RUMAH VANIA - NIGHT
Rizal sedang duduk di atas ayunan. Dia sedang melamun. Vania datang dengan membawa secangkir coklat hangat. Vania mengangsurkan cangkir di depan wajah Rizal. Rizal menatap cangkir di depannya dan beralih mendongakkan kepala melihat Vania. Ia lalu menerima cangkir itu.
VANIA
Boleh Vania duduk di sini?
Rizal berpikir sejenak, lalu mengangguk. Ia sedikit menggeser duduknya ke pojok. Vania paham bahwa Rizal ingin memberi jarak. Ia pun memilih duduk di pojok.
Rizal minum. Vania melihat ke arah Rizal sambil tersenyum.
VANIA (CONT'D)
Gimana rasanya, Mas? Enak?
Rizal melihat Vania sekilas, lalu mengangguk. Rizal dan Vania kini sama- sama menghadap ke depan.
VANIA (CONT'D)
Mas Rizal, tau.. Dari dulu sebenarnya Vania ingin terus terang sama Mas. Vania ingin jujur sama Mas, tentang penyakit Vania. Tapi Vania selalu takut. Vania takut Mas akan marah dan ninggalin Vania. Vania nggak mau itu terjadi, karna Vania sangat mencintai Mas. Vania nggak mau kehilangan Mas Rizal. (Beat) Vania egois ya, Mas? Maafin Vania ya, Mas..
Rizal tidak menanggapi.
VANIA (CONT'D)
Terima kasih ya, Mas.. Karna Mas bersedia hidup dengan Vania, setelah tau kekurangan Vania. Terima kasih, karna memilih untuk bertahan dengan Vania.
Rizal menoleh pada Vania. Keduanya kini berhadapan.
RIZAL
Saya minta maaf, Van.. Kemaren sempet ninggalin kamu.
VANIA
Mas Rizal nggak perlu minta maaf. Mas Rizal nggak salah. Vania yang salah, karna nggak jujur dari awal. Mas Rizal pasti kaget banget waktu itu. Vania ngerti kok, Mas..
Vania tersenyum. Rizal memalingkan wajah.
VANIA (CONT’D)
Emm.. Mas..
Rizal menoleh. Vania menatap Rizal dalam.Rizal salah tingkah.
VANIA (CONT’D)
Bisakah kita mulai semuanya dari awal? Bisakah mulai saat ini, kita saling terbuka? Vania nggak ingin kejadian kemaren terulang lagi. Vania takut kehilangan Mas Rizal.
Rizal mengangguk.
VANIA (CONT'D)
Terima kasih, Mas. (Beat) Apa Mas Rizal keberatan, jika sekarang Vania cerita tentang penyakit Vania?
RIZAL
Enggak, Van. Silahkan..
VANIA
Vania mulai kena penyakit ini itu pas umur delapan tahun. Setelah Vania lihat langsung, Papa, Oma, sama Opa dimutilasi. Pas waktu itu, rumah Vania di Surabaya dirampok. Setelah kejadian itu, kata Mama, Vania sering ngomong sendiri gitu. Sampek sering dikatain gila sama temen-temen. Akhirnya sama Mama, Vania diajak ke Jakarta, ketemu sama Tante Ia. Vania dulu tinggalnya di rumah Tante Ia. Jadi, Vania sering main bareng sama Mas Abi. Sampek akhirnya Vania sembuh, trus pindah ke rumah ini. Mas Abi juga ikut tinggal di sini. Mas Rizal tau.. Kamar yang dipake Razaf, itu dulunya kamar Mas Abi loh. Kalo nggak salah di sana masih ada beberapa barang Mas Abi, deh, kayaknya.
Rizal manggut-manggut mendengar cerita Vania.
RIZAL
Hubungan kamu sama Abi dulu gimana?
VANIA
Ha? Maksudnya?
Rizal kelabakan.
RIZAL
Eh, eh, maksud saya kamu sama Abi pasti deket banget ya..
VANIA
Iya, Mas. Vania udah nganggep Mas Abi kayak kakak Vania sendiri.
RIZAL
(Lirih) Oh.. Syukurlah kalo begitu.
VANIA
Apa, Mas?
RIZAL
Eh, anu.. Butuh waktu berapa lama kamu bisa sembuh?
VANIA
Oh.. Kalo yang pertama sih, tiga tahun Vania baru sembuh..
RIZAL
Pertama?
VANIA
Iya, Mas. Pas habis sembuh itu, Vania udah normal lagi. Sampek akhirnya waktu Mama meninggal itu, Vania kambuh lagi. Cuma pas yang terakhir ini, 6 bulan Vania udah sembuh.
RIZAL
Oh..
VANIA
Mas Rizal.. Vania boleh minta sesuatu, nggak?
RIZAL
Apa?
VANIA
Jika suatu hari nanti Vania kambuh, Vania minta Mas jangan ninggalin Vania lagi, ya. Dan jika saat Vania kambuh, tanpa sadar Vania menyakiti Mas Rizal, Vania minta Mas peluk Vania, tenangin Vania. Jangan balas menyerang Vania seperti yang Mas lakukan pada Mas Ramon. Karna kalo Mas nyerang balik, kita akan balas lebih kuat, karna merasa terancam. Mas Rizal mau, kan, nurutin permintaan Vania?
RIZAL
Hmm..
Rizal melihat jam tangannya, kemudian berdiri dan berjalan masuk.
RIZAL (CONT'D)
Saya masuk dulu, Van. Mau tidur.
Vania mengikuti Rizal.
VANIA
Vania juga mau tidur, Mas.
Rizal berhenti berjalan. Menoleh pada Vania.
RIZAL
Malam ini saya tidur di kamar Razaf, Van.
VANIA
Oh.. Iya, Mas. (nada kecewa)
Rizal berjalan masuk. Vania lalu berjalan ke kamarnya dengan langkah gontai.
INT. RUMAH VANIA - KAMAR RAZAF - NIGHT
Rizal duduk di tepi ranjang. Ia memikirkan ucapan Vania. Di sampingnya, Razaf sudah tertidur pulas.
INT. RUMAH VANIA - KAMAR - NIGHT
Vania berbaring di tempatnya. Tangannya mengelus bantal Rizal.
INT. RUMAH VANIA - KAMAR RAZAF - NIGHT
Rizal berbaring di samping Razaf. Ia menghadap Razaf yang sedang tidur. Rizal mengelus puncak kepala Razaf.
INT. RUMAH VANIA - KAMAR - NIGHT
Vania tidur dengan memeluk bantal Rizal.
FADE OUT / FADE IN
INT. RUMAH VANIA - DAPUR - DAY
Vania dan Budhe Amih menata sarapan di atas meja. Razaf datang dengan seragam lengkap. Ia lalu duduk di kursi dan minum.
Rizal datang lalu segera duduk di sebelah Razaf. Vania berjalan mendekati Rizal. Menuang air putih di gelas. Vania mengangsurkannya pada Rizal. Rizal minum.
Budhe Amih duduk di kursi. Vania berdiri di depan kursinya, menyendokkan nasi ke piring Rizal dan Razaf.
RAZAF
Bunda.. Pokoknya habis ini aku nggak mau tidur sama Ayah lagi. Ayah kalo tidur berisik.
VANIA
Berisik?
RAZAF
Iya, Bunda. Ayah ngigo terus..
VANIA
Hahaha... Mas Rizal sekarang suka ngigo?
Rizal tidak menanggapi. Ia memilih melanjutkan makan.
VANIA (CONT'D)
Ayah ngigo apaan, Zaf?
RAZAF
Kalo kemaren-kemaren Razaf udah lupa, Bunda. Kalo yang tadi malem, Ayah manggilin bunda terus. Razaf sampek nggak bisa tidur. (Razaf cemberut)
BUDHE AMIH
Loh? Semalam kamu masih tidur sama Razaf lagi, Zal.
Vania terkejut mendengar pertanyaan Budhe Amih. Ia lalu melirik Rizal.
RIZAL
Iya, Budhe.
BUDHE AMIH
Kenapa?
RIZAL
Itu, Budhe.. (terpotong)
BUDHE AMIH
Kamu masih takut sama Vania?
VANIA
Bukan begitu, Budhe. Mas Rizal hanya butuh waktu.
BUDHE AMIH
Mau sampek kapan, Van? Ini udah lebih dari seminggu, loh.
Rizal menghentikan sarapan. Razaf melakukan hal yang sama. Vania mengelus pundak Budhe Amih.
VANIA
Udah, Budhe, nggak usah dipermasalahin. Vania nggak papa, kok. (Beat) Mas, Zaf, sarapannya buruan gih, nanti telat.
Razaf mengangguk dan melanjutkan sarapannya. Rizal minum, lalu pergi.
VANIA (CONT’D)
Loh, Mas, nggak dihabisin?
RIZAL
Saya sudah kenyang.
Vania dan Razaf memutar kepala mengiringi kepergian Rizal. Budhe Amih menampakkan ekspresi jengkel.
VANIA
Budhe.. Hari ini Vania mau ke butik.
BUDHE AMIH
Oh iya, Van.
Semuanya lalu melanjutkan sarapan.
INT. KANTOR RIZAL - DAY
Rizal sedang sibuk memeriksa revisian laporannya. Danang masuk dan duduk di depan Rizal.
DANANG
Gimana, Zal, rasanya rujuk?
Rizal masih fokus melihat laporannya.
RIZAL
Biasa aja.
DANANG
Lo brarti udah nggak takut lagi sama Vania?
Rizal menatap Danang.
RIZAL
Kadang-kadang masih. Cuma gue belajar ngelawan. Kayak yang diajarin Diana.
DANANG
Oh.. Bagus itu. Lo harus terus berjuang ngelawan trauma lo. Biar lo bisa hidup merdeka. Terbebas dari trauma masa kecil lo. (Beat) Eh, Vania apa kabar? Dia nggak kenapa-napa, kan?
RIZAL
Dia baik-baik aja, kok. Emang kenapa?
DANANG
Enggak. Gue cuma pengen tau aja.
INT. BUTIK VANIA - DAY
Vania memasuki butiknya yang sedikit ramai. Pegawai yang melihat kedatangan Vania tersenyum ramah dan mengangguk hormat padanya. Vania balas mengangguk dan tersenyum terpaksa. Ia lalu berjalan menuju ruang kerjanya. Vania masuk ke ruangannya.
INT. RUANGAN VANIA - DAY
Vania duduk termenung menatap layar komputernya. Di telinganya ada earphone. Diana masuk dan berjalan menghampiri Vania. Diana memeluk Vania.
DIANA
Ya Ampun, Van.. Mbak kangen banget loh, sama kamu.
Vania melepas pelukan. Ia meneliti Diana dari atas sampai bawah.
DIANA (CONT’D)
Van, kamu baik-baik aja, kan?
Vania melepas earphonenya.
VANIA
Apa?
DIANA
Kamu baik-baik aja, kan, Van?
Vania mengangguk. Diana memegang pundak Vania.
DIANA (CONT’D)
Yakin kamu nggak kenapa-kenapa?
Vania
Iya. Vania nggak kenapa-napa, kok. (sambil tersenyum)
DIANA
Oh, yaudah, kalo gitu mbak keluar dulu ya, Van. Masih ada kerjaan.
VANIA
Iya.
Diana berjalan keluar. Vania kembali memasang earphonenya. Tiba-tiba Vania merasa di jendela, ada seseorang yang sedang mengawasinya. Ia lalu menoleh dan berjalan mendekati jendela, namun ia tidak melihat siapapun.
Vania kembali duduk dan menatap layar komputernya.
EXT. JALANAN IBUKOTA
Kita melihat kepadatan Ibukota, dan waktu yang berjalan begitu cepat.