EXT. HALAMAN RUMAH RIZAL - DAY
(ESTABLISH) Halaman luas yang dipenuhi kerumunan orang yang sibuk berbincang. Kita berjalan pelan diantara kerumunan, diiringi gosip khas ibu-ibu desa.
IBU 1
Ya Allah, saakene Rizal kuwi. Bapakne wes gaono. Arep diramut sopo bocah kuwi. (Ya Allah, kasihannya Rizal. Ayahnya sudah meninggal. Siapa yang akan merawatnya nanti)
IBU 2
Rizal ki nasibe kok cek nelangsane. Iseh cilik wes ora duwe sopo-sopo. Mosok yo Mbahne gelem ngeramut? Wong biyen Kamid ra disetujoni. (Rizal itu naisbnya memprihatinkan. Masih kecil sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Apa mungkin neneknya mau merawatnya?. Dulu Kamid nikah, kan, tidak disetujui)
IBU 3
Cah kuwi kiro-kiro sawanen po ra, yo? Mari ndelok pakne dipateni mak ane. (Anak itu kira-kira trauma apa tidak, ya? Setelah melihat ayahnya dibunuh ibunya)
IBU 4
Aku maeng ketok cah kuwi mlayu-mlayu nyusul Pak RT, karo nanges gero-gero. Rumangsaku yo Santi ngamuk koyok biasae ngunu. Njebuse kok nemen, nganti mateni bojone dewe. (Aku tadi melihat anak itu lari menyusul Pak RT sambil menangis. Aku kira Santi mengamuk seperti biasanya. Ternyata kok parah, sampai membunuh suaminya)
(CU) Bendera kuning yang tertancap pada tiang rumah kayu kecil, yang kini dikelilingi garis polisi.
INT. RUMAH RIZAL - DAY
Sementara suara gosip ibu-ibu desa masih samar terdengar, kita lihat bagian dalam rumah Rizal. Tikar lusuh di bagian depan yang penuh dengan jajanan anak kecil berserakan, sebuah foto keluarga yang tergantung pada dinding kayu, dan sebuah kalender tahun 1995 dengan coretan pada tanggal 10 Oktober “Ulang Tahun Rizal ke-10”.
Masuk ke bagian dalam rumah, kita akan melihat 2 buah kamar berpintu sarung usang. Semakin ke dalam kita akan melihat amben bambu dengan dua baskom berisi tempe kering dan mie goreng di atasnya.
Di samping amben, ada sebuah meja dapur yang berisi satu baskom besar daging ayam, aneka bumbu dapur, dan sebuah cetakan tumpeng.
Di depan meja dapur, Kamid (39) terbaring kaku berlumuran darah di area perut, juga di lehernya ada bekas cekikan. Di sampingnya, Rizal (10) terisak pelan memeluk lutut dengan pandangan kosong.
Di pojok ruangan, Santi (38) berdiri dengan tangan di borgol. Matanya menyapu sekeliling dengan tatapan bingung. Di depannya 2 orang polisi sedang berbicara serius dengan Pak RT.
Pak RT
Ibu Santi itu mengidap Skizofrenia, Pak.
CUT TO.
MAIN TITTLE
FADE OUT/ FADE IN
INT. RUMAH VANIA - KAMAR - DAY
(CU) Handphone di atas nakas berdering. Tangan Rizal (36) meraba nakas, mengambil handphone, mematikan alarm. Rizal meletakkan ponsel di sampingnya. Ia kemudian duduk sebentar mengucek mata, lalu berdiri. Rizal meraih spidol biru dari atas nakas.
Rizal berjalan mendekati kalender 2021 yang tergantung. Menyilang hari ini (8 November) dengan spidol warna biru. Kita melihat di tanggal 13 November terdapat sebuah catatan kecil “ Ultah Razaf-10”. Rizal kemudian berjalan ke arah cermin, merapikan rambut sebentar, lalu ke kamar mandi.
INT. RUMAH VANIA - DAPUR - DAY
Vania (29) sedang memasak dengan Budhe Amih (50). Budhe Amih membuka dandang, lalu mengaduk nasi kuning. Budhe Amih mengambil sesendok nasi, dan mendekati Vania yang sedang memotong ayam dengan pisau besar.
BUDHE AMIH
Van, coba kamu cicipin ini.
Budhe Amih menyuapi Vania. Vania mengunyah nasi kuning.
Rizal masuk. Berdiri di samping meja makan sambil menarik kursi.
VANIA
Hmm.. (mengernyit mikir) udah pas, Budhe. Maknyus (mengacungkan pisau dan jempol)
Rizal berhenti menarik kursi. Tangannya menggenggam kursi erat. Ia terkejut melihat Vania. Nafasnya tersengal. Kepalanya mendadak pusing. Rizal mengedarkan pandangan sambil mengerjapkan mata. Ia memijat pelipisnya pelan.
Rizal kembali melihat ke arah Vania sambil mengerjap pelan.
DISSOLVE TO
INT. RUMAH RIZAL – DAPUR – FLASH BACK - DAY
Santi sedang mengacungkan pisau di leher Rizal (10). Rizal berjalan mundur ketakutan.
CUT BACK TO
INT. RUMAH VANIA – DAPUR – DAY
Rizal masih memijat pelipisnya. Tubuhnya mulai limbung. Kursi yang dipegangnya terjatuh. Rizal hampir terjatuh. Ia segera menyandarkan tubuh pada meja. Rizal memejamkan mata sambil menggeleng tak beraturan.
Budhe Amih dan Vania menoleh. Keduanya terkejut melihat keadaan Rizal. Vania meletakkan pisau dan mencuci tangannya, lalu berlari menghampiri Rizal. Vania mengelus pundak Rizal.
VANIA
Mas.. Mas.. Mas Rizal..
Rizal membuka mata. Ia melihat Vania, kemudian mendorong Vania menjauh. Vania kaget.
VANIA (CONT’D)
Mas Rizal kenapa? Sakit?
Rizal mengusap wajah kasar. Ia kemudian mengatur nafasnya.
Budhe Amih menyerahkan segelas air.
BUDHE AMIH
Minum dulu, Zal..
Rizal menerima gelas dari Budhe Amih, lalu meminum habis isinya. Rizal meletakkan gelas di atas meja. Ia lalu duduk di kursi lain. Budhe Amih menjauh, kembali melanjutkan memasak.
Vania mengangkat kursi yang jatuh, lalu duduk di sebelah Rizal. Vania mengelus pundak Rizal lembut.
VANIA
Mas.. Lebih baik hari ini Mas Rizal istirahat, aja, ya. Biar nanti Vania yang izinin ke Om Bram.
Rizal menyingkirkan tangan Vania dari pundaknya.
RIZAL
Saya baik-baik saja, Van. Saya masih bisa berangkat kerja.
VANIA
Mas Rizal yakin?
Rizal mengangguk.
VANIA
Oh, yaudah, kalo gitu Vania lanjut masak dulu, ya, Mas?
Rizal kembali mengangguk. Vania berdiri, lalu berjalan menuju tempatnya memotong ayam. Vania mengambil baskom, memasukkan hasil potongan ayamnya. Vania kemudian berjalan menuju wastafel, mencuci ayam.
RIZAL
Kamu hari ini masak apa, Van?
VANIA
Oh, ini, Mas, Vania masak nasi kuning. Sekalian latihan, buat ulang tahun besok. Soalnya, kan, udah lama nggak bikin, takutnya udah lupa. Iya, kan, Budhe?
BUDHE AMIH
Iya, Van. Eh, kita terakhir buat ginian, kapan ya? Pas itu bukan, tasyakuran kamu wisuda. Berarti udah 7 tahunan, ya..(Sambil memindahkan nasi pada bakul nasi )
Budhe Amih meletakkan bakul nasi kuning di meja panjang.
Vania selesai mencuci ayam. Ia berjalan mendekati kompor dengan membawa baskom.
VANIA
Bukannya terakhir buat waktu tasyakuran butik Vania? 4 tahun yang lalu.
Vania meletakkan baskom di meja panjang.
BUDHE AMIH
Oiya ya. Budhe sudah mulai pikun ternyata..
Budhe Amih dan Vania tertawa. Budhe Amih lanjut menumis sedang Vania mulai memanaskan minyak untuk menggoreng ayam. Vania menuangkan bumbu instan di atas ayam, lalu mengaduknya dengan spatula.
RIZAL
Emang ulang tahun Razaf harus dirayain? (dengan tampang datar)
Vania dan Budhe Amih menghentikan aktifitas mereka sejenak. Kompak menoleh ke arah Rizal. Keduanya menatap Rizal sengit.
RIZAL (CONT’D)
Eh, bukan begitu. Maksud saya...(ngegantung)
VANIA
Iya, Mas. Vania paham maksud Mas, kok.
Vania berjalan menghampiri Rizal. Duduk di depannya.
VANIA (CONT’D)
Cuma, kan, gini. Minggu depan, Razaf itu ulang tahun yang ke sepuluh. Kata Mama Vania, saat masuk usia sepuluh, seorang anak itu mulai masuk masa transisi, dari anak-anak menuju remaja. Lah, masa ini..
CUT TO
INT. RUMAH RIZAL - DAPUR – FLASH BACK - DAY
Kita melihat Rizal (10) duduk berhadapan dengan Kamid yang sedang menasehatinya.
KAMID
Sitik akeh kuwi nentuaken gedhene kowe bakal kepiye. Bapak ngadakno acara iki ora kok peh Bapak nduwe duwit akeh. Tapi Bapak mung pingin ndungaake kowe, Nang. Ben kowe selamet, uripmu berkah. Tapi yo Bapak ora iso ngadakno acara geden, Nang. Isoe Bapak mung ngeneki. (Sedikit banyak menentukan bagaimana masa depanmu. Bapak mengadakan acara ini, bukan karena bapak punya banyak uang. Bapak hanya ingin mendoakanmu, Nak. Agar kamu selamat, hidupmu berkah. Tapi Bapak tidak bisa mengadakan acara yang mewah. Bisanya yang seperti ini).
CUT BACK TO
INT. RUMAH VANIA - DAPUR - DAY
VANIA
Mas.. Mas Rizal (sambil mengayunkan tangan di depan Rizal) Kok malah bengong?
RIZAL
Eh.. Enggak, Van (tersadar dari lamunan)
VANIA
Mas Rizal mikirin apa, sih?
RIZAL
Enggak. Saya nggak mikirin apa-apa.
VANIA
Oh iya, Mas. Kata Om Bram, Mas habis dapat promosi jabatan. Itu beneran?
Rizal mengangguk.
VANIA (CONT'D)
Kok Mas Rizal nggak cerita ke Vania, sih?
RIZAL
Kenapa saya harus cerita ke kamu?
VANIA
Ya biar Vania tau aja sih, Mas. Trus juga kalo tau gini, kan, Vania bisa ngasih hadiah buat Mas.
RIZAL
Saya nggak butuh hadiah kamu.
Rizal berjalan pergi.
VANIA
(Teriak) Mas Rizal mau kemana?
RIZAL
Bangunin Razaf.
Vania melihat jam dinding, 06.00. Vania lalu berdiri dan melanjutkan kegiatan memasaknya.
BUDHE AMIH
Rizal tadi kenapa ya, Van? Kok, gemetaran gitu?
VANIA
Nggak tau, Budhe. Mas Rizal emang kadang gitu. Tiba-tiba gemetaran, ketakutan, cemas gitu..
BUDHE AMIH
Nggak kamu ajak ke psikolog, Van? Biar Konsultasi di sana.
VANIA
Udah sering, Budhe. Tapi nggak mau. Takut disangka gila katanya. Hahaha..