Keluarga Wu, hanya ukurannya lebih besar. Halaman Rumah Kepala Desa lebih luas dan ditumbuhi pohon mangga. Bima membuka pintu, lalu menahannya sambil menunduk hormat. Kepala Desa melangkah masuk duluan. Marie masih berdiri di teras rumah dengan tubuh gemetaran dan penuh lumpur. Kepala Desa menghadap ke Marie sambil tersenyum hangat.
KEPALA DESA
Silakan masuk, Marie.
Marie perlahan melangkah masuk ke dalam rumah. Ruang tamu Rumah Kepala Desa dipenuhi perabot dari kayu jati dan diselelilingi lampu minyak untuk menerangi ruangan. Selain itu banyak boneka kayu ukuran manusia dipajang di pojok ruangan. Meja kayu kaki pendek terletak di tengah ruangan. Di atas meja terdapat pot keramik berukir macan dari emas dan tas kayu Kepala Desa. Kepala Desan dan Marie berjalan menuju meja persegi panjang berkaki pendek di tengah ruangan. Bima menutup pintu. Kepala Desa duduk di ujung meja. Ia menunjuk ke sebelah serong kanannya.
KEPALA DESA (CONT'D)
Duduklah, Marie.
Marie tidak bergeming, berdiri dengan tubuh menggigil. Tatapannya kosong. Kepala Desa menghela napas.
KEPALA DESA (CONT'D)
Kau aman di sini. Duduklah.
Marie mengembuskan napasnya perlahan. Ia duduk di serong kanan Kepala Desa sambil menunduk.
KEPALA DESA (CONT'D)
Bima!
Bima setengah berlari berjalan ke arah Kepala Desa. Begitu jarak mereka sekitar dua meter, Bima merangkak.
KEPALA DESA (CONT'D)
Buatkan teh herbal untuk Marie.
Bima mengangguk, lalu ia merangkak mundur. Kemudian Ia setengah berlari ke belakang. Kepala Desa memandangi Marie. Marie menangis dalam diam, ia berusaha menahan dirinya agar tidak mengeluarkan suara tangis. Terdengar SUARA GERIMIS memenuhi keheningan.
Bima kembali lagi dengan baki dan cangkir dari tanah liat di atasnya. Asap mengepul dari cangkir itu. Bima meletakkan cangkir tersebut di atas meja perlahan. Lalu ia kembali menghilang dari peredaran.
Kepala Desa mendorong cangkir itu ke arah Marie.
KEPALA DESA (CONT'D)
Minumlah. Kau akan merasa lebih baik.
Marie menarik ingusnya.
MARIE
Terima kasih.
Marie duduk diam sambil menunduk, tidak menyentuh cangkir itu. Kepala Desa mengangkat alisnya setengah. Lalu ia menghela napas panjang.
KEPALA DESA
Apa yang kamu lakukan kepada Tony?
Marie langsung menoleh ke arah Kepala Desa, memandanginya kaget.
MARIE
B-bagaimana...
Kepala Desa mengembuskan napas panjang lagi. Ia meraih pot keramik di atas meja dan tas kayunya. Lalu, ia membuka tas kayunya yang berisi botol-botol berisi daun kering, kayu, dan cairan. Ia membuka botol-botol tersebut dan menuangkan isinya ke dalam pot keramik. Lalu, ia mengambil mortar dari dalam tas dan menguleknya. Marie menatap Kepala Desa bingung.
KEPALA DESA
Tampaknya Wu Kang belum memberi tahu tentang takdirmu.
Marie mengernyit.
MARIE
Maksudnya?
Kepala Desa mengambil belati dari dalam tas kayu. Ia mengangkat belati itu tinggi-tinggi di udara.
KEPALA DESA
Biar aku tunjukkan kepadamu.
Marie memiringkan kepalanya. Kepala Desa MERAPALKAN MATRA. Lalu ia menyayatkan tangannya. Darah di tangannya ia teteskan ke dalam pot keramik. Seketika muncul ASAP UNGU dari dalam pot keramik. Asap ungu membentuk BAYANGAN MARIE (F/17). Bayangan tersebut membunuh orang-orang. Terdengar SUARA ORANG-ORANG TERIAK MINTA TOLONG DAN MENJERIT KESAKITAN. Lalu, bayangan Marie terlihat meruntuhkan semua pohon di sekitarnya.
KEPALA DESA (O.S.) (CONT'D)
Ini adalah takdirmu ketika menginjak umur tujuh belas. Kekuatan gelap dalam dirimu akan memuncak. Lalu, Kamu akan membawa kiamat dengan membunuh semua makhluk hidup yang ada.
Marie memandangi asap ungu itu ngeri. Kepala Desa melirik ke arah Marie, lalu tersenyum kecil.
KEPALA DESA (CONT'D)
Tapi, kamu tidak perlu khawatir.
Kepala Desa kembali menengok ke atas, ke arah asap ungu. Asap ungu membentuk BAYANGAN GURU WEI (M/75)--berambut panjang dan dicepol setengah, dengan gaun panjang, dan jenggot panjang. Bayangan Guru Wei dan Bayangan Marie melakukan meditasi bersama.
KEPALA DESA (O.S.) (CONT'D)
Kalau kamu mencari pertolongan ke guru spiritual besar di Nusantara, kamu bisa menghindari takdirmu.
Dari dalam asap muncul sinar kuning. Lalu seketika asap ungu itu musnah bersama dengan redupnya cahaya kuning. Marie menatap Kepala Desa penuh harap.
MARIE
Jadi, kalau aku bertemu guru spiritual itu, dunia akan selamat? Dan orang-orang yang aku sayang tetap hidup?
Kepala Desa mengangguk.
KEPALA DESA
Ya. Menurut ramalanmu begitu.
Marie tersenyum lega. Tidak lama kemudian, wajahnya kembali tegang. Marie mengernyit.
MARIE
Tapi, siapa guru spiritual itu?
Kepala Desa mengusap-usap dagunya, berpikir.
KEPALA DESA
Aku hanya tahu ada satu guru spiritual besar di Nusantara. Namanya Guru Wei. Dia adalah guru yang membantu mengembangkan bakat meramalku. Berkat dia, aku bisa hidup di tengah masyarakat dengan aman. Dulu aku juga dikucilkan karena kemampuan meramalku.
Kepala Desa tersenyum pada Marie. Marie menggigit bibirnya, terlihat ragu.
MARIE
Dulu Pak Kepala Desa juga dicemooh seperti aku?
Kepala Desa mengangguk. Ia mendengus.
KEPALA DESA
Percayalah, kalau aku tidak bertemu dengan Guru Wei, aku rasa aku tidak akan berada di sini.
Marie terlihat penasaran.
MARIE
Kira-kira, beliau ada di mana sekarang?
Kepala Desa mengembuskan napas panjang. Ia menggelengkan kepalanya. Bahu Marie langsung melorot. Matanya kembali berkaca-kaca, siap menangis.
KEPALA DESA
Terakhir yang aku tahu, dia ada di Gunung Danirmala. Tapi aku tidak tahu lokasi tepatnya.
Marie membelalakan matanya. Ia lalu menengok ke Kepala Desa dengan ekspresi penuh determinasi.
MARIE
Aku akan ke sana! Aku harus ke sana! Aku tidak mau menyakiti keluargaku lagi, apalagi Tony.
Marie memandangi tangannya yang penuh lumpur. Lalu, Marie mengepalkan kedua tangannya. Marie berdiri dari tempat duduknya.
MARIE
Terima kasih, Pak Kepala Desa. Aku harus pulang sekarang. Aku harus menemui ayah.
Kepala Desa mengangguk dengan tenang. Marie pun berjalan keluar dari rumah dengan langkah besar-besar. Terlihat Kepala Desa tersenyum licik. Ia terkekeh.
KEPALA DESA
(menggumam)
Benar-benar lugu.