Terdengar SUARA BURUNG BERKICAU. Terlihat MARIE (F/15) sedang duduk bersila di depan meja kayu berkaki pendek dan menulis di atas daun lontar dengan pisau tulis dan tinta dari kemiri yang dibakar. Di depan Marie terdapat jendela yang terbuka lebar dan menampakkan pemandangan ke Rumah Keluarga Wu dan pekarangan.
Marie mengenakan Ao Dai berwarna merah. Rambut Marie berwarna hitam dan dicepol dengan tusuk rambut dari emas dengan hiasan bunga dari batu giok. Marie berdarah Tionghoa dengan kulit kuning cerah, mata dan wajah bulat, dan bibir tipis.
Rumah Kecil Marie hanya memiliki satu ruangan yang ukurannya 4x4 meter. Di belakang Marie terdapat kasur dengan kelambu yang bingkainya dari kayu jati. Di Sebelah kiri Marie terdapat meja rias dengan kaca ukuran kecil berbingkai ukiran kayu di atas meja rias. Di depan ranjang terdapat kendi berisi air bersih dan mangkuk dari seng. Sementara di seberang ranjang terdapat peti kayu berisi kain dan pakaian. Di kanan meja tulis Marie terdapat peti kayu berisi daun lontar, tinta, pisau tulis dan gambar.
MARIE (V.O.)
Musim hujan sudah hampir berakhir. Sebentar lagi aku berulang tahun kelima belas. Tapi hidupku tidak banyak yang berbeda.
Marie menghela napas. Lalu melihat ke luar jendela di depannya. Terlihat Rumah Keluarga Wu Baru beberapa meter dari tempatnya. Marie mencelupkan kuasnya ke tinta lagi, kemudian lanjut menulis.
MARIE (V.O.)
Aku tinggal terpisah dari ayah sejak papa menikah lagi dan Tony lahir tujuh tahun lalu. Katanya demi keselamatan.
(menghela napas)
Tapi aku tidak sedih. Kalau memang aku pembawa sial, mungkin lebih baik begini. Setidaknya di rumah kecil ini aku selalu bisa melihat pekarangan rumah dan melihat si pengantar sayur datang setiap pagi.
Marie menggigit bibirnya, menahan senyum.
GALIH (O.S.)
Sayur!
Marie berjengit kaget. Ia menengok ke luar jendela dan melihat GALIH (M/19) yang sedang meletakkan pikulannya ke tanah. Galih memiliki kulit berwarna gula jawa, dengan struktur wajah khas Melayu, rambut hitam dicepol. Ia mengenakan baju katun berwarna putih dengan lengan 3/4, celana selutut, dengan kain songket melingkari pinggangnya.
Galih menepuk-nepuk tangannya, menghilangkan debu di tangan. Lalu, Galih menoleh ke arah jendela Marie. Mereka beradu pandang beberapa detik. Wajah Marie memerah. Buru-buru Marie menunduk dan bersembunyi ke bawah meja.
TONY (O.S.)
(Riang)
Galih!
Marie merangkak keluar dari persembunyiannya dan mengintip lagi dari jendela. Terlihat wajah TONY (M/7) dan Galih di jendela. Marie terjengkang ke belakang dan kepalanya membentur tempat tidurnya.
Tony adalah keturunan campuran Tionghoa dan Melayu. Matanya bulat dan besar, bibirnya tebal, bentuk wajahnya lonjong, dan rambutnya hitam. Tony menenakan baju katun tanpa lengan berwarna kuning dengan celana katun selutut berwarna cokelat.
MARIE
(berteriak)
AW!
Marie mengelus-elus kepalanya.
MARIE
(meringis)
Tsk...
Galih dan Tony tertawa bersama. Wajah Marie memerah padam. Ia berdiri dan membanting tutup jendelanya.
Marie cemberut sambil menguburkan kepalanya ke dalam tangannya. Lalu terdengar SUARA KETUKAN dari luar jendela.
GALIH (O.S.)
Boleh buka jendelanya?
TONY (O.S.)
(memelas, manis)
Buka jendelanya, dong!
Marie mengangkat kepalanya perlahan. Matanya mengerling ke arah jendelanya perlahan sambil Marie menggigit bibirnya, ragu. Marie mengusap-usap dahunya, berpikir. Terdengar SUARA KETUKAN lagi. Marie berjengit kaget. Ia kemudian menghela napas, menenangkan dirinya. Lalu, Marie membuka jendela tersebut.
Terlihat Tony tersenyum lebar dan Galih tersenyum asimetris. Marie mengintip dari balik daun jendela, malu-malu.
GALIH
Halo! Aku Galih.
Marie memandang ke bawah, malu-malu.
MARIE
H-halo... Aku Marie.
TONY
Marie! Ayo kita bermain!
Marie membulatkan matanya, kaget. Lalu ia dengan cepat menggelengkan kepalanya.
MARIE
(panik)
Tidak. Aku tidak bisa bermain dengan kalian! Kalian bisa tertiban sial kalau kalian terlalu dekat denganku!
Galih mendengus mengejek.
GALIH
(sarkastik)
Kata siapa kau pembawa sial?
Marie menggigit bibirnya, terlihat berpikir. Marie tidak berani menatap Galih. Galih menaikkan sebelah alisnya, menantang.
MARIE
(suara pelan)
Kata ayah. Waktu aku lahir, banyak hewan yang mati, panen gagal, dan orang-orang desa sakit-sakitan atau meninggal. Kau tidak pernah dengar rumor tentang aku?
GALIH
Tentu saja pernah. Tapi aku tidak pernah percaya karena kau terlihat seperti orang yang baik.
Tony mengangguk-angguk antusias.
TONY
Selama ini keluarga kita juga sehat-sehat aja, tuh!
Marie meringis.
TONY
(memelas)
Ayolah! Keluar dan main dengan kita. Aku selalu ingin bermain dengan Marie Jie. Sebentaaaar aja.
Marie melirik ke Galih. Galih mengangkat sebelah alisnya, lalu mengedikkan kepalanya. Kemudian Marie melirik ke Tony. Tony terlihat memelas. Marie meringis.
MARIE
Maaf. Aku tidak bisa.
Bahu Tony langsung melorot. Tony cemberut dan matanya berkaca-kaca. Marie tidak berani menatap Tony. Ia meraih daun jendela dan hendak menutupnya, tapi tidak jadi. Tiba-tiba Wu Xin menangis keras-keras. Marie dan Lei terkejut.
MARIE
(panik)
Uh... J-jangan menangis, Tony.
Tony menangis lebih keras lagi. Marie pun tambah panik. Ia melihat-lihat di sekitarnya. Lalu ia melihat ke meja di bawahnya. Terlihat DAUN LONTAR, PISAU TULIS, dan TINTA di atas meja. Marie terlihat berpikir keras selama beberapa saat. Lalu, ia berjengit sambil tersenyum lebar, mendapat ide. Ia duduk di depan mejanya, lalu mengambil pisau tulis dan mencelupkannya ke tinta. Marie mulai menarikan pisau tulisnya di atas daun lontar.
Tony berhenti menangis. Ia berjinjit, mencoba mengintip apa yang dilakukan Marie, tapi tidak bisa. Kemudian ia menengok ke Galih. Galih menggelengkan kepalanya. Tidak lama kemudian, Marie menyodorkan gambar raksasa bertubuh gempal dan perempuan remaja kepada Galih dan Tony sambil tersenyum lebar.
MARIE
Ta-dah!
Tony dan Galih mendekatkan tubuhnya ke gambar Marie dan memperhatikannya baik-baik. Marie menjauhkan gambar itu dari wajah Galih dan Tony.
MARIE
Aku tidak bisa keluar dari ruangan ini dan bermain dengan kalian. Tapi aku bisa menceritakan kisah tentang Legenda Timun Mas. Apa kalian mau dengar?
Tony dan Galih saling bertatapan, tersenyum. Lalu mereka menoleh ke Marie.
TONY
Tentu saja!
Marie tersenyum semringah.