SUBLIMASI MELANKOLIA

Frustrasi ini nyaris membuatku dungu. Banyak hal tentang perasaan yang tak bisa aku ceritakan kepada tangis yang gugu. Namun, tangis tetap menghunjam tanpa ampun. Dan bayanganmu bersama lelaki yang saat ini kau cintai tetap mengalun. Seperti hatiku nyaris sekarat hanya karena cinta yang telah usang. Di hatimu, aku hanya bagian masa lalu yang tak perlu diulang.

Sebagaimana piringan rusak, dalam ingatanmu, tak tersisa satu pun memori yang pantas dikenang. Ah, rasanya ribuan duri tumbuh di hatiku dan hanya menunggu waktu hingga meregang. Aku menggigil dalam hampa, sementara kau melangkah dengan senyum yang tak lagi aku punya.

Kasih, benarkah kita tak lagi bisa bersama seperti dulu? Katamu, kau tak bisa hidup tanpaku? Kau bilang, cintamu tak pernah habis meski berkali-kali aku menyakiti. Aku tahu kau sudah muak atas sikapku yang setajam belati. Tanpa ampun menghabisi segala harap, lalu mati. Jika ada kesempatan sekali lagi, kupastikan tak akan menyakiti.

Malam ini, ingatan tentangmu menyeruak tanpa henti. Tak terbendung bak air bah yang membanjir di ambang pintu. Tak pernah kumengerti, kurangku seperti malapetaka bagi cinta yang telah lama kita hidupi. Kini, aku bertahan dengan sebutir harap, yang suatu saat nanti, mungkin, 'kan kau sambut dengan penuh ucap. Bahwa kau ingin merajut kembali benang kusut yang sama-sama telah kita cabik hingga hampir tak berbentuk.

Namun, aku sadar, angan hanyalah angan. Kau telah menemukan dermaga yang lebih tenang. Sedangkan aku, terombang-ambing di samudra kehilangan. Jika rindu ini adalah luka, maka namamu adalah sembilu yang menggoresnya tanpa jeda. Dan aku, aku hanya seorang pendosa yang berharap diberi kesempatan kedua.

Marion D'rossi

Mataram, 18 Februari 2025
Komentar
Rekwik
2
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)