Mamak saya sangat menyukai tanaman suplir dan rajin merawatnya. Potnya diletakkan mengelilingi teras rumah. Daun-daunnya yang rimbun hijau berjuntaian melewati tembok teras yang rendah. Tanah halaman di baliknya ikut menghijau begitu butiran-butiran hitam pada tepi daun atau sporanya--yang dijatuhkan angin--mulai tumbuh di situ.
Pada hari Jum&
#039;at sebelum mandi dan ke mesjid, batang lidinya yang hitam berkilat itu sesekali saya gunakan untuk mengeluarkan tanah dan kotoran dari kuku tangan dan kaki, tapi seringnya dengan belimbing wuluh, lebih mudah dan cepat bersihnya.
Entah mulai kapan pastinya Lolat ada di halaman rumah. Mamak yang pertama kali melihatnya. Pagi itu Lolat duduk manis di depan pintu teras. Ia diam dan tersenyum, tatapan matanya tampak ceria tanpa memelas. Tapi sekujur tubuhnya memang tampak kotor tak terawat.
Ia tampak lapar karena sudah berhari-hari tidak juga mau pergi jauh, lalu Mamak memberinya makan.
Perawakannya seperti anak anjing kampung biasa, tapi seiring hari berlalu ternyata panjang kakinya tetap saja segitu. Ia memiliki kaki pendek dan bertubuh kecil seperti pudel.
Ia tidak bertingkah iseng, melarikan sendal misalnya, ia hanya suka berlarian saja sambil sesekali menggonggong dan menjaga jarak dengan manusia. Mungkin itu yang membuat Mamak tak melarang saya saat memutuskan memeliharanya.
Ia ikutan berjemur di bawah cahaya matahari pagi saat menemani Mamak menjemur belimbing wuluh di atas bangku kayu tinggi.
Di Aceh belimbing wuluh dijemur dan digarami hingga kering dan digunakan sebagai pelengkap bumbu masak, dinamai asam sunti.
Di belakang rumah, setelah Mamak mengukur kelapa dan mengambil santannya, ia juga ikut makan ampas kelapa bersama ayam yang Mamak pelihara. Ia juga tidak menganggu anak ayam, ia baik.
Lalu saya membuatkan kandang kecil dari papan bekas untuknya dan meletakkanya di bawah pohon nangka di belakang rumah.
Pada pagi dan sore hari ia memang senang berada di situ. Ia senang mendengarkan riuhnya kicauan ratusan burung kacer yang sedang berkejar-kejaran di atas pohon nangka. Sesekali ia menengadah sambil berusaha berdiri dengan kedua kaki belakangnya, seakan-akan sedang ikutan terbang dan bermain dengan mereka.
Hingga pada suatu pagi ia tak ada di kandangnya. Saya sudah mencarinya hingga ke tepi sungai dan sawah. Mungkin, memang sudah keinginannya demikian, pergi begitu saja sebagaimana saat dulu ia datang.
*
Dan karena aku tak menemukan hal lain untuk ditulis, aku menyediakan diri sendiri sebagai subjek-- Montaigne, penulis Perancis, 1533-1593
*
Hanya dua tok kelakuannya yang membuat Samudra jengkel padanya....
https://m.kwikku.com/novel/read/kelap-kelip-kunang-kunang-di-telapak-tangan-dan-telapak-kaki-kami