Yang juga tidak diceritakan dalam novel kelap-kelip kunang-kunang

Waktu SMP, pernah sekali saya bersama tiga orang teman menelusuri sungai itu dengan ban dalam mobil truk dimulai dari bawah sebuah jembatan di jalan raya....
*

(Di tahun-tahun kemudian pada suatu malam saya diajak seorang teman ke jembatan itu, kami duduk di beton semen kepalanya lalu dia memetik gitar dan menyanyikan lagu Wind Of Change, Scorpions. Hanya untuk itu.

Belakangan baru saya tahu alasannya berbuat demikian, saya tertawa dan geleng-geleng kepala tentunya. Ternyata malam itu tanggal runtuhnya tembok berlin.

Jembatan itu memang dijadikan patokan perbatasan antara dua kampung. Nama kampungnya Lamteumen Barat dan Lamteumen Timur. Ada ada saja kelakuan teman saya itu, apa kaitannya dua buah kampung serta sebuah jembatan di jalan raya kota Banda Aceh dengan tembok berlin yang jauh di sana!)
*

.... Kami membayangkan diri kami atlet rafting arum jeram dengan perahu karetnya. Arus sungai sedang surut dengan derasnya karena baru hujan lebat. Tiga puluh menit berlalu dan semakin seru walaupun kulit lengan dan betis tergores-gores ranting pohon dan duri, dan ban dalam truk itu pun mulai kempes, lima belas menit kemudian barulah kami tiba di kampung kami dan naik ke daratan melalui jembatan dari batang pinang yang kelak dilalui Samudra bersama Gemala -- bab 23 memancing ikan suik di sungai yang dipenuhi batu nisan berukir.
*

Lalu aku mengajaknya ke seberang sungai. Perlahan dia meniti di belakangku sambil berpegangan pada seutas tali besar yang terentang di sepanjang jembatan yang dibuat dari tiga batang pohon pinang besar yang rapat dan rebah tak jauh di atas permukaan air.

Ketika aku sudah tiba di seberang, dia masih berada di tengah-tengah jembatan. Aku menunggunya di bawah pohon bakau.

"Yang di dalam air itu batu nisan juga, Dra?!" tanyanya kemudian begitu sudah berada di ujung jembatan. Dia merundukkan badan, memperhatikan batu-batu nisan yang teronggok tak beraturan di tempat-tempat tertentu di dasar tepian sungai.

"Sudah dibilang dari tadi kuburan orang jaman, masih juga nanya!"

"Yang ini bentuknya unik, Dra. Berukir dan ada tulisannya. Peninggalan dari jaman kerajaan ya, Dra?!"

"Jadi mancing, nggak?!"

Cepat-cepat aku berjalan ke balik semak-semak, dan Gemala menyusul dengan agak berlari sambil tertawa. Tidak lama kemudian kami tiba di pohon bakau besar itu. Aku segera naik ke akarnya dan mengeluarkan sebuah paduk pancing plastik dari tas pinggangku. Gemala menyusul, lalu berdiri di sebelahku.
1 Komentar
Rekwik
29
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (1)
lama gak masuk kwikku...jd lupa Man. Ini aku jd akun batu kayaknya
Balas
2 bulan 5 hari lalu
ha ha...typo tuh...
2 bulan 6 hari lalu
Gawat tuh...ntar dijadiin batu asah sama Paman Gober! Hehehe