Disukai
0
Dilihat
4
Sonata Bagian ke 17, Harapan dan Keluarga Kecilnya
Puisi

Description

Kumpulan puisi yang saya sendiri sebut Sonata.

Puisi ini memiliki 5 larik, dimana di tiap akhir larik selalu berkaitan dengan judul. Puisi ini memiliki berbagai variasi genre, tidak hanya genre tertentu saja.

Sengaja saya acak urutannya supaya lebih membuat penasaran.

Saat ini "Harapan dan Keluarga Kecilnya” adalah bagian ke 17 dari Sonata.

(*)

Aku tidak tahu,

Awan mendung dalam kecemasan ku seringnya menghitam,

Lalu bagaimana jika aku memiliki keluarga kecil,

Dan aku harus bertanggung jawab dibarengi dengan semua langit-langit kelabu itu?

Aku tidak mau mereka tersambar petir yang diciptakan oleh jiwaku,

Lalu hangus dan sayangnya tidak bisa mati namun terus tersiksa,

Ucapnya.

Dan itulah tentang keseharian harapan dan keluarga kecilnya pada suatu masa.

(**)

Aku...

Belum bertempur lukaku sudah terbayang dalam benakku.

Entah ketakutan atau trauma apa,

Aku tidak tahu.

Luka yang ada dalam benakku itu tidak menyakitkan,

Tetapi aku berani bersumpah ketakutan dan kematian pun akan tunduk bersujud padanya,

Dan ketika ia tiba,

Aku berani menjamin,

Harapan dan keluarga kecilnya hanya tinggal kenangan saja.

(***)

Malam kematian,

Akankah saat ini engkau akan menjemput ku?

Tetapi engkau mengabaikan,

Begitu pula ketika kutanya saat pagi, siang maupun sore,

Dinihari ketika semua terlelap pun aku coba menanyakan,

Tentu hal yang sama,

Tetapi engkau lagi dan lagi mengabaikan,

Hingga tiba-tiba engkau berkata,

"Kau urus saja harapan dan keluarga kecilnya yang masih berharap dan tinggal di lubuk hari-harimu."

(****)

Yang kalah berperang belum tentu jahat,

Yang menolong orang sulit belum tentu orang baik,

Tetapi fitnah telah membolak-balik kenyataan,

Kita terlalu menjadikan segalanya hitam putih,

Di dunia yang sebetulnya amat beragam warnanya ini.

Dan karena pemahaman tersebut,

Kini paduan hitam dan putih sedang mengawan di atas kepala kita,

Sang kelabu mengitari mereka,

Yang adalah kita,

Yaitu harapan dan keluarga kecilnya.

(*****)

Aku berani berkata,

Bahkan makhluk rendahan pun tidak layak diperlakukan rendah,

Karena mulanya kita adalah jiwa-jiwa sejajar yang,

Mencari dhamma untuk langkah ke depan,

Untuk mencari dan kembali kepada NYA,

Jadi jika ujungnya kita sama-sama kembali,

Mengapa kita saling menyombongkan diri?

Tak ingatkah kalian kerajaan yang dimuliakan itu,

Tempat harapan dan keluarga kecilnya sampai sekarang terlena akan kesalahpahaman dan ketidaktahuan?

Suka
Favorit
Bagikan