Puisi 1: Hujan di Jendela Kaca
Hujan membasahi kaca jendela,
seperti air mata yang tak pernah berhenti jatuh.
Kenangan kita, tetes demi tetes,
mengalir deras, meluap tak tertahankan.
Janji-janji manis, kini sirna ditelan waktu,
tersisa hanya luka yang menganga di dada.
Cinta yang dulu membara, kini menjadi abu,
terhembus angin, meninggalkan rasa hampa.
Kau pergi tanpa kata, tanpa pamit,
meninggalkan aku sendiri dalam kesunyian.
Hatiku remuk, bagai kaca yang pecah berantakan,
tak mungkin lagi utuh, seperti sedia kala.
Hujan masih turun, membasahi pipiku,
campur aduk dengan air mata yang tak terbendung.
Aku merindukanmu, namun aku juga membencimu,
karena kau telah menghancurkan duniaku.
Semoga suatu hari nanti,
luka ini akan sembuh,
dan aku bisa kembali tersenyum,
tanpa bayang-bayangmu lagi.
Puisi 2: Bayanganmu di Cermin
Di cermin, aku melihat bayanganmu,
bayangan yang samar, namun begitu nyata.
Senyummu, tatapan matamu,
semuanya masih terukir di memoriku.
Namun, senyum itu kini terasa pahit,
tatapan itu menusuk kalbu bagai duri.
Kau telah pergi, meninggalkan luka yang dalam,
luka yang mungkin tak akan pernah sembuh.
Aku mencoba melupakanmu,
menghapus bayanganmu dari pikiranku.
Namun, setiap kali aku menutup mata,
wajahmu selalu muncul, menghantuiku.
Aku terjebak dalam lingkaran setan,
antara rindu dan benci, antara harap dan putus asa.
Kapan aku bisa bebas dari belenggu ini?
Kapan aku bisa melupakanmu dan memulai hidup baru?
Puisi 3: Bunga Layu di Taman Hati
Bunga-bunga indah di taman hatiku,
kini layu dan mati, tak bernyawa lagi.
Kau telah merenggut keindahannya,
meninggalkan duri yang menusuk kalbu.
Cinta kita, yang dulu begitu indah,
kini hanya tinggal kenangan yang menyakitkan.
Harapan-harapan yang dulu membuncah,
kini hancur berantakan, tak tersisa apa-apa.
Aku berjalan di taman hatiku yang sunyi,
dikelilingi bunga-bunga layu yang tak bersemangat.
Aku merindukan keharumannya,
keindahannya, dan keceriaannya.
Namun, aku tahu, semuanya telah hilang,
tak akan pernah kembali seperti sedia kala.
Aku hanya bisa menerima kenyataan pahit ini,
dan belajar untuk hidup tanpa cintamu.
Puisi 4: Jejak Kaki di Pasir Pantai
Jejak kaki kita di pasir pantai,
kini terhapus oleh ombak yang datang silih berganti.
Seperti cinta kita, yang dulu begitu indah,
kini lenyap ditelan waktu yang tak berujung.
Kita berjalan bersama di tepi pantai,
berjanji untuk selamanya bersama.
Namun, janji itu hanya tinggal janji,
tak lebih dari sekadar kata-kata kosong.
Ombak menerjang, menghancurkan istana pasir,
yang kita bangun dengan penuh cinta dan harapan.
Aku terdampar sendirian di pantai sepi,
menatap lautan yang luas dan tak bertepi.
Aku mencoba mencari jejak kakimu,
namun semuanya telah hilang tak berbekas.
Hanya tinggal kenangan yang menyayat hati,
dan luka yang tak kunjung sembuh.
Puisi 5: Senja di Ujung Jalan
Senja menyapa, langit berwarna jingga,
seperti luka hatiku yang masih berdarah.
Matahari tenggelam di ufuk barat,
menandakan berakhirnya hari yang penuh duka.
Aku berjalan sendiri di ujung jalan,
menatap senja yang begitu indah, namun menyedihkan.
Kenangan kita berputar di pikiranku,
mengingatkanku pada cinta yang telah sirna.
Aku mencoba mencari arti dari semua ini,
mengapa cinta kita harus berakhir seperti ini?
Apakah ada kesalahan yang telah kuperbuat?
Atau memang takdir kita memang berbeda?
Senja semakin gelap, malam pun tiba,
menutupi luka hatiku dengan selimut kesunyian.
Aku berharap, suatu hari nanti,
aku bisa menemukan kembali cahaya di dalam hatiku.
*****