Apakah kamu akan memberikan Novel ke ?
Berikan Novel ini kepada temanmu
Masukan nama pengguna
Blurb
"Mak, Raden izin ka Jakarta. Nanti kalau sudah tuntas, Emak jemput Raden di rusun dekat jembatan tiga Jakarta Barat ya!" tutur Raden, mengingat ibunya yang selalu antusias hendak berkunjung ke Jakarta, sekadar untuk menemuinya.
Kampung Antapraja, Cimanggu, 1998 telah menjadi syahid atas perjuangan Hang Raden Fuaad, putra tunggal Karsa Lim dan Hang Tasifah. Bermula dari kemelaratan semata membuatnya enggan berikhtiar untuk mendapatkan beasiswa setingkat sekolah menengah atas dari pondok pesantren, bahkan jauh lebih memilih mengikut bapanya membabati rumput di ladang tetangga yang berjarak satu kilometer dari rumah sebagai pesuruh juragan untuk memiara lembu. Hingga pada suatu fajar di hari selasa kliwon, menjelang keberangkatan Putri Kadira ke Jakarta, juragan sempat menawarkan Raden untuk mengikutnya merantau, menimba ilmu dan petuah beragama di Jakarta. Raden yang menyetujuinya lantas berbenah dengan cakap dan memulai aktivitasnya sebagai 'calon santri' dari Pondok Pesantren Salafiyah yang tenar pada masanya.
Dua tahun menimba ilmu di sana, mulai terdengar desas-desus jikalau pondok tersebut akan dialih fungsikan menjadi gedung bertingkat dari perusahaan stasiun TV nasional. Raden lantas dipenuhi dengan angkara murka, ia menghadap kyai, pemimpin pondok sambil berceloteh panjang. Hanya bersisa 100 hari baginya untuk memperjuangkan pondok tersebut sebelum tanahnya benar-benar dibabat habis. Ikhtiarnya pun dimulai, meskipun bapanya harus melepas kepergiannya ke suralaya, alam bhuana agung sehari setelah mengungsi di daerah Tangerang Selatan bersama dengan Putri Kadira. Waktunya yang semakin cepat, 98 hari, dimulai dengan begitu banyak keringat yang berapi-api demi sejumlah uang dua ratus juta rupiah dalam kompetisi pencak silat nasional untuk menggantikan tarif pajak pembangunan Pondok Pesantren Salafiyah.
Kisah perjuangan ini juga tak melulu perkara luka di kulit, kaki berkelukur dan cucuran peluh di dahi. Melainkan besertakan nelangsa dan kemasygulan hati yang tak kunjung terobati. Tragedi Trisakti dan Kerusuhan Massal 13-15 Mei 1998 telah menanamkan bekas luka terdalam.
Penasaran? Ayo baca ceritanya!
© 2023 Gwen Annabel
Find me on Instagram, @gwxeen
Kampung Antapraja, Cimanggu, 1998 telah menjadi syahid atas perjuangan Hang Raden Fuaad, putra tunggal Karsa Lim dan Hang Tasifah. Bermula dari kemelaratan semata membuatnya enggan berikhtiar untuk mendapatkan beasiswa setingkat sekolah menengah atas dari pondok pesantren, bahkan jauh lebih memilih mengikut bapanya membabati rumput di ladang tetangga yang berjarak satu kilometer dari rumah sebagai pesuruh juragan untuk memiara lembu. Hingga pada suatu fajar di hari selasa kliwon, menjelang keberangkatan Putri Kadira ke Jakarta, juragan sempat menawarkan Raden untuk mengikutnya merantau, menimba ilmu dan petuah beragama di Jakarta. Raden yang menyetujuinya lantas berbenah dengan cakap dan memulai aktivitasnya sebagai 'calon santri' dari Pondok Pesantren Salafiyah yang tenar pada masanya.
Dua tahun menimba ilmu di sana, mulai terdengar desas-desus jikalau pondok tersebut akan dialih fungsikan menjadi gedung bertingkat dari perusahaan stasiun TV nasional. Raden lantas dipenuhi dengan angkara murka, ia menghadap kyai, pemimpin pondok sambil berceloteh panjang. Hanya bersisa 100 hari baginya untuk memperjuangkan pondok tersebut sebelum tanahnya benar-benar dibabat habis. Ikhtiarnya pun dimulai, meskipun bapanya harus melepas kepergiannya ke suralaya, alam bhuana agung sehari setelah mengungsi di daerah Tangerang Selatan bersama dengan Putri Kadira. Waktunya yang semakin cepat, 98 hari, dimulai dengan begitu banyak keringat yang berapi-api demi sejumlah uang dua ratus juta rupiah dalam kompetisi pencak silat nasional untuk menggantikan tarif pajak pembangunan Pondok Pesantren Salafiyah.
Kisah perjuangan ini juga tak melulu perkara luka di kulit, kaki berkelukur dan cucuran peluh di dahi. Melainkan besertakan nelangsa dan kemasygulan hati yang tak kunjung terobati. Tragedi Trisakti dan Kerusuhan Massal 13-15 Mei 1998 telah menanamkan bekas luka terdalam.
Penasaran? Ayo baca ceritanya!
© 2023 Gwen Annabel
Find me on Instagram, @gwxeen
Tokoh Utama
Hang Raden Fuaad
Ulasan kamu
Ulasan kamu akan ditampilkan untuk publik, sedangkan bintang hanya dapat dilihat oleh penulis
Apakah kamu akan menghapus ulasanmu?
Disukai
0
Dibaca
47
Tentang Penulis
Gwen Annabel L. Tobing
-
Bergabung sejak 2023-05-09
Telah diikuti oleh 8 pengguna
Sudah memublikasikan 1 karya
Menulis lebih dari 254 kata pada novel
Rekomendasi dari Drama
Novel
Jawara 98 Hari
Gwen Annabel L. Tobing
Novel
SI ANAK BUNGSU
Melysa Dwi Anggraeni
Cerpen
Sebuah perjalanan hidup pria
rohmat yazid nashiruddin
Novel
Saranghaeyo
Karin dan Arum
Skrip Film
Cinta Kesatria Gadis Puitis
Safitri
Cerpen
AKU, RIMA & SAHABATKU
Adam rusali
Cerpen
Persahabatan dan Obsesi
adinda pratiwi
Novel
Dosen Misterius Buronan Mahasiswa
Bond Monosta
Novel
Perfect Mistakes
Bentang Pustaka
Skrip Film
Mom War
Rika Kurnia
Flash
Masih Pantaskah Kau Kupertahankan
Yutanis
Novel
Hari Bersama Raka
Mittah Latif
Novel
HANDSOME SPOTTED
Tazkiatul
Flash
Aku Bungkam
Lisnawati
Novel
Doremi Almamater
M. Rafi Augryan
Rekomendasi