Mitsaqan Ghalidza yang terucap telah mengubah jalan hidupku. Menjadi istri Gus Fikri, lelaki tampan nan karismatik dengan segudang ilmu agama, adalah karunia Tuhan yang paling aku syukuri. Aku bahagia. Merengkuh indahnya cinta dan merasakan limpahan kasih sayang dalam kehangatan keluarga.

Namun bahagia tak selamanya. Prahara hadir bak petir menyambar-nyambar. Menghantam mahligai pernikahan yang masih seumur jagung. Rumah tangga surgawi yang didamba hancur berantakan. Diterjang dahsyatnya badai fitnah dan ganasnya gelombang adu domba. Yang tak ayal, menyulut prasangka dan amarah ketiga keluarga besar. Hingga akhirnya menekan dan memaksa Gus Fikri mengambil keputusan besar. Yang disesalinya seumur hidup.

Langit runtuh. Duniaku hancur berkeping-keping. Bagiku, pangeranku, Agus Fikri Al-Mustanir, bukan hanya suamiku. Dia adalah duniaku. Guru kehidupanku. Belahan jiwaku. Cahaya mataku. Juga surga, yang teramat aku rindukan. Tuhan, bagaimana aku melanjutkan hidup setelah ini? Inikah takdir cinta yang Kau tuliskan untukku? Mengapa berat sekali?