"Kamu suka nonton apa?"
"Drakor..."
"Dasar ngga nasionalis. Penghianat bangsa!"
"Kamu suka nonton apa? Sinetron Indonesia? Dasar otak belibet, kaya benang kusut!"
Mereka saling ledek. Meski Iko tak suka nonton sinetron, dan meski ucapan Nina masih ada kelanjutannya "... drama Jepang, drama Thailand, film hollywood, bollywood, film Indonesia. Apapun yang bagus" yang tak sempat terucap akibat interupsi kilat Iko.
Sebetulnya Iko tak suka kehaluan Nina yang menurutnya lebih terfokus pada aktor yang tak bisa ia gapai, dibanding teman pria di dekatnya yang jelas-jelas real. Mengaku-ngaku pacar mereka seperti gadis bodoh. Yang pasti akan membuat Nina langsung mengeplak kepalanya bila sampai mendengarnya.
Dibanding masalah aktor, mari kita bahas soal jalan cerita. Drakor yang jelas jumlah episodenya, membuat alur ceritanya terarah. Bukan sinetron yang jumlah episodenya ratusan dan tak kelar-kelar. Karena kalau format sinetron Indonesia jelas seperti drama korea, jepang, dll, bukan mustahil karya anak bangsa itu bisa bersaing dan ikut mendunia. Nina mengoceh pada Iko yang Iko balas dengan mengorek telinga kanannya dengan jari kelingking seolah tak peduli.
Nina memberengut, berpaling dari Iko membiarkan cowok itu melakukan sesukanya.
Dan tiba sebuah hari dimana ia yang datang tak diundang akan menyaksikan di pemilik rumah menjadi 'The real penghianat bangsa'
Di layar televisi yang mereka tengah saksikan itu, ditayangkan live pertandingan badminton semifinal, antara Man Double Korea, duo Kim, melawan MD Indonesia, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan.
Raut-raut tegang tampak di wajah Iko dan Nina menyaksikan pertandingan set ke 3, pertandingan hidup dan mati menuju final.
Pasangan Korea terus menekan pasangan Indonesia, melancarkan smash-smash kerasnya. Hendra dengan ajaib kemudian membuat pukulan defens serang balik yang diakhiri Ahsan depan pukulan smash yang berhasil membobol pertahanan lawan.
Bola masuk! Wooooooahhh! Iko dan Nina refleks Tos keras kegirangan. Berikutnya, keduanya yang tersadar mendadak jadi terdiam kaku. Nina menarik wajahnya kembali menyaksikan pertandingan. Iko memiringkan kepalanya menggoda Nina.
"Apa-apaan ini? Bukannya kamu dukung opa-opa Korea itu? Apa kamu pensiun jadi PENGHIANAT BANGSA?' Iko sengaja menekankan 2 kata terakhirnya. Nina mendelik mencibir Iko. Ia tak mau sakit kepala, jadi ia membiarkan si bo*oh itu dan kembali sibuk menonton. Tak tahu kalau tontonan orang yang ia sebut bo*oh itu sudah beralih jalur dari yang semula. Iko tersenyum simpul menatap Nina.
Sesungguhnya ia tak terkejut sama sekali, soal Nina yang selalu mendukung para atlet Indonesia melawan siapapun itu. Ia mengenal gadis itu dengan sangat baik. Hanya saja untuk bisa terus menggodanya, ia jelas membutuhkan bahan, bukan?