"Tari! Tari!"
Mereka terus saja memanggilku begitu, padahal aku bukan dia. Aku tidak mungkin bisa menjadi seperti dia.
Dia itu begitu bersinar. Begitu hangat. Semua orang tertuju padanya. Dia adalah pusat kehidupan dunia ini.
Dengan adanya dia, manusia tahu hari-hari dan masa yang telah lalu.
Jelas tidak mungkin itu aku.
Ah, apalagi lengkung warna-warni itu. Ia tampak begitu indah dan mempesona. Hanya melihatnya saja, aku merasa tak percaya diri.
Mereka amat cocok. Hanya dengan sedikit percikan bening yang lembut, mereka tampak serasi di sana.
Apalah aku ini yang hanya terlihat di kejauhan. Kadang tampak, kadang tenggelam dalam luasnya semesta.
Jadi jelas salah bila mereka terus memanggilku seperti itu.
"Hei, Tari!" Suara itu tegas memanggilku.
Aku sudah bosan mereka terus saja salah memanggil namaku.
"Kenapa kalian selalu memanggilku Matahari? Aku ini hanya sebuah Bintang!" tegasku.
"Apa kau lupa, kalau Matahari itu adalah Bintang?"
"Jangan terus mengelak, Tari! Tanpamu, aku tak mungkin ada!" Kali ini Pelangi turut berbicara.
"Tapi, aku...."
"Tidak ada tapi-tapian! Ayo kembali ke posisimu! Kami semua membutuhkanmu!"
"Bersinarlah, Matahari!"