Suhu membeku di bawah kaki, menusuk ke dalam bot, tempat radang dingin mengancam jemari. Namun, Tito terus menetak bongkahan es tanpa peduli, di salah satu danau metana penuh cincin hijau yang tersebar di Cekungan Kanada. Pemanasan global mulai mengungkap raksasa tidur di bawah ibun abadi.
Raksasa inilah yang sedang ia gali sekarang.
“Pukulan terakhir!” serunya, membebaskan gas mengandung kehidupan ratusan tahun menyembur dari lubang. Tito pun terpental dan meluncur hingga menabrak gigir danau.
“Virus-virusku!” Ia bangkit membawa tabung untuk membendung metana transparan bercampur materi organik kehijauan, tetapi tubuhnya lantas mengejang. Matanya memantulkan kengerian di hadapan. Sosok itu berwujud gelap dengan lubang mata kosong dan senyum legam menyeringai. Belum sempat otaknya mencair, si makhluk menelannya dalam asap hitam hingga lenyap tanpa jejak kehidupan. Bau gosong menguar. Tawa geli terdengar dari balik teki yang menyembunyikan seorang pria. Sisa penyamaran rebas dikibas-kibas dengan trengginas.
“Ha. Ilmuwan bodoh! Raksasa yang kumaksud tempo hari bukanlah virus purba-Terimalah persembahan hamba, Yang Mulia!” Si pengikut setia menjura pada teror akhir zaman yang baru saja dibangkitkan. Akhir dari jebakan.
“Persis.” Hidung makhluk itu kembang-kempis. “Aroma busuk keserakahan manusia seperti masa lalu,” sesapnya tajam.
“Memento.”