"Aku butuh berita," ucap Alex tergesa sekaligus mendesak. Andi yang sedari tadi sedang duduk termenung dengan segelas cokelat panas masih mengepul di depannya, menoleh, dingin, sekaligus datar.
"Aku sudah mengatakannya. Aku punya," jawab Andi tegas. Satu sungging senyum terangkat dari sudut bibirnya. Sinis.
"Cepatlah, Kawan, tunjukkan padaku!" pekik Alex, antara senang sekaligus cemas.
"Sabar. Kamu hanya butuh sedikit tenang. Berita utamamu tak akan lari ke mana-mana."
Alex mengerutkan dahi, "Maksudmu, beritamu sekitar sini? Maksudku daerah sini?"
"Lebih dekat dari perkiraanmu, Kawan. Coba masuk ke kamarku. Sudah tahu, 'kan, tempatnya?"
Alex semakin mengerutkan dahi. Ia kian tak paham.
"Masuk saja, nggak usah sungkan," ujar Andi.
"Maksud kamu apa?" tanya Alex masih dalam keadaan bingung. Namun, ia mencoba mengikuti intruksi sahabatnya itu. Ia berjalan ke arah pintu kamar yang tidak terkunci. Membukanya perlahan dan terkejut: seorang perempuan tertelungkup hampir bugil dengan darah tergenang. Masih baru, merah segar.
Alex segera menoleh ke arah belakang, tambah terkejut, wajahnya langsung pucat. Andi tengah berdiri dengan sebilah samurai siap ditebaskan.
"Apa ----"
Tak ada kelanjutan kalimat Alex, kecuali kepalanya yang menggelinding, darah memancar dari batang lehernya. Tubuh itu, kemudian ambruk.
"Pergilah kalian ke neraka sama-sama, Sampah. Memangnya aku nggak tahu apa yang kalian lakukan di belakangku?"
Andi tertawa, ia gegas meninggalkan tubuh buntung Alex.
Garut, 06 April 2021