Pertemuan itu membuatku kembali pada sebuah masa lalu. Oh, kekasih gelapku, datanglah walau sekejab. Biarkan rasa rinduku merandek membuat lingkaran yang semu. Membuat bayang-bayang yang sulit untuk dilupakan. Membiarkan sang malam mematuki sang fajar. Membiarkan matahari menjilati malam menjadi pagi yang cerah. Merubah hari kemarin menjadi hari ini.
"Sayang, temeni aku yuk." kata Rianti, istiku.
“Aku capek, Rianti, aku lelah. Seharian penuh kau menyuruhku mengantarkanmu.”
“Sudahlah, sayang. Sekali ini saja. Aku mau belanja di mall.”
Itu memang kata-kata merayumu padaku. Kau selalu saja mengeluarkan jurus matimu. Kau mengecup bibirku dengan lembut.
Ku rebahkan diri di sebuah kasur kecil. Dalam lelah sepulang mengantar bos besar yang sering kujilat dengan kata sayang itu, aku malah mengingatmu, kekasih gelapku. Ya, aku mengingatmu, Miranda.
Mungkin istriku tidak tahu kalau aku sering menemui perempuan lain di luar. Aku benar-benar tidak bisa melupakan Miranda. Seorang gadis cantik berkulit putih. Berbudi bahasa baik dan sangat sopan. Ku harap istriku tidak tahu kalau aku selingkuh.
Hari ini aku ingin menemui Miranda, kekasih gelapku. Diam-diam aku sudah menjalin hubungan dengannya selama empat bulan, tanpa diketahui istriku. Itu memang yang kuharapkan. Ku harap dia benar-benar tidak tahu kalau aku selingkuh dengan perempuan lain.
Café Blackbrother seperti biasa dinaungi orang-orang elit dari kalangan menengah ke atas. Rinai hujan membasahi pelataran, membuat genangan-genangan air hujan di sebagian badan jalan. Aku menunggu Miranda sambil menikmati secangkir kopi hangat. Meneguknya beberapa kali seraya menyulut beberapa rokok putih. Mengepulkan asapnya hingga membuat lingkaran-lingkaran semu. Aku melirik arloji di pergelangan tanganku. Sudah lima belas menit berlalu. Mataku sesekali mengarah ke arah pintu café. Memastikan Miranda hadir dengan senyuman manis.
Mendadak saja jantungku bergemuruh kencang tidak menentu. Rasanya mau meledak dan pecah bekeping-keping. Aku melihat Rianti bersama laki-laki lain masuk tanpa tedeng aling-aling. Mereka bergandengan dengan mesra dan hangat. Mataku mengawasi gerak-gerik mereka hingga duduk pada sebuah bangku paling pojok. Perasaanku serasa hancur berkeping-keping.
“Sialll!!! Istriku juga selingkuh!!!”
Aku merasa sesak di dadaku hingga pandanganku menjadi gelap.