Flash Fiction
Disukai
0
Dilihat
210
SATU MALAM UNTUK BERTINDAK
Aksi

Damar berdiri di tepi atap gedung yang tinggi, mengawasi keramaian di bawah. Udara malam itu dingin, dan suara sirene polisi berpadu dengan kebisingan kota yang tak pernah tidur. Setelah bertahun-tahun meninggalkan dunia mata-mata, kehidupannya kini terasa hampa, dan rasa penyesalan menggelayuti pikirannya. Tidak ada yang lebih sulit bagi seorang mantan agen seperti Damar untuk menghadapi kenyataan bahwa ia sudah tidak berdaya lagi.

Namun, panggilan telepon dari seorang teman lama mengubah segalanya. Sandi, seorang mantan rekannya di agensi, terdengar panik dan terbata-bata. “Damar, mereka sudah menculikku. Mereka tahu tentang rencana kita! Kau harus membantu.” Damar merasa rasa sakit di dadanya. Sandi adalah satu-satunya orang yang masih bisa ia percayai setelah kehilangan segalanya.

Damar segera meraih tas punggungnya yang sudah lama tidak terpakai. Di dalamnya tersimpan perlengkapan yang biasa digunakan: senjata, alat pengintai, dan catatan penting yang memberinya petunjuk. Meski merasa ragu dan cemas, ia tahu bahwa ini adalah saatnya untuk bertindak.

Segera setelah merapikan peralatannya, Damar melompat dari atap ke atap, menggunakan keterampilan yang telah lama tidak ia praktikkan. Kota yang dulunya menjadi teman dan musuhnya kini seperti medan perang. Di bawahnya, lampu-lampu neon berkelap-kelip, dan sekelompok pengunjung bar bersenang-senang, tak mengetahui bahaya yang mengintai.

Setelah berpindah dari atap ke atap, Damar akhirnya tiba di gedung yang menjadi tempat persembunyian organisasi gelap yang telah menculik Sandi. Dia merasakan ketegangan yang mengalir di dalam tubuhnya. Dengan percaya diri, ia memasuki gedung melalui pintu belakang yang tidak terkunci.

Gedung itu gelap dan sunyi. Hanya suara detak jam dinding yang mengganggu ketenangan. Ia menyelinap melalui lorong-lorong, mendengarkan setiap suara yang datang dari kamar-kamar sebelah. Beberapa kali, ia melihat para pengawal berpakaian hitam, tetapi ia berhasil menghindar dari mereka dengan licik.

Akhirnya, Damar menemukan ruangan yang tampaknya menjadi pusat kegiatan organisasi tersebut. Ia mengintip dari celah pintu dan melihat Sandi terikat di kursi. Di sekelilingnya, ada tiga orang pria berbadan besar yang terlihat sangat berbahaya. Jantung Damar berdebar kencang. Ia tahu bahwa ia tidak bisa langsung menyerang mereka dengan terburu-buru.

Dengan cepat, Damar meraih alat pengintainya dan melemparkan granat asap ke dalam ruangan. Asap putih menyelimuti ruangan, menciptakan kebingungan di antara para penjahat. Dalam kekacauan itu, Damar masuk dan menyerang dengan cepat. Ia menendang salah satu dari mereka, membuatnya terjatuh ke tanah.

Dua orang lainnya terkejut dan berbalik, tetapi Damar sudah bergerak cepat. Ia menggunakan keberanian dan teknik bertarung yang telah dilatih selama ini untuk mengalahkan mereka satu per satu. Dalam hitungan detik, kedua pria itu terjatuh di samping rekannya yang tergeletak di lantai.

Setelah berhasil menghadapi ancaman langsung, Damar segera bergegas menuju Sandi. Dengan cepat, ia membuka ikatan di tangannya. “Kau baik-baik saja?” tanyanya khawatir. “Ya, terima kasih. Aku tahu kau akan datang,” jawab Sandi dengan lega.

Namun, mereka tidak punya banyak waktu. Damar dan Sandi mendengar suara langkah kaki mendekat. “Kita harus keluar dari sini!” Damar berseru, dan mereka segera berlari menuju pintu keluar. Dengan cepat, mereka melintasi lorong-lorong gelap, tetapi di ujung lorong, mereka terhalang oleh sekelompok pengawal yang baru tiba.

Damar tidak punya pilihan lain. “Ikuti aku!” teriaknya, sebelum melompat ke jendela yang terbuka. Mereka terjun bersama ke halaman belakang gedung. Meskipun tubuh mereka terasa berat, semangat mereka tidak luntur.

Di luar, Damar melihat sebuah mobil van parkir. Tanpa ragu, ia dan Sandi melompat masuk ke dalam. Damar segera menyalakan mesin dan menginjak pedal gas, meninggalkan tempat tersebut dengan cepat. Namun, mobil pengawal organisasi itu segera mengejar mereka.

Sandi berkeringat, tetapi Damar tetap fokus. Dengan keterampilan mengemudinya yang terasah, ia berpindah dari jalur satu ke jalur lainnya, berusaha menghindar dari serangan para pengejar. “Damar, di belakang!” teriak Sandi ketika pengawal mendekat dengan senjata di tangan.

Damar menginjak gas lebih dalam, meluncur melalui jalanan yang penuh lubang dan tikungan tajam. Di tikungan terakhir, ia melihat peluang. Dengan cepat, ia membelokkan mobil ke jalan kecil yang berkelok, dan mobil pengejar tidak bisa mengikuti.

Setelah beberapa menit berlalu, Damar akhirnya berhasil menghindari mereka. Ia menghela napas lega, tetapi tahu bahwa ancaman belum sepenuhnya hilang. “Kita harus mencari tempat aman,” ucapnya saat ia mengarahkan mobil ke arah pinggiran kota.

Mereka berhenti di sebuah garasi tua yang sudah lama tidak terpakai. Damar mengunci pintu dan menyalakan lampu. “Kita perlu merencanakan langkah selanjutnya,” katanya. Sandi terlihat khawatir, tetapi ada ketegasan di wajah Damar. “Aku tidak akan membiarkan mereka menghancurkan kita lagi.”

Selama berjam-jam, mereka merencanakan strategi dan mencari tahu siapa yang berada di balik penculikan. Dengan panduan dari catatan lama yang ditemukan Damar di tasnya, mereka menyusun rencana untuk menghancurkan organisasi itu dari dalam.

Keesokan harinya, mereka berangkat dengan misi baru. Damar menyamar sebagai pekerja baru di organisasi penculik. Ia dapat memasuki markas mereka dengan mudah, tetapi kali ini, ia tidak akan menunggu di luar. Dengan Sandi menyamar sebagai teknisi, mereka berhasil mendapatkan akses ke ruang kontrol pusat.

Di sana, mereka menemukan informasi berharga mengenai rencana besar organisasi untuk menciptakan kekacauan di kota. Damar merasakan kemarahan yang menyala dalam dirinya. Mereka tidak hanya menculik Sandi, tetapi juga merencanakan sesuatu yang jauh lebih besar.

Saat mereka mengumpulkan semua bukti, mereka menyadari bahwa waktu mereka hampir habis. Damar dan Sandi melarikan diri dari markas, tetapi kali ini, mereka bertekad untuk menghentikan ancaman tersebut. Dengan strategi yang telah mereka buat sebelumnya, mereka kembali ke markas organisasi untuk melakukan penyerangan.

Damar memimpin serangan, menggunakan semua keterampilan yang pernah dipelajari. Ia berhadapan dengan pemimpin organisasi dalam sebuah pertarungan yang mematikan. Suara tinju dan tendangan saling bersahutan. Damar tidak hanya berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk semua orang yang telah menjadi korban penculikan.

Akhirnya, setelah pertarungan yang panjang dan melelahkan, Damar berhasil mengalahkan pemimpin organisasi. Dengan napas terengah-engah, ia berdiri di atas tubuh lawannya, merasakan kepuasan dan kebebasan yang telah lama hilang. Sandi berlari menghampirinya dan memeluknya dengan penuh rasa syukur.

Seluruh organisasi akhirnya hancur berantakan, dan dengan dukungan pihak berwenang, Damar dan Sandi berhasil membawa berita tentang kejahatan tersebut ke publik. Mereka menjadi pahlawan di mata masyarakat, tetapi bagi mereka, makam kegelapan itu adalah pelajaran berharga.

Dengan kepergian malam dan kebangkitan baru, Damar dan Sandi tahu bahwa meski mereka telah menyelamatkan satu orang, masih banyak orang lain yang membutuhkan bantuan mereka.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Aksi
Rekomendasi