Flash Fiction
Disukai
0
Dilihat
368
Memory
Drama

“Nela, kamu kenapa?”

Satu kalimat yang terus menerus mengusik pikiran gadis tomboy tersebut. Tidurnya terasa tak nyenyak, matanya serasa tak ingin terpejam bahkan untuk sedetik pun. Nyeri hebat di kepalanya, serasa membuat kepalanya mau meledak. Fakta pahit yang tidak bisa gadis itu terima, membuatnya makin mencengkeram guling tidurnya keras-keras.

“Kay, gua keknya gabisa ikut liburan dulu deh bareng ama yang lain”

Memori 3 bulan lalu berputar lagi di dalam pikirannya. Layaknya kaset usang yang sudah rusak, memori itu samar-samar ngeplay kembali. Memori yang sebenarnya gadis itu tak ingin ingat kembali.

— 3 bulan yang lalu —

“Lah emang kenapa dan Nela, tumben banget kaga biasanya lu” sambil membenarkan topinya yang mau terembus angin, gadis tomboy itu melongok ke arah temannya.

“Yahh, ga ada apa-apa si lagi ga mood aja. Plus, gua juga lagi kaga ada duit buat liburan. Ntar gua malah jdi yang puasa sendiri gimana coba ahahaha” guyonnya sambil memainkan rambut panjangnya.

“Gausa sok sungkan gitu kalik, ntar gua cover masih bisa tau. Kan kita dah bestie dari lama juga” rangkulnya menyakinkan temannya yang sedari tadi menunduk menatap tanah.

“Tapi beneran Kay, gua lagi gabisa ini…ada alasan lain juga yang gua gabisa jelasin ke lu..”

“Hmmmm, ada masalah apasi Nela?”

“Ahahaha ga ada apa-apa kok Kay, seriusan deh. Kalo mau main ama yang lain duluan aja kapan-kapan gua nyusul kalo pas bisa”

Tiba-tiba hp berdering dari salah satu saku kedua cewe tersebut. Diangkatnya hp itu, dan terlihat notifikasi pesan WhatsApp yang masuk.

“Kayla, si Nela jadi ikut ga nih? Udah mau dipesenin ni tiketnya ama Christine.”

Kayla menatap ke arah temannya yang sedari tadi terlihat tidak seperti biasa. Seolah-olah ada sesuatu yang begitu besar dan berat sedang dibawa di kedua bahu temannya tersebut.

“Lu yakin beneran gabisa ikut Nel?”

“Heem Kay, sori ya.” senyum kecil Nela pada sahabatnya tersebut.

“Yauda deh Nel, tapi ntar kalo ada apa-apa bilang-bilang gua ya. Sapatau gua bisa bantu gitu”

“Siap” Nela mengacungkan jempolnya pada Kayla.

Pada saat itu, sontak hati Kayla merasa tenang. Dia merasa aman dan tenang mengetahui sahabat karibnya yang menemaninya selama kuliah baik² saja. Karena terkadang, Kayla pun juga menemui fase² dimana Nela begitu jatuh sedih, dan Kayla merasa harus bersanding di sisi Nela untuk menemaninya. Nela sudah Kayla anggap layaknya saudaranya sendiri.

Kayla merasa balas budi pada Nela yang juga telah menjadi sahabatnya selama ini, dimana momen² kesendirian Kayla yang begitu kosong, disitulah Nela datang mengisinya. Disaat Kayla kehilangan sosok yang ia cintai, kepergian dirinya yang membuat dunia serasa sudah selesai buat Kayla, disitulah Nela datang di sisinya.

Namun, semua itu ternyata hanyalah sebuah topeng sandiwara penuh akan kepalsuan. Nela it’s not okay, she suffers. And to make it worse, Kayla didn’t realize it.

Beberapa bulan selepas itu, handphone Kayla penuh akan notifikasi dari keluarga Nela. Hujan pertanyaan akan dimana keberadaan Nela membanjiri isi layar. Tak hanya keluarga Nela yang merasa cemas, Kayla pun demikian. Dia sungguh tak merasa apabila sebuah obrolan akan ketidaksanggupan Nela ikut bepergian bersamanya, akan menjadi obrolan terakhir diantara keduanya.

“Nel, lu dimana?” batin Kayla sembari memberikan keterangan kepada pihak kepolisian. Bayang² akan hal² yang begitu buruk mulai menghantui isi kepala Kayla.

Dan hal tersebut, terwujud sudah…..tatkala keluarga dan Kayla menerima berita terbaru dari pihak kepolisian setelah beberapa minggu pencarian…..

Isak tangis bercucuran dari berbagai orang disana, menatap dua orang yang terbujur kaku di tanah tak bernyawa. Salah satunya….adalah Nela….

Kayla pun tak kuasa melihat mayat sahabatnya yang sudah lama ia tak temui, digotong pergi oleh petugas kepolisian untuk disterilkan. Wajah Nela yang penuh senyum, seketika berubah menjadi sosok yang begitu menakutkan di kepala Kayla. Luka-luka yang ada pada wajah dan tubuhnya serasa berpindah ke sekujur tubuhnya. Gidik ngeri yang tak kunjung berhenti menyelimuti hari-hari Kayla kala itu.

Kayla berteriak, Kayla menangis dan menjerit-jerit tak henti-hentinya. Bagai orang gila yang lepas dari RSJ, Kayla menjambak rambutnya sendiri seraya menyalahkan dirinya atas apa yang menimpa Nela. Andai Kayla tahu, seandainya saja….pada saat itu…

Andai Kayla tahu apa yang Nela rasakan….

Pagi hari pun menerpa bumi yang dihinggapi kegelapan malam sebelumnya. Kehangatan sang surya merayapi setiap langkah mahkluk hidup di bumi ini, tak terkecuali Kayla.

Walau panas membara tubuhnya di bawah terik matahari, tak menghalangi langkah Kayla untuk mengantarkan bunga-bunga yang ia bawa dari jauh-jauh rumah ke sebuah tempat.

Tempat dimana dia bisa bertemu dengan sahabatnya, lagi.

“Halo Nel, gua bawain bunga untukmu” ujar Kayla

“Gua tahu, gua mungkin terlambat buat menyadari semuanya. Gua salah untuk tidak mengetahui apa yang sekiranya lu butuhkan kala itu. Gua tahu gua salah tidak bisa menjadi seseorang yang benar-benar bisa lu percaya, Nel. Tapi, gua cuman pengen bilang. Gua kangen sama lu. Dan gua butuh lu, Nela. Ga cuman gua doang. Semuanya...semua sayang sama lu, Nel.”

Rintik air mata menetes dari kelopak mata gadis tomboy tersebut. Usapnya dengan jarinya, mencoba memberikan kesan bahwa dirinya bisa tetap bahagia walau sudah berpisah dunia dengan shaabtnya tersebut.

“Gua tahu sekarang lu pasti di tempat yg lebih baik. Gua tahu lu orang baik. Lu cuman menanggung semuanya terlalu berat. Lu punya banyak orang di sisi lu, tapi saking baiknya lu pendam semua itu sendirian Nela.”

Kayla lantas menaruh bunga itu tepat di depan batu nisan yang bertuliskan nama sahabatnya tersebut,

“Kanela Putri Wulansari”

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)