Suara gemercik hujan membangunkan Andi Primandes dari tidurnya. Matanya terbuka perlahan sambil memulihkan kesadarannya. Ia terduduk di atas kasur empuk yang nyaman dengan selimut tebal yang hangat. Biasanya alarm ponselnya menyala, namun kali ini ia lupa menyetelnya. Andi melihat di sebelah kirinya ada seorang wanita yang tidak memakai sehelai pun pakaian sedang tidur terlelap. Begitu pun Andi yang tersadar bahwa ia juga tidak memakai pakaian. Wanita tak berbusana bernama Anna Lorience itu adalah istrinya yang ia nikahi tiga tahun yang lalu. Kemudian, Andi menyentuh pipi Anna yang lembut itu untuk membangunkannya. Anna pun terbangun sambil tersenyum lalu mencium bibir Andi tanpa sepatah kata. Anna beranjak ke kamar mandi dengan mengikat rambut panjangnya berwarna cokelat gelap.
Andi berdiri dari kasur, mengenakan celana pendek lalu meraih ponselnya. Pesan teks dan panggilan yang tak terangkat memenuhi layar ponselnya. Ia terkejut setengah mati. Hari ini ia harus bertemu dengan Editor dan Manajernya untuk rapat membahas cerita yang sedang digarapnya setelah tujuh bukunya sukses di pasar. Ia langsung bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat giginya. Sambil memakai pakaiannya, Andi melihat jam dinding yang ternyata tinggal satu jam lagi rapatnya dimulai. Andi berpamitan dengan Anna tanpa papasan kemudian pergi dengan mengendarai mobilnya. Sepuluh menit sebelum sampai kantor penerbit, Andi menelpon Anna untuk membawa draf yang tertinggal di ruang kerjanya.
Anna merasa ganjil. Andi tidak pernah lupa dengan drafnya meskipun terburu-buru. Mana mungkin ia lupa dengan tumpukan kertas yang menjadi pekerjaannya sebagai penulis. Anna berjalan ke arah ruang kerja suaminya. Pintunya terkunci oleh kode yang ia sudah ketahui dari suaminya. Ruang kerja Andi berada di lantai dasar dan tidak pernah ada yang masuk kecuali Andi sendiri. Anna memperhatikan sekitar ruang kerja suaminya yang terlihat rapi. Ada lemari-lemari kayu dipenuhi ratusan buku yang tertata dengan baik. Meja kerjanya pun bersih. Tumpukan draf yang diminta suaminya ada di atas meja kerjanya. Ia penasaran dengan isi drafnya. Andi pernah berkata bahwa karya yang ia tulis kali ini akan menjadi tolok ukur karirnya sebagai penulis. Namun, niatnya ia urungkan karena menghormati suaminya. Sambil memegang draf, Anna terus memperhatikan ruang kerja suaminya itu. Seketika ia menginjak bagian karpet yang terdengar aneh. Suara injakannya berbeda dengan suara di sekitarnya. Anna membalikkan karpetnya dan menemukan sebuah pintu yang tersamar di lantai. Ia tidak pernah masuk ke ruang kerjanya Andi. Suaminya selalu memberitahunya bahwa tidak ada hal yang menarik di ruang kerjanya.
Pintu tersebut tidak dikunci dan ada pengait berbentuk lingkaran yang dapat ditarik. Setelah dibuka, Anna melihat sebuah anak tangga yang menuju ke ruang bawah tanah. Dengan rasa penasaran, ia masuk ke ruang bawah tanah tersebut dengan membawa draf. Ruangan itu di desain sangat modern dan canggih. Ketika Anna turun ke bawah, lampu-lampu di sekitarnya menyala dengan otomatis. Saat Anna sampai di ruang bawah tanah itu, ia melihat ruangan yang cukup luas berbentuk kotak dengan luas sekitar 6 x 6 meter. Di masing-masing sisi tembok terdapat lemari kaca yang di dalamnya ada benda-benda yang sepertinya milik Andi. Wajah Anna mulai terlihat keheranan. Ia perlahan berjalan mendekati lemari kaca pertama. Di dalamnya terdapat tas gunung, jaket gunung dan celana kargo yang digantung, penutup kepala, dan bunga Edelweis. Di dalamnya juga ada sebuah buku tebal yang dipajang dengan judul “Let Me Bring You The Sunrise”. Anna tahu bahwa buku tersebut adalah novel pertama Andi yang sangat sukses. Di dekat bunga Edelweis ada sebuah tulisan yang membuat Anna mulai semakin bingung:
Pendakian pertamaku bersama teman untuk melihat matahari terbit di Gunung Argopuro sangat mengesankan. Sayangnya, temanku telah tiada sebelum karyaku terbit.
Lemari kaca kedua terlihat ada jaket motor, helm full-face, lingerie, kondom, dan beberapa peralatan simulasi sadomasokisme. Sama seperti lemari kaca pertama, ada sebuah buku berjudul “The Gatherings” dengan sebuah tulisan:
Ternyata selama ini aku melewatkan kenikmatan duniawi yang begitu candu. Keduanya memuaskan hasratku. Meskipun salah satunya telah habis dijangkiti penyakit menular. Untungnya aku tidak sebodoh itu.
Tubuh Anna mulai bergidik membaca kalimat aneh tersebut. Matanya mulai mengeluarkan air. Mulutnya yang sedikit menganga ditutupi oleh tangan kanannya. Anna mulai berpikir bahwa ada yang aneh dengan Andi. Anna tidak berani melihat lemari-lemari lainnya yang di dalamnya pasti ada benda-benda aneh. Anna membuka draf di tangan kirinya yang masih ia pegang. Draf tersebut ditutup dengan sampul berwarna hitam. Anna membaca di halaman pertama dengan tulisan “Distraction” yang sepertinya adalah judul terbaru novel karya Andi selanjutnya. Halaman demi halaman ia baca dengan saksama. Air matanya mulai jatuh mengenai pipinya. Anna mengernyitkan alisnya. Tatapannya semakin ketakutan dengan apa yang ia baca hingga akhir cerita.
Draf yang ia baca ternyata menceritakan kehidupan Andi dan dirinya. Cerita yang dimulai sejak mereka berkenalan, menjalani hubungan, kemudian sempat memutuskan untuk berpisah dan kembali lagi untuk menikah. Andi juga sempat berselingkuh dengan wanita lain di tahun kedua pernikahannya. Dengan sabar, Anna memberikan kesempatan Andi untuk berubah. Anna menangis sejadi-jadinya. Ia diliputi rasa cemas dan marah kepada Andi. Selama ini pernikahannya hanyalah sebuah riset untuk karya terbarunya. Dengan tubuh yang masih gemetar, Anna beranjak keluar dari ruang bawah tanah tersebut dan pergi dari rumah itu. Anna berniat untuk menceraikan Andi. Kejadian yang sama persis dengan akhir cerita karya Andi. Seketika ponsel di saku Anna berdering. Anna melihat layar ponselnya dengan terkejut. Andi menelpon.