Sepasang laki-laki dan perempuan di depan sana masih saja beradu mulut. Sudah selang beberapa menit tak tampak tanda-tanda perdebatan itu akan berakhir, malah semakin memanas. Wajah keduanya memerah. Bola mata mereka berkilat marah.
Seorang pria lain hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan mereka. Sudah berapa kali teguran itu diajukan, tidak membuat mereka malu dan berhenti bertengkar seperti anak kecil.
“Aku nggak mau!” seru sang gadis.
“Aku juga nggak mau!” Sang pemuda tidak mau kalah.
“Ini semua gara-gara kamu jadi begini!”
“Kau sendiri yang mulai!”
“Harusnya kamu yang mengatakannya lebih dulu!”
“Sekarang zamannya emansipasi wanita! Nggak ada salahnya kalau kau mengatakannya lebih dulu!”
“Ta-tapi tetap saja … harusnya laki-laki yang bilang!”
Mendadak hening. Laki-laki dan perempuan itu sama-sama menunduk. Bibir mereka bergetar. Ingin mengatakan sesuatu, tapi ragu melanda karena gengsi.
Pria paruh baya yang mengamati mereka dari tadi tersenyum lega melihat keheningan itu. Sebentar lagi tugasnya akan selesai. Ia sudah bersiap-siap dengan alatnya, ketika sepotong kalimat meluncur bersamaan dari pasangan laki-laki dan perempuan itu.
“Aku cinta kamu!” Malu-malu keduanya saling menatap dan tersenyum.
Dengan senyum lebar dan puas, pria itu membidik wajah keduanya. “Naaah … begitu dong! Tahan ya … 1 … 2 … 3!”
CEKREK!
Akhirnya foto pernikahan itu selesai.