Terkadang, justru orang-orang terdekat yang tanpa sadar menjadi penghalang terbesar menuju mimpimu. Sebaliknya, mereka yang bahkan tidak mengenalmu, orang asing yang hanya singgah sekejap dalam hidupmu bisa menjadi penolong yang membuka jalan menuju impianmu. Ironis, bukan? Tapi begitulah kenyataan hidupku.
Bayangkan tumbuh dalam lingkungan di mana setiap langkahmu diawasi dengan mata tajam, setiap keputusanmu diragukan, dan setiap mimpimu dicap sebagai angan-angan belaka. Itulah dunia yang aku tinggali. Orang tuaku, yang seharusnya menjadi penopang kokoh dalam hidupku, justru berubah menjadi tembok penghalang. Mereka tidak pernah mendorongku untuk melambung tinggi, melainkan mengekangku untuk tetap merangkak di jalur yang mereka tentukan. Kata-kata mereka lebih tajam dari bilah pisau, memotong sayap kecilku sebelum aku sempat mencoba mengepakkan.
Potensi yang mungkin bisa kugali sejak kecil terkubur oleh keraguan yang mereka tanamkan. Hidupku tak pernah menjadi perjalanan menemukan jati diri, melainkan sekadar upaya memuaskan ekspektasi mereka. Aku tak lebih dari sebuah boneka, bergerak hanya sesuai dengan tarikan tali yang mereka pegang erat.Aku iri melihat teman-temanku. Mereka tahu apa yang mereka inginkan dalam hidup. Mereka mengenali bakat mereka, merencanakan masa depan, dan bekerja keras untuk mencapainya. Sementara aku? Aku menjalani hari-hari yang kosong, terkurung dalam rutinitas membosankan yang dirancang bukan olehku, tetapi oleh orang lain.
Namun, di tengah kebosanan yang menyesakkan, aku perlahan menyadari satu hal: aku tidak ingin hidup seperti ini selamanya. Aku mulai mencari celah kecil, secercah cahaya, untuk menemukan apa yang benar-benar kusukai sebuah jalan keluar dari bayangan orang tua menuju cahayaku sendiri.
Dan aku menemukannya: menulis.
Selama ini, aku bahkan tidak pernah terlintas untuk menjadi seorang penulis, apalagi memiliki niat untuk menulis. Namun beberapa bulan terakhir, aku mulai belajar menuangkan ide-ideku dalam bentuk tulisan. Bagaimana seseorang seperti aku, yang bahkan tak pernah memegang pena untuk menciptakan sesuatu, akhirnya mulai menulis? Jawabannya YouTube.
Ada seorang YouTuber yang selalu kutonton. Dia adalah seorang penulis yang sering berbagi kisah tentang bagaimana menulis menjadi penyelamat hidupnya di masa-masa sulit. Dia bercerita bagaimana menulis membantunya bertahan dari badai hidup yang nyaris menenggelamkannya. Kata-katanya membangkitkan rasa penasaran dalam diriku. Aku mulai mencoba.
Pada awalnya, aku menulis tentang hari-hariku sekadar curahan hati tentang masalah-masalah kecil yang kuhadapi. Perlahan, aku mulai menulis cerpen, dan kini aku bahkan bermimpi menulis novel. Tentu saja, kualitas tulisanku masih jauh dari kata sempurna. Aku yakin, jika ada yang membacanya, mereka mungkin akan merasa mual. Tapi aku percaya bahwa setiap pena yang kugoreskan membawa langkah kecil menuju penulisan yang lebih baik.
Menulis telah menjadi ruang bernapas bagiku. Aku bersyukur menemukan hal ini, sesuatu yang ingin kukejar, sesuatu yang ingin kudedikasikan. Setiap hari, aku duduk di meja belajarku, menghadap halaman kosong, dan mulai menulis. Aku merasa hidup kembali, perlahan tapi pasti, melalui setiap kata yang kutuangkan. Aku tidak lagi sekadar boneka. Dengan menulis, aku menjadi diriku sendiri