Malam selalu membuatku menggigil, menarik selimut rasa-rasanya malah menambah perasaan tak enak. Malam ini terasa berguncang, bukan karena gempa, namun karena jantungku berdebar kian cepat.
Pikiranku tak bisa selaras dengan pandangan, rasa-rasanya sesuatu berhasil menghipnotisku, entahlah aku terkena sihir atau mengalami gejala gangguan jiwa.
Semuanya bagaikan dongeng, seperti cerita yang hanya diidam-idamkan banyak orang, namun tak akan pernah menjadi kenyataan.
Namun hebatnya, dongeng ini menjadi non fiksi, alangkah beruntungnya aku—kata orang-orang.
Untung saja mereka tak tahu bagaimana cara aku menanggapi ini, menanggapi dongeng ini yang kian memperburuk diriku.
_____
Seminggu terakhir, sebagai seorang yang tak pandai cari muka di tempat umum, hanya suka mendengar dan mengamati, senang membisu dan mencoba bersikap tenang. Aku kian digencar pertanyaan dan godaan dari orang-orang.
Kabarnya menyebar sangat cepat, meleber ke mana-mana, bagai ratusan ember yang menerima air dari satu arus air pancur. Mereka mulai menyadari keberadaan 'kita'.
Aku menegakkan keteguhan hatiku, tetap membisu, bersikap tenang. Mencoba membiarkan semuanya berlalu begitu saja, walau pada akhirnya mereka tetap keras kepala, mencoba untuk tahu lebih dalam.
Kau mungkin berusaha keras untuk melihat tanggapanku soal ini, soal 'kita', tapi kau sangat tidak beruntung, kau mendekati orang yang bisa membisu semaunya.
Di balik semua itu, tidak kau bertanya bagaimana rupaku dari dalam? Bagaimana caraku menahan kedinginan saking tidak ingin memakai selimut karena memikirkan persoalan ini, bagaimana rupaku yang menjadi idiot karena ini, bagaimana caraku menjadi cinta pada orang yang hanya lewat di mataku secara terjadwal, bagaimana caraku yang mulanya sudah benci percintaan, dan kini mulai mengemis cinta.
Setiap kali memikirkan kau, aku tak bisa tenang jika menarik selimut, pikiranku tak selaras dengan pandanganku, dan aku merasa buruk jika disandingkan dengan kau.
Aku tak pernah dilahirkan untuk mencintai seorang wanita, artinya masih banyak wanita lain yang bisa kudekati, yang bisa kugandeng, yang bisa disandari bahunya. Namun hebatnya, aku tak pernah berpikir untuk mencintai.
Aku berspekulasi, cinta hanya ada karena sebuah alasan, semua orang akan mencintai karena membutuhkan, karena mereka diberi penyebab untuk mencintai, itu sebabnya aku benci cinta.
Aku tak suka jika seseorang akan meninggalkan orang lain karena 'harganya' sudah habis. Aku perlu bukti cinta sesungguhnya.
Bukan seperti permisalan seorang tajir yang didekati ratusan wanita, lalu saat seorang tajir itu bertanya mengapa mereka menyukai dia, lantas mereka menjawab karena mereka cinta. Padahal sudah jelas mereka menyukai seorang yang tajir itu karena apa.
Tapi kau hebat, berhasil menyilat lidahmu sampai kau berhasil menjatuhkanku, berkata kepadaku bahwa kau cinta kepadaku, karena kau hanya perlu aku.
_____
Sepertinya aku tak perlu was-was lebih lama, tidak usah menahan gengsi, tak perlu menutup-nutupi, karena semua orang sudah tahu.
Kau mesti perlu tahu, walau aku sangat senang membisu, tidak banyak bicara dan ekspresi saat berbincang, apalagi berbincang denganmu. Aku sangat menantikan ceritamu, senang mendengarmu berbicara, walau kau berbicara dengan nada yang rendah, aku tetap berusaha mendengarkan.
Aku ingin kau bisa merasa nyaman, aku hanya mau kau merasa punya 'rumah' lain. Merasa tak perlu pulang ke rumah jika sedang bersamaku.
Aku suka menulis tentang kau, suka mengabadikanmu, tapi aku paling benci membuat kisah tentang 'kita'. Karena aku tak ingin dongeng yang nyata ini hanya tinggal cerita, aku ingin abadi bersama.
Kau berhasil membuatku merasa buruk, aku tahu bagaimana rupamu di tempat itu, sekolah, aku seharusnya mampu melaraskan derajat kita. Kau terlalu tinggi bagiku, tapi itu memberiku pantulan untukku melompat lebih tinggi menuju tempat kau.
_____
Malam ini memang sangat menggigil, pikiranku tak selaras dengan pandangan, dan jantungku kian berdebar cepat. Jangan tanya siapa yang menyebabkan semua ini kepadaku.