Kemarin Kun ikut seleksi untuk mengisi jabatan komisioner di DPR. Seperti halnya peserta lain ia ikut antrian menunggu panggilan wawancara.
Tiba-tiba seseorang datang mendekat dan bertanya, “ada kenalan?”.
“Maksudnya?”.
“Ordal”.
“Apa hubungannya?” tanya Kun menyelidik, mencoba mengorek siapa dia dan siapa ordal yang mem-beckingi-nya.
“Sekarang harus begitu, sudah jamannya” ujarnya lagi setengah berbisik sambil mencondongkan badannya agar orang-orang di barisan antrian belakang dan depannya tak mendengar.
“Empat tahun lalu aku masuk 13 besar” ujar Kun memancing.
“Dibantu ordal?”, tanyanya, Kun menjawab dengan gelengan.
“Lulus?” tanyanya lagi, Kun menggeleng lagi.
“Itu maksud aku”
“Sejauhmana kamu masuk, tetap butuh ordal” jelasnya lagi.
“Kalau tidak maka kamu cuma jadi pengantar”.
“Kamu sendiri, kenal sama siapa?” pancing Kun.
“Si bos ketua komisi A, dia dulu atasan saya di perusahaan. Aku kemarin bilang padanya aku ikut seleksi. Aku sudah “lapor”, Kun hanya mengangguk karena bosnya si X ternyata dulu juga bos Kun di divisi usaha yang lain.
“Kira-kira kalau si bos dilapori lima orang, siapa yang akan dipilihnya?” tanya Kun mencoba menguji.
Sebentar berpikir, lalu dia menjawab, “tentu yang paling dekat dengan si bos”.
“Kalau semua dekat?” tanya Kun lagi.
“Itu gampang, pakai pendekatan khusus” jawabnya yakin.
“Kalau adiknya yang ikut?” tanya Kun kemudian.
“Memang adiknya ikut?”
“Aku dengar sih begitu” jawab Kun dengan mantap dan haqul yakin untuk meruntuhkan keyakinannya.
Tiba-tiba ia keluar dari barisan lalu menelepon seseorang entah siapa. Selama menelepon sesekali melihat kearah Kun.
[Pesan WhatApps langsung Kun kirimkan ke ketua komisi A DPR, "bos barusan ketemu si X di antrian, aku bilang adik bos ikut," dengan tambahan emotikon tertawa--LOL]
[balasan dari si bos Komisi A DPR; LOL--kursi sudah dimankan, nanti kerja di komisioner jangan lupa bantu aku, kita banyak kerjaan]
[siap!! Laksanakan].
Laki-laki yang ikut antrian tiba-tiba lenyap menghilang dari pandangan.