Flash Fiction
Disukai
0
Dilihat
68
Memenangi Perang Diri
Drama
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Di luar hujan, Kala masuk ke kamarnya dengan jaket yang basah dan bajunya yang sedikit lembab. Ia menutup lalu mengunci pintu kamarnya setelah tadi menyapa orang-orang di rumah.

Menyapa dengan senyum bahkan sampai tertawa. Semua baik-baik saja.

Kala meletakkan tas kerjanya, melepaskan jaket basahnya, dan kaus kakinya, lalu melemparnya ke keranjang cucian kotor di sebelah lemari kayunya.

Kala mengusap wajahnya sembari menghela nafasnya pelan. Tanpa sengaja, Kala mengarah ke arah cermin tegak di kamarnya. Ada dirinya disana.

Kala lalu melangkah lebih dekat dengan cermin, menatap dirinya, dilihat dirinya dari atas hingga ke bawah.

Tubuhnya yang terlihat tegak namun sebenarnya tidak.

Kala mulai terhanyut, suasananya perlahan berubah mendung hitam.

Ada yang rapuh di tubuhnya. Ia bisa melihatnya. Rapuh itu berdiri di belakangnya, bertengger di bahunya.

"Sudah berapa lama disana?" Tanya Kala lembut.

Rapuh itu tidak langsung menjawab, ia justru semakin erat memeluk belakang tubuh Kala.

"Nyaman?" Tanya Kala terlihat meringis, rapuh mengangguk.

Kala menghela nafas beratnya.

Beralih pada kedua matanya. Mata yang bersorot layu juga begitu lelah, di bawah matanya menghitam sebab kurang tidur.

"Kamu tidak tidur ya?" Tanya Kala lembut. Mata itu diam.

Kala tersadar, lalu mengangguk-anggukan kepalanya paham sembari tersenyum.

"Tidak pernah benar-benar bisa tertidur ya?" Kala menambahi. Mata kali ini mengangguk.

Kala meringis lagi.

Lalu beralih, ada air hitam di atas kepalanya, tak jarang ia memutari kepala Kala itu, membahasi wajah hingga seluruh tubuh Kala.

Kala menghela nafas beratnya lagi, yang ini memang menguras energinya dengan cepat, setiap hari.

"Bisa berhenti sebentar?" Tanya Kala, air hitam itu tidak mendengar.

"Aku mohon berhenti sebentar." Ucap Kala lagi pada air hitam yang tidak mau diam itu.

"Dari semuanya, kamu yang paling hebat menyakiti. Kenapa?" Tanya Kala, ia sudah meringis lagi sedari tadi.

Air hitam itu tetap tak mau diam, ia semakin membahasi tubuh Kala yang di cermin. Kuyup.

"Setiap kamu masuk ke kepalaku, berenang-berenang dengan bebas disana, kamu mengganggu semuanya." Jelas Kala yang mengatakan isi hatinya.

"Kamu tau? Karenamu, badanku perlahan semakin rapuh, aku merasa tidak bisa lagi pura-pura kuat seperti sebelumnya." Kala mengusap matanya yang mulai memanas dan menangis.

"Karenamu juga, mata ku lelah, ia tak pernah bisa benar-benar tidur, kamu selalu menarriknya bangun lalu kamu paksa ikut denganmu." Jelas Kala yang sudah jatuh, bertumpu pada kedua lututnya.

Namun, Kala yang di cermin masih berdiri.

Tetapi berdiri dengan perasaan putus asa, ingin segera menyerah, dan...

ingin segera selesai dari sini.

Air hitam itu terlihat mulai luluh, ia tidak berenang sekencang tadi dan tidak membasahi separah tadi.

Kala yang di cermin mulai bersuara, walau itu pesan berantai dari air hitam.

"Bukannya kamu baik-baik saja?" Tanya Kala yang di cermin.

"Kamu tau dari mana?" Jawab Kala lirih.

"Dari kamu, kamu terlihat selalu senang, selalu tersenyum bahkan tertawa, dan menurutku itu adalah kebahagian, jadi kamu pasti baik-baik saja." Jawab Kala yang di cermin.

"Aku pernah bilang bahwa aku baik-baik saja?" Tanya Kala, Kala yang di cermin mengangguk.

"Pernah, setiap hari, setiap orangtuamu bertanya, setiap temanmu bertanya, kamu selalu jawab iya, aku baik-baik saja." Jawab air hitam lewat Kala yang di cermin.

Kala memukul cermin, beruntung tidak sampai pecah.

"Itu bohong!" Jawab Kala sedikit meninggi.

Kala semakin meringis, rapuh semakin erat saja memeluknya.

"Kamu sebenarnya kenapa? Kenapa meringis? Kamu pedas? Kamu panas? Kenapa?" Tanya air hitam lewat Kala yang di cermin.

Kala tersungkur, kini kedua tangannya menempel di lantai, menahan tubuhnya.

"Kamu tau aku kenapa, Kala, kamu tau." Jawab Kala.

Air hitam tiba-tiba diam, ia seketika sadar bahwa hanya menggunakan tubuh Kala untuk dipinjam, bukan memilikinya.

"Aku bukan bagian dari kamu ya?" Tanya air hitam lewat Kala yang di cermin.

"Bukan." Jawab Kala, kepalanya sudah tertunduk.

"Lalu?" Tanya air hitam lewat Kala yang di cermin.

"Kamu hanya air hitam yang berenang di kepalaku dengan asal, membasahi tubuhku kuyup, kamu bukan punyaku, apalagi bagian dariku." Jawab Kala.

"Aku darimana?" Tanya air hitam lagi lewat Kala yang di cermin.

Kala terdiam, menegakkan tubuhnya sembari mengatur nafasnya.

"Dari luar, luar badanku, luar mataku dan luar kepalaku." Jawab Kala dengan menatap ke cermin.

Air hitam diam lagi, ia justru berubah tenang sekarang.

"Setenang apapun airmu, itu tidak berguna, selama kamu masih ada di dalamku!" Jawab Kala meninggi lagi.

"Kamu beban di kepalaku! Kamu membuat semuanya berantakan, jam tidurku, apalagi waktu istirahatku, kamu menghancurkan aku!" Teriak Kala.

Air hitam masih diam, ia mulai tersadar, ia kembali menyampaikan tanyanya lewat Kala yang di cermin.

"Kalau aku bukan bagian dari kamu, lalu aku harus kemana?" Tanya air hitam lewat Kala yang di cermin.

Kala tersengal, mengusap keningnya kasar, dan mengatur nafasnya lagi.

"Pergi." Jawab Kala singkat.

Kala terduduk, badannya bersender ke dinding belakang, kepalanya terasa semakin berat.

"ARGHH!" Erang Kala yang sudah tidak tahan dengan tekanan di kepalanya.

"Kala?"

"PERGI!" Teriak Kala.

buusshh!

Air hitam itu pecah, sekeliling Kala dan kaca terciprat hitam.

Kala membuka matanya, melihat ke arah langit-langit yang berubah cerah, tidak lagi mendung hitam seperti tadi.

Kala tersadar, ia bangun dari posisinya, meraba-raba wajahnya, bahunya, dan kepalanya.

"Selesai?" Gumam Kala pelan.

Cermin tadi masih ada di hadapannya, Kala lantas berdiri, masih ada Kala di cermin itu.

Tapi berbeda, Kala yang ini, jauh lebih hidup.

Rapuh yang tadinya memeluk erat tubuhnya, kini sama sekali tidak ada, bahunya terasa begitu ringan. Lalu matanya, sorot matanya berubah cerah dan teduh, tidak seperti tadi yang menahan tekanan.

"Mulai sekarang, berhenti untuk memikirkan hal-hal yang tidak perlu, hal-hal yang di luar kendali kamu." Ucap Kala yang di cermin.

"Karena kalau kamu mengulang itu lagi, air hitam itu bisa saja kembali datang, berenang lebih bebas dan menyirammu lagi dengan banyak air hitam." Lanjut Kala di cermin.

Kala tersenyum lepas, ia mengangguk.

"Tapi, separah itu ya?" Tanya Kala.

"Iya." Jawab Kala yang di cermin.

"Berawal hanya memikirkan satu sampai dua permasalahan di kepala, justru aku di hancurkan oleh pikiranku sendiri." Ucap Kala, Kala yang di cermin mengangguk.

Kala lalu meraba kedua pipinya, mengusap matanya hingga mengelus kepalanya sendiri.

"Ini tenang yang aku maksud, lalu Tuhan kasih." Gumam Kala pelan, Kala yang di cermin tersenyum sembari mengangguk.

Kala menatap dirinya yang di cermin, saling tersenyum dengan perasaan lega.

"Aku menang."

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar