Di sebuah sekolah menengah atas di jepang.
Hari sudah menjelang sore saat ini, dan matahari sudah mulai memancarkan sinar oranye dilangit.
Hanabe Tanaka berjalan di koridor yang sepi dengan hati sedih.
Bukan karena Hanabe Tanaka sedang patah hati, tapi karena dia saat ini sedang dalam keadaan kebingungan.
Hanabe Tanaka menyukai seorang wanita, tapi wanita itu dan dirinya terpaut usia yang sangat jauh.
"Ahri-san saat ini sudah memasuki usia 24 tahun. Sedangkan aku masih di tahun kedua sekolah menengah..."
Hanabe Tanaka menghela nafas dengan ketidakberdayaan yang sangat dalam.
"Heh, ternyata benar kamu menyukai kakak ku!"
Tiba-tiba terdengar suara dari belakangnya.
"Siapa?!"
Hanabe Tanaka terkejut dengan suara tiba-tiba itu.
Dia menoleh ke belakang dan melihat seorang siswi perempuan sedang berdiri dengan tangan terlipat di depan dadanya.
Menatap Hanabe Tanaka dengan wajah mencibir sinis.
Dia memiliki rambut pendek sebahu berwarna hitam, sedikit ikal, tapi terlihat halus dengan dua jepit rambut kecil di dekat telinganya.
Wajahnya terlihat cukup dingin dan matanya tajam.
Walaupun dia terlihat cantik, tapi entah kenapa dia memancarkan aura licik di sekujur tubuhnya.
"A-siapa kamu?"
Hanabe Tanaka bertanya sekali lagi dengan hati-hati.
Karena dia merasa wajah gadis itu terlihat familiar.
Wajahnya mirip sekali dengan wajah Ahri Sizune, orang yang di sukainya.
"Aku Nanbata Sizune, adik dari Ahri Sizune. orang yang kamu sukai."
Nanbata-san berkata dengan tenang kepada Hanabe Tanaka.
Dia terlihat seolah tidak peduli mengatakan itu.
Tapi Hanabe sangat terkejut saat ini.
Dia tahu bahwa Ahri-san memiliki seorang adik perempuan, tapi dia tidak pernah menyangka adiknya akan satu sekolah dengan nya.
"Itu... Nanbata-san, apakah kamu perlu sesuatu dari ku?"
Tanya Hanabe Tanaka.
"Aku tidak memiliki keperluan apapun denganmu. Ah tapi mungkin di masa depan... omong-omong, aku hanya ingin memberitahumu sesuatu."
"Memberitahu aku sesuatu?"
Hanabe Tanaka semakin bingung.
"Ya. Karena kamu sepertinya terlihat tulus menyukai kakaku, aku ingin mengatakan padamu... jangan mengganggu kakak ku lagi. Karena Ahri sudah memiliki pacar."
Nanbata-san menyeringai ketika dia mengatakan itu.
Wajahnya tersenyum cerah dan gigi putihnya terlihat jelas, tapi warna putih tidak sesuai dengan hatinya.
Hanabe Tanaka merasa seperti dia terkena serangan jantung ketika dia mendengar kata-kata Nanbata Sizune.
"A-ahri-san sudah memiliki pacar?"
Dia bertanya dengan mata terbelalak dan tatapan penuh ketidakpercayaan.
"Fufufu, benar. Ahri sudah lama memiliki pacar. Hanya saja dia tidak pernah memberitahu orang lain. Hanya keluarganya yang tahu. Karena itu Hanabe-san, kamu tidak boleh lagi mengganggu Ahri. Itu tidak sopan untuk pacarnya."
Setelah berkata seperti itu, Nanbate berjalan melewati Hanabe Tanaka tanpa peduli dengan reaksinya.
Hanabe Tanaka hanya tercengang di tempatnya.
Ahri-san sudah memiliki pacar!
Kata-kata seperti batu yang jatuh menghantam jantungnya, itu menembus tubuhnya dan membuat lubang besr di dadanya.
Batu itu menghancurkan dan meremukkan hatinya.
Sejak kapan?
Sudah seberapa jauh hubungan mereka?
Apakah mereka sudah berpegangan tangan?
Apakah Ahri-san sudah mencium pacarnya?
Apakah Ahri-san sudah melakukan itu dengan pacarnya?
Sudah berapa kali?
Saat ini pertanyaan-pertanyaan yang tidak karuan itu terus berputar di kepala Hanabe Tanaka.
Berbagai adegan tidak senonoh antar Ahri-san dan pacarnya terus muncul di kepalanya.
Hanabe Tanaka tidak bisa berhenti membayangkan semua itu.
Hanabe Tanaka merasa kepalanya sakit, dadanya sesak dan dia kesulitan bernafas.
Dia memegang kepalanya dan menutupi dadanya, nafasnya semakin sesak.
Dia berlutut di lantai koridor sekolah yang sudah sepi itu.
Langit sore menjadi semakin gelap, kilau oranye semakin jelas.
Koridor sekolah itu terlihat sangat panjang, sepi dan begitu hening.
Begitu gelap, membuat pemandangan seorang pemuda yang pertama kali merasakan patah hati itu semakin memilukan.
...
Nanbata Sizune turun dari gedung sekolahnya.
Berdiri di depan gerbang sekolah, dia menatap ke arah lantai 4 gedung sekolah yang terlihat suram dari bawah sini.
Di sana Hanabe Tanaka berada saat ini.
Dia tahu pria itu pasti akan merasa sangat terpukul, tapi itulah yang dinginkan oleh Nanbata.
Dia ingin pria itu merasa tidak ada lagi kemungkinan antara dirinya dan Ahri.
Dia ingin merebut Hanabe Tanaka dari Ahri.
...
Keesokan harinya di atap gedung sekolah, hari ini matahari musim panas bersinar sangat cerah di Jepang.
Atap sekolah terasa sangat panas, tidak ada orang yang mau datang kemari di cuaca saat ini.
Tapi Hanabe mendorong pintu atap hingga terbuka lebar.
Matanya yang selalu menatap kegelapan di koridor dan tangga ketika dia menuju ke sini, saat ini terasa sakit ketika cahaya matahari yang memantul ke lantai atap mengenai matanya.
Dia menutupi matanya dengan tangan kirinya sambil melangkah maju.
Suhu panas itu langsung menerpa tubuhnya.
"Aku tahu kamu akan kemari!"
Sebuah suara dari samping mengejutkannya.
Nanbata Sizune berdiri dengan pose familiar, tangan nya terlipat di dadanya.
Kali ini dia menatap Hanabe dengan senyuman di matanya yang tajam.
"N-nanbata-san kenapa kamu disini?"
"Kenapa? Bukan itu harus ditanyakan. Tapi, kamu datang kemari karena masalah kemarin kan?"
"A-aku tidak-"
"Kamu masih belum bisa melupakan Ahri? Kamu masih ingin mengganggunya?"
"Tidak, dengarkan aku dulu. Aku tidak seperti itu!"
Hanabe panik.
"Jangan berbohong. Aku tahu, orang-orang sepertimu selalu sangat menjijikan. Kamu tidak mengerti bahkan ketika orang lain sudah mengatakannya padamu."
"A-"
"Tapi tidak masalah. Aku juga tahu bahwa orang sepertimu sangat bernafsu."
Nanbata tiba-tiba tersenyum sinis tiba-tiba.
"Nnn-Nanbata-san, -apa yang kamu lakukan?"
Nanbata tiba-tiba membuka kancing kemejanya sekolahnya, dan memperlihatkan bra nya.
"Hanabe, lihat ini!"
Dia memerintahkan.
Hanabe tidak ingin melakukannya, tapi dia melihat tulang selangka Nanbata yang begitu putih, pemandangan di bawahnya membuat Hanabe mengangkat kepalanya.
"Apa kamu ingin menyentuhnya? Ingin melakukan hal yang lebih memalukan denganku? Aku bisa melakukan semuanya denganmu asalkan kamu mau melupakan Ahri."
"A-aaa... apa yang kamu bicarakan, Nanbate-san? Aku tidak bisa melakukan itu!"
"Aku berkata tentang s*x. Hanabe, lupakan Ahri dan datanglah padaku. Aku berada di depanmu saat ini."
Nanbata mengatakan itu dan mengangkat roknya.
Saat ini Hanabe sudah mulai kehilangan kewarasannya.
Melihat kulit putih Nanbata, nafsu sudah menguasai otaknya.
Dia tidak lagi peduli apakah Nanbata sedang menggodanya.
Ataukah Nanbata sedang mempermainkan dia.
Atau mungkin bahkan sejak menjebak dirinya.
Hanabe melihat pemandangan di depannya, dan langsung menerkam ke depan.
Dia ingin melahap rubah penggoda ini dengan seluruh kekuatannya.
Bersambung!
Ada Bagian II, jika tertarik silahkan nantikan! Dengan judul yang sama!