Flash Fiction
Disukai
2
Dilihat
45
Suddenly....
Thriller
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

"San kemarin aku titip beli buku ke Dian...."

"Duh...La, kamu orang ke lima yang nanyain Dian." Sambil mengunyah makanan, Sania memotong ucapan Lala. "Bukulah, bajulah, sepatulah. Semua orang nanyain titipan ke Dian. Kalian itu tahu nggak, sih, dia udah nggak kelihatan dari satu minggu lalu."

"Hah? Serius? Dia nggak balik ke kosan, gitu?"

"Nggak, Lala. Ini aku aja pusing mau bayar kosan yang harusnya bagi dua jadi bayar full, karna dia nggak bisa dihubungi sama sekali."

"Kamu nggak tahu dia ada dimana?"

"Nggak tahu, La. Barang-barangnya aja masih ada di kosan semua. Aku hubungi nomor orang tuanya juga nggak diangkat-angkat. Udah, ya, mau lanjut sarapan dulu. Jam sembilan aku ada visit ke nasabah."

Lala berdiri kebingungan di depan pintu kamar kosan Sania yang terbuka. Sementara Sania kembali asyik menikmati sarapannya.

Lala menatap lekat-lekat Sania. Bukan karena tergiur oleh sayur lontong dan bakwan baru matang yang tengah dinikmati olehnya, tapi karena buku yang dititip beli ke Dian itu harus ia kirimkan ke adiknya dua hari lagi. Ada total 10 buku mata kuliah hukum dan 1 buku novel. Total semuanya mencapai dua belas juta Rupiah. Namun, untuk jaga-jaga, Lala mentransfer sebanyak tiga belas juta rupiah.

Seminggu lalu, Dian mengiming-imingi bisa mendapatkan buku dengan harga murah, setelah Lala curhat tentang buku kuliah adiknya yang mahal. Dian yang terkenal ahli dalam hal titip-menitip barang meyakinkannya dengan foto-foto buku persis seperti yang dibutuhkan adik Lala, namun dengan harga 50% lebih murah.

Kini, bahagia satu minggu lalu, berubah drastis jadi duka. Lala berjalan kembali ke kamarnya dengan gontai dan pandangan kosong. Dalam hati ia berharap Dian akan mendapatkan ganjaran yang sangat berlipat hingga memohon-mohon ampun bersujud ke kakinya. Menggelegak darahnya sampai ke ubun-ubun, mencaci-maki Dian dalam hati.

Di dalam kamar, Lala terduduk lemah di pinggir kasur, memandangi dinding kamar dengan pikiran berkecamuk. Uang belasan juta itu didapatkannya dari pinjaman online, yang nantinya akan dicicil dari gajinya bekerja sebagai sales asuransi. Lalu, hilang lenyaplah sudah dalam sekejap uang itu.

Ia pun menidurkan kepalanya sebab tiba-tiba saja muncul denyut ngilu. Dipejamkannya mata oleh pandangan yang berbayang-bayang. Kepalanya, berat sekali rasanya.

Tok tok tok....

Tiba-tiba terdengar suara pintu kamarnya diketok pakas berulang-ulang. Lala terkejut dan seketika bangkit. Wajah dan sekujur tubuhnya penuh keringat. Dadanya masih naik turun dengan cepat, sebab nafasnya tidak terkendali.

Lala memaksa kakinya yang lemah berjalan ke pintu dan berusaha menggenggam gagang pintu dengan tangannya yang masih tidak berdaya. Sekuat tenaga ia kerahkan untuk menekan gagang itu ke bawah. Keringatnya semakin deras mengucur.

Begitu pintu terbuka, Sania berdiri di depan pintu. Tidak ada yang aneh dengan Sania, hanya saja langit memancarkan abu-abu temaram, membuat suasana terasa asing. Kemudian, Sania berkata, "Itu Dian." Sambil menunjuk ke arah pintu kamar kosan mereka.

Lala mencoba keluar sedikit untuk melihat. TErkejut bukan kepalang, bukannya Dian, ia malah melihat sebuah koper besar tergeletak di sana, dengan darah menyembur-nyembur keluar dari segala sisi resletingnya. Ia hendak berteriak namun suaranya tidak keluar, tenggorokannya kaku. Ketika menoleh pada Sania bermaksud meminta pertolongan, yang ia temukan malah tangan Sania telah mengayunkan sebuah pisau besar ke belakang lehernya. Kepala Lala terjatuh ke lantai teras kamar, diiringi gelegar tawa Sania.

"AAAAAAAA....!" teriak Lala histeris saat ia melihat tubuhnya berdiri tanpa kepala, dengan leher yang menyemburkan banyak darah ke sana-ke mari.

Tok tok tok!

Di tengah-tengah teriakan itu, suara ketukan pintu kembali terdengar, tarik kesadaran Lala dari tidurnya. Nafasnya memburu saat ia berusaha duduk. Ia memperhatikan sekelilingnya, syukurlah cahaya matahari cerah dan normal. Ia lalu menjamah spreinya yang basah oleh keringat. Saat tengah memperhatikan AC yang lupa dihidupkannya, suara ketukan pintu terdengar lagi.

"La, mau berangkat sekarang, nggak?" teriak Sania terdengar tidak sabaran dari luar kamar.

Jantung Lala berdegup kencang kala mendengar suara itu. Ia mengingat-ingat kembali mimpi yang baru saja terjadi. Tawa Sania dan darah terasa kuat dan nyata, membuatnya panik hingga tidak bisa berpikir jernih.

Gemetar tubuhnya semakin terasa, saat suara itu kembali terdengar. Lala mencari-cari benda yang bisa dilempar sekiranya pintu terbuka. Ia pun menyesal kenapa tidak mengunci pintu itu sebelumnya.

Lalu, krek! Pintu terbuka.

"AAAAA....! PERGI...PERGI...PERGI!" Seketika Lala berteriak histeris melempari Sania yang berdiri sambil memegangi helm di depan pintu. Semua benda yang ada di dekatnya, ia lemparkan seperti orang kesetanan.

Sania berlari mendekat dan memeluk Lala agar tidak semakin kacau. Lala menggeliat-geliat seperti orang yang telah hilang warasnya. Tak lama, orang-orang sudah berkerumun menonton. Sebagian maju bantu memegangi Lala.

Sania bangkit berdiri kala Lala berhasil diikat dengan sprei. Saat hendak menghubungi orang tua Lala, Sania menangkap tatapan kosong Lala. Air matanya mengalir deras demi melihat sahabatnya itu tidak lagi seperti Lala yang ia kenal.

***

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Thriller
Rekomendasi