Flash Fiction
Disukai
1
Dilihat
713
Nobody Cares Until You Succes
Drama

"Halo, selamat malam. Di sini bersama saya call center pemadam kebakaran Jakarta. Ada yang bisa dibantu?"

"Halo. Apa Anda bisa memadamkan hati saya yang terbakar oleh api asmara?"

"Mohon maaf, bila maksud Anda menghubungi kami hanya untuk bercanda maka kami tutup—" Anak laki-laki itu segera memotong pembicaraa si call center. "Tidak! Aku serius! Tolong panggilkan salah satu petugas pemadam kebakaran ke rumah saya. Saya kesepian jadi butuh teman ngobrol."

"Oh, Anda kesepian? Baik. Rekan kami akan datang ke rumah Anda dan siap menemani Anda. Tolong sebutkan alamat lengkapnya."

"Baik. Alamat rumah saya di ...."

Anak laki-laki itu duduk di depan gerbang rumah yang terhubung langsung dengan jalan raya. Di situ ia merasa bosan menunggu kedatangan petugas pemadam kebakaran. Sebagai anak crazy rich yang punya banyak harta tetapi tidak punya banyak teman, ia lelah menghubungi keluarga terdekatnya yang tidak bisa hadir ke rumahmu dengan berbagai alasan, salah satu yang paling umum adalah sibuk. Ya, kedua orang tuanya pun juga sama sibuknya. Berangkat kerja dari jam tujuh pagi dan pulang ke rumah jam sembilan malam. Meskipun anak tunggal mereka dibekali dengan hiburan seru misalnya bermain PS, menonton Netflix atau berenang santai tetapi tetap saja anak laki-laki yang sudah menginjak bangku SMA itu sedang aktif bersosialisasi dengan orang-orang. Ia benci kesepian.

"Halo, adik. Sendiri saja ya? Bapak dan Ibu kamu mana?"

"Sudah saya bilang di saluran telepon kalau saya kesepian. Saya butuh teman. Ayo, Pak. Duduk sebelah saya."

"Nah, adik. Berhubung kita duduk di dekat jalanan. Sekarang coba kamu lihat orang-orang yang sedang berkendara di jalan raya lalu buatlah cerita sesuai versi kamu sendiri."

"Huh? Untuk apa melihat mereka? Membosankan."

"Cobalah dahulu. Bapak ingin membuat kamu bersemangat untuk mencari tahu tentang makna hidup."

Anak laki-laki itu mengamati beragam aktivitas orang-orang yang sedang melintas di jalan raya. Ketika lampu merah menyala, kendaraan otomatis berhenti dan disitulah ia membuat cerita sendiri dari orang-orang yang baru datang sepulang bekerja serta beberapa insan di pinggir jalan.

"Adik bisa melihat bagaimana perjuangan orang-orang bertahan hidup di dunia yang keras ini. Ada orang yang sedang membeli makanan pinggir jalan untuk keluarga tercinta, bapak-bapak yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya untuk menafkahi keluarga sambil tersenyum—sepertinya dia membawa makanan enak di gantungan motor dan beberapa pengamen jalanan asyik bermain gitar dengan suara serak. Mereka tersenyum tipis ketika diberi uang recehan. Sungguh, adik merasakan bagaimana orang-orang di dunia sibuk dengan pekerjaan dan rutinitas sehari-hari.

"Kamu senang sekarang?"

"Ya, adik jadi senang melihat orang-orang dengan kesibukannya berlalu-lalang di jalan raya. Adik sadar bahwa hidup itu dinamis, kita tidak mungkin akan bermain saja seperti anak kecil. Semakin dewasa, semakin banyak beban yang harus dipikul."

Petugas damkar itu memberi kesempatan bagi anak laki-laki itu untuk mengamati kembali apa yang dilihatnya.

Seorang anak kecil melompat-lompat bahagia ketika sang ibu mengantarnya masuk ke restoran ayam goreng pinggir jalan. Usai membeli sebungkus ayam goreng, anak kecil itu tiada hentinya memeluk tangan sang ibu dengan senyum merekah.

"Ah. Adik terlalu naif selama ini. Melihat adik kecil yang kegirangan ketika ibunya membeli ayam goreng krispi seharga sepuluh ribuan itu. Semua orang punya versi kebahagiaannya masing-masing. Adik terlalu menyia-nyiakan makanan selama ini yang belum tentu dianggap biasa bagi orang lain. Adik biasa makan ayam goreng dan itu adalah makanan yang menurut adik biasa saja tetapi bagi anak-anak diluar sana yang jarang makan ayam goreng pasti menganggapnya sebagai hidangan mewah dan enak!"

"Ibaratnya seperti mimpi. Ibu dari anak kecil itu pasti berusaha untuk bisa membeli ayam goreng supaya anak senang."

"Mimpi? Setiap hari aku bermimpi tapi tidak pernah terwujud. Rasanya hambar dan jelek!"

"Jika mimpi itu tidak membuatmu takut, mungkin mimpimu tidak cukup besar."

"Apa hubungannya rasa takut dengan mimpi yang besar?"

"Mimpi yang besar akan selalu membuatmu takut ketika mengingat atau sedang memperjuangkannya. Kamu takut jika tidak berusaha dari sekarang maka mimpi itu tidak akan pernah tercapai dan lenyap begitu saja. Maka agar kamu tidak kehilangan mimpi itu, berjuanglah meski rasanya sangat lelah."

"Bapak punya mimpi?"

"Punya. Mimpi bapak adalah menjadi petugas pemadam kebakaran."

"Nah berarti mimpi Bapak sudah tercapai."

"Benar. Meskipun sudah tercapai tetapi Bapak harus rela melakukan banyak pengorbanan dan melewati momen kebersamaan bersama keluarga. Ketika Bapak berproses dan berusaha untuk bisa meraih profesi mulia sebagai damkar, banyak keluarga terdekat yang tidak peduli. Bapak berjuang sendiri karena Bapak tahu tiada yang bisa membuat kita bertahan hidup selain diri sendiri. Dan ketika sukses, barulah mereka datang untuk mengapresiasi."

"Adik takut tambah dewasa, Pak. Takut mimpi-mimpi itu tidak terwujud."

"Tidak apa-apa, takut itu wajar. Tidak wajar kalau kamu tidak berusaha untuk mencapainya. Ingat, tidak ada yang instan si dunia ini. Bahkan mie kemasan instan harus direbus dulu sebelum dimakan langsung.

Seusai mengobrol santai hingga bulan menampakkan wujudnya di langit malam, petugas damkar itu menyudahi tugasnya. Ia berpamitan dan segera kembali ke markas. Namun, anak laki-laki itu menahan geraknya saat menyadari bahwa kendaraan yang dikendarai adalah motor ninja CBR yang populer di kalangan pria.

"Pak, sebelum Bapak pergi, aku mau mendengar suara gas dari motor ninja CBR yang keren itu!"

Petugas damkar itu tersenyum senang. "Oh, kamu mau mendengar suaranya ya? Siap!"

Petugas damkar itu menaiki motor dan melakukan starter. Ia menggeber-geber motor miliknya hingga anak laki-laki itu kegirangan senang.

"Pak, motor ini pasti sulit dikendarai ya? Adik bisa saja membeli motornya tetapi tidak dengan skill mengemudinya. Motor itu terlalu besar dan tinggi tapi aku bermimpi suatu saat nanti bisa menggapainya!"

"Bahagia sesederhana itu ya."

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tetap semangat meraih mimpi
Rekomendasi dari Drama
Rekomendasi