Flash Fiction
Disukai
0
Dilihat
1,067
Mengakhiri Kesendirian
Horor

Jaka kesepian. Selalu sendirian. Tidak ada yang dapat diajak berbicara. Tidak ada yang pernah bertanya, “Apa kabar?”

Mungkin karena Jaka tidak ganteng. Mungkin juga mereka menganggap Jaka tidak berguna. Kemungkinan-kemungkinan itu menyayat hatinya. Sekarang ia bertanya-tanya. Apa yang harus dia lakukan?

Jaka masuk ke dalam sebuah swalayan. Mengenakan kaos kedodoran yang lusuh, pria itu menelusuri lorongnya yang paling sepi. Jaka mengecek dompetnya yang hanya berisi dua lembar seribuan.

Mana cukup untuk membeli apapun, dalam hati Jaka mengeluh. Ia belum makan sudah empat hari. Meskipun demikian, tidak kuasa ia mengatasinya dengan mencuri.

Seketika, Jaka mendesah. Tanpa sadar air mata menuruni pipinya. Tak pelak, satu pikiran menyeruak: Kenapa dia harus bernyawa? Jika tidak seorangpun yang menganggapnya ada.

Tangis itu akhirnya berhenti, meninggalkan bekas merah di mata. Pandangannya nyalang pada sebuah benda. Berkilau dan tajam, Jaka mengambilnya.

Pegangan pisaunya tergenggam erat-erat sembari Jaka memikirkan langkah selanjutnya.

Kalau ia melakukannya, seluruh penderitaannya akan sirna. Benar, begitu hatinya berujar. Tangannya sudah melayang di udara sewaktu sepasang tangan lain menghentikan aksinya.

“Kau sedang apa?”

Jaka memandangi sosok itu. Seorang perempuan.

“Jangan lakukan itu. Kau diciptakan begitu berharga.”

Wanita. Sok tahu. Senang mengatakan kebohongan. Itulah kalimat cibiran yang Jaka lontarkan dalam batinnya. Jaka tidak pernah lagi percaya pada wanita.

Kaum hawa itulah penyebab penderitaannya. Wanita yang menguras harta dan menyakiti hatinya. Wanita yang membuatnya miskin dan merana. Wanita itu bernama Riana.

Semua wanita sama saja. Pria yang kaya selalu jadi incaran. Tidak ragu-ragu, mereka memikatnya. Kalau sudah terperangkap, wanita peras semua kepunyaannya.

Jaka menoleh ke sosok asing yang mendekatinya itu. Ia akan menyebutnya sebagai Sang Wanita Asing. “Tahu apa kau tentang seseorang seperti diriku? Jangan halangi saya menghilangkan rasa sakit ini.”

Jaka menepis tangan Sang Wanita Asing. Namun, rupanya perempuan itu tidak mau mengalah. Sang Wanita Asing mendorong Jaka dan memberikannya bonus tendangan.

Tuh kan, ia benar. Wanita cuma bisa menyakitinya. "Dasar pengganggu!" teriak Jaka. Pria itu mencoba memukulnya. Padahal, pantang baginya berlaku kasar terhadap wanita.

Namun, ini kali ia tidak peduli. Perempuan di hadapannya itu harus segera ia beri pelajaran.

“Kau benar-benar tidak tahu siapa aku? Ah ya, siapa juga diriku ini,” racau Sang Wanita Asing.

Wanita itu menjauh agar terhindar dari pukulan. Sang Wanita Asing kemudian menangkap tangan Jaka dan meremas pergelangannya kuat-kuat. Rasa-rasanya wanita itu mematahkan tangannya.

“AAAH,” teriaknya.

Setelah itu, dua jemari dari tangan Sang Wanita Asing digunakan untuk menepuk lehernya. Entah kenapa, badan Jaka jadi kaku. Sekelilingnya berubah suram. Matanya menangkap hanya kegelapan.

***

Jaka terbangun dari tidurnya. Tidak seperti yang sudah-sudah, badannya terasa enteng. Tanpa kesulitan berarti, ia berdiri.

Ruang tempatnya beristirahat sangat luas dan bercahaya terang. Ada lampu gantung yang berhias banyak kristal. Kasur yang Jaka tiduri adalah yang paling nyaman yang pernah ia rasakan.

Tidak ketinggalan, dekorasi kamar itu juga membuat nyaman. Karpet tebal di lantai sampai keberadaan tanaman-tanaman. Akan tetapi, Jaka tidak mengenali lokasi tempatnya itu.

Ia pikir ia sedang bermimpi. Kata orang-orang, untuk bangun, segeralah cubit diri sendiri. Jaka enggan melakukannya. Kalau mimpinya seindah ini, ia rela tidak segera tersadar.

Tiba-tiba, pintu terbuka dan seorang wanita melangkah masuk. Jaka tidak lupa. Perempuan itulah yang menghentikan aksinya untuk mengakhiri nyawa.

Baru sekarang ia dapat meneliti perawakan Sang Wanita Asing. Rambutnya indah terurai panjang berwarna hitam. Matanya besar dan cokelat.

“Apa yang terjadi?” tentu begitu Jaka bertanya.

“Masa lupa dengan kelakuanmu yang seperti anak kecil?”

Jaka menundukkan kepala. Malu.

“Sudah, tenang saja. Itu sudah tugasku. Bapa yang menyuruhnya.”

“Siapa sebenarnya kau?”

“Namaku Angie. Ayahku yang memiliki semua ini,” cerita Angie dengan melebarkan tangannya. “Aku lho yang meminta Bapa agar kamu diberikan kamar yang paling bagus di sini.”

Tentu saja, batin Jaka. Wanita manja yang bersembunyi di balik punggung ayahnya yang kaya. Hidup nyaman tanpa bersusah-payah.

Jaka mengedikkan bahu. Setidaknya, perempuan itu lebih baik dari mantan pacar yang menggerogotinya dahulu, Riana.

“Kau harus sudah memulai kelas,” kata Angie.

Jaka kebingungan.

“Semua yang pertama kali tiba, wajib menjalani orientasi.”

Kebingungannya semakin bertambah.

Tidak mengindahkan keheranannya, Angie menarik tangannya dan mengajak pria itu ke ruangan yang lain.

***

Sama seperti kamar tidurnya tadi, ruangan baru itu bercahaya terang. Anehnya, sinar itu tidak menyakitkan matanya. Jaka justru merasakan kedamaian sebaik ia tiba di tempat ini.

Jaka disuruh duduk oleh Angie di tengah-tengah ruangan. Di hadapannya sudah ada layar besar berwarna putih.

“Kau siap?”

Entah bagaimana tiba-tiba layar itu menyala. Menunjukkan gambar dirinya, Jaka bertanya-tanya.

“Kami akan memutar mundur kehidupanmu. Setelahnya, ada banyak hal yang harus kau jelaskan terkait pilihan hidup yang kau ambil.”

Jaka menoleh ke arah Angie. Ia memandangi wanita itu mencari-cari penjelasan. Tapi suara kencang mengembalikan konsentrasinya ke layar.

Itu jeritan yang Jaka suarakan sewaktu berada di pusat perbelanjaan. Ia masih ingat saat itu Angie menarik tangannya yang memegang pisau. Tapi, mengapa visual di hadapannya berbeda?

Di sana, Jaka menusuk perutnya berkali-kali. Darah sudah berceceran. Namun, laki-laki itu tampak belum puas karena pisau diarahkan untuk menggores lehernya sendiri. Darah pun membanjiri lantai.

Badannya menjadi kaku menyaksikan semua itu. Pandangannya berganti-gantian; dari sekeliling dan layar di depan. Pikirannya mengumpulkan semua data dan menarik satu kesimpulan: Dirinya tidak lagi sendirian.

***

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Horor
Rekomendasi