Flash Fiction
Disukai
2
Dilihat
1,195
Pengarang Idola
Drama

Ini hari pertama Seyna tinggal di rumah baru. Selama ini mereka sering berpindah-pindah rumah kontrakan. Tiga kali mereka menempati rumah yang berbeda. Seyna sampai bosan, karena harus beradaptasi dengan lingkungan baru.

Sampai akhirnya, papa punya rezeki yang cukup untuk membeli rumah di sebuah real estate kelas menengah. Seyna senang sekali.

Suatu sore, Seyna duduk sendiri di ruang tamu. Tak lama kemudian, sebuah sepeda motor berhenti di depan pagar rumah. Seyna bergegas ke luar rumah.

“Bang Jiman!” seru Seyna.

Pemuda yang dipanggil Bang Jiman itu menoleh.

“Syukurlah, akhirnya ketemu juga alamat rumah baru kamu, nona cilik. Nih, majalah kesukaanmu sudah datang,” kata Bang Jiman tersenyum dan menyerahkan majalah Cemara.

“Terima kasih, ya, Bang?” kata Seyna tersenyum gembira.

Seyna segera membuka-buka majalah itu dan ia pun berseru girang. Ada cerpen karya Untari, pengarang idolanya. Di kursi teras, Seyna tak sabar untuk membaca cerpen karya pengarang idolanya itu.

***

Tengah malam Seyna terbangun. Gadis 12 tahun itu mendengar suara-suara aneh, tengkuknya sampai merinding. Ia bergegas ke luar kamar dan mengetuk pintu kamar mama.

“Ada apa, Seyna?” mama membuka pintu kamar, matanya tampak masih mengantuk.

“Ada suara aneh, Ma. Seyna takut,” kata Seyna.

“Suara apa?”

“Dengar deh, Ma,” sahut Seyna.

Mama menajamkan telinga. Terdengar suara aneh. Tik tik tik....kreeekk. Tik tik tik....kreeekk.

Mama tersenyum.

“Itu suara mesin ketik, Seyna,” kata mama.

“Mesin ketik?”

“Sebelum ada komputer dan laptop, orang mengetik dengan mesin ketik. Suaranya ya seperti itu.”

“Tapi suaranya menakutkan, Mama.”

“Itu karena kamu belum terbiasa. Dulu, sebelum kamu lahir, papa juga menggunakan mesin ketik untuk mengerjakan tugas-tugas kantor.”

“Jadi, bukan hantu ya, Ma?”

“Bukan, sayang. Sudah, kamu kembali ke kamar.”

Seyna kembali ke kamarnya. Ia mendengar lagi suara itu. Tik tik tik ... kreekk. Tik tik tik ... kreeek. Seyna menutup telinganya dengan bantal.

***

“Tahu, nggak? Semalam aku nggak bisa tidur,” kata Seyna di kantin sekolah.

“Mengapa? Kamu begadang?” tanya Susi, lalu mencomot sepotong bakwan.

“Aku mendengar suara aneh. Kata mama, itu suara mesin ketik.”

“Dari mana suara aneh itu?” tanya Susi.

“Dari rumah tetangga.”

“Siapa tetanggamu itu? Apa pekerjaan tetangamu itu?”

Seyna mengangkat bahu dan menggelengkan kepala.

***

Pulang sekolah, Seyna melihat mama duduk di ruang tamu bersama seorang wanita yang rambutnya putih merata.

“Assalamu’alaikum,” sapa Seyna.

“Wa’alaikumsalam,” mama dan wanita tua itu menyahut bersamaan.

Seyna mencium tangan mama dan wanita tua itu.

“Seyna, kenalkan ini Nenek Tari, tetangga kita,” kata mama.

Seyna tersenyum pada Nenek Tari.

“Maaf, kalau semalam kamu terganggu dengan suara mesin ketik nenek,” kata Nenek Tari.

“Nggak apa-apa, Nek,” sahut Seyna.

“Ayo, kamu ganti pakaian. Nenek Tari ingin mengajak kamu main ke rumahnya,” kata mama.

“Tapi, Ma. Seyna belum makan siang,” sahut Seyna.

“Nenek Tari mengundang kamu untuk makan siang di rumahnya,” jawab mama.

Seyna segera mengganti pakaian seragam putih merahnya dengan kaos dan celana panjang sebatas tumit. 

Di rumah Nenek Tari, mereka makan siang dengan menu tumis kangkung, gurami goreng, dan sambal hijau. Wah, serasa di pedesaan.

“Terima kasih, Nek. Bagaimana Nenek tahu makanan kegemaran Seyna?” tanya Seyna usai makan siang.

“Mama kamu yang cerita.”

Kemudian Nenek Tari mengajak Seyna ke sebuah ruangan yang penuh buku dan tumpukan majalah.

“Nenek langganan majalah Cemara? Itu kan majalah anak-anak, Nek?” tanya Seyna.

Nenek Tari hanya tersenyum, lalu menunjukkan mesin ketik di meja pojok ruangan. Nenek Tari bercerita, di ruangan itulah ia mengetik dengan mesin ketik. Nenek itu juga bercerita, bila ia tinggal bersama Mbok Yem, pembantu setianya. 

Kemudian Nenek Tari menunjukkan beberapa lembar kertas. Seyna membacanya.

“Tetangga Baru. Ini kan cerpen yang ada di majalah Cemara edisi terbaru? Jadi ....”

“Ya,” Nenek Tari mengangguk. “Nama nenek Sri Untari. Biasa dipanggil Untari atau Tari.”

“Jadi ....”

Nenek Tari tersenyum, lalu menyerahkan sebuah buku yang masih bersegel pada Seyna.

“Buat kamu. Novel terbaru nenek,” kata Nenek Tari.

Seyna membaca judul buku itu: Petualangan Nona Cilik. Ada nama Untari di bawah judul itu.

“Jadi ....” Seyna tak mampu meneruskan kalimatnya. Seyna memeluk erat Nenek Tari. Matanya berkaca-kaca. Hati Seyna begitu bahagia bisa bertemu pengarang idolanya.

***SELESAI***

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Rekomendasi