“Bagaimana kalau kita menikah saja?”
Feli mengernyit bingung saat Alfi mendadak mengajukan pertanyaan yang berupa lamaran.
Padahal sekitar satu jam yang lalu, Alfi yang merupakan temannya sejak SMA sedang curhat karena baru putus. Tapi kenapa sekarang malah mengajaknya menikah? “Aku tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaanmu, Fi.”
Alfi mengacak rambutnya dengan frustasi, "Kamu tahu kan orang tuaku memaksa agar aku secepatnya menikah? Tapi pacarku malah minta putus, kan ngeselin."
Itu adalah topik curhat yang baru saja Alfi ceritakan, Feli masih mengingatnya dengan sangat jelas, "Iya, tahu, lalu apa hubungannya dengan mengajakku menikah?"
"Orang tuamu juga ingin kamu bisa memiliki pacar lagi kan? Kenapa kita tidak menyelesaikan masalah kita berdua dengan cara menikah saja?"
Setelah putus dengan pacar terakhirnya, Feli memang lebih sering ditanyakan tentang kapan memiliki pacar lagi. Padahal dalam satu bulan terakhir, Feli disibukkan dengan urusan kerjaan di kantor sampai tak sempat mencari pacar.
Memang sedikit membuat bete setelah capek pulang kantor selalu ditanya masalah pacar, tapi bukan berarti Feli malah menyelesaikan masalahnya dengan menikah, "Iya sih, tapi kita kan tidak pacaran, masa mendadak langsung menikah? Memang Alfi menyukaiku?"
“Aku tidak mendadak mencintaimu kok.”
“Ya terus kenapa malah ngajak nikah?” tanya Feli yang semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran Alfi.
“Menikah tidak harus dengan orang yang kita sukai kan? Kita bisa memilih menikah dengan orang yang membuat kita merasa nyaman.”
Nyaman ya? Selama ini Feli memang merasa nyaman-nyaman ketika sedang menghabiskan waktu bersama Alfi, tapi meski mereka sudah menjadi sahabat serta teman curhat, bukan berarti mereka dapat menikah, “Menikah kan berarti kita harus hidup bersama selamanya.”
Alfi mengangguk, setuju dengan pendapat Feli, “Apa Feli pernah mendengar ini? Menikahlah dengan seseorang yang ingin kau jahili sepanjang hidupmu.”
Sebuah tawa lepas Feli keluarkan, “Terdengar menyenangkan sih bisa menjahilimu setiap hari.”
Alfi tersenyum senang, “Benarkan? Jadi Feli mau kan menikah denganku?"
"Sepertinya aku tak punya alasan untuk menolak lagi, kalau begitu mohon dukungannya calon suamiku," ucap Feli sambil mengulurkan tangan kanannya.
Tangan Alfi menerima jabat tangan yang diberikan, "Mohon bantuannya juga istri masa depanku. Aku janji akan membuatmu bahagia."