Tiga tahun bersekolah, tiga tahun pula Kaylila menjadi objek perundungan. Semua bermula saat gadis lugu itu menceritakan bakat tak masuk akal yang dimilikinya; dia bisa melihat tembus pandang.
Sebenarnya Kaylila sendiri tidak benar-benar memahami apakah kemampuan anehnya cukup disebut sebagai penglihatan tembus pandang. Faktanya, dia bisa melakukan lebih dari itu, dan berkat bakat janggal tersebut, Kaylila belum mengerti apa itu rasa takut sampai usianya saat itu.
Gadis itu sedang berjalan menuju kantin saat sekelompok anak laki-laki melirik ke arahnya dengan seringai tak menyenangkan, berisap melontarkan kata-kata tak menyenangkan. Kaylila tahu karena isi kepala bocah-bocah lelaki itu dapat ia baca dengan jelas, sejelas buku catatannya sendiri.
Ia mengerutkan dahi, merasa tak nyaman dengan pemandangan yang hanya dapat dilihat olehnya. Kaylila kemudian menatap mata bocah-bocah tadi secara bergantian, menyaksikan mereka semua mendadak pucat lalu gemetar seperti habis melihat wujud asli penjaga neraka.
"Kenapa?" tanya Kaylila dengan tenang, namun menohok. Tak ada jawaban. Gadis itu berlalu dengan santai, meninggalkan para calon perundungnya tadi dengan lutut lemas dan wajah pucat macam mayat.
Keesokan harinya, tersiar kabar bahwa empat siswa masuk rumah sakit karena demam tinggi dan kesadaran yang memudar. Tak satu pun orang tahu bahwa itu semua adalah perbuatan Kaylila yang mentransfer memori mengerikan seputar hal-hal yang tak sepatutnya dilihat kepada anak-anak itu.
Masih di hari yang sama, Kaylila berjalan menuju salah satu sudut di sekolah yang selalu dihindarinya selama tiga tahun. Dahulu, saat menjadi siswa baru, ia selalu merasakan sensasi aneh yang seolah mengusirnya tiap kali berada di sekitar lokasi tersebut. Hari itu, sesuatu memanggilnya ke sana. Kaylila berjalan menyusuri lorong yang di sisi kirinya terdapat saluran air. Setelah cukup jauh, gadis itu menoleh tanpa kehendaknya sendiri ke arah salah satu sisi tembok. Penglihatan tak biasanya kembali aktif. Untuk pertama kalinya, ia menyaksikan sesuatu yang membuatnya gelisah untuk pertama kali; sesuatu bergerak di dalam tembok yang seharusnya buntu tak berpintu.
"Siapa di dalam sana?" bisik Kaylila dengan amat lirih. Ia kemudian mendekatkan telapak tangannya ke tembok itu, yang seolah menyedotnya dengan kekuatan luar biasa. Kaylila menahan napas, menyakiskan separuh tangannya menembus tembok, dan merasakan tubuhnya ikut terseret masuk ke dalam.
Sesuatu membisikinya.
"Selamat datang kembali, Lila."