Aku mengendap ke ujung tebing yang membatasi hutan tak bertuan tempatku berpijak sekarang dengan sebuah kerajaan di baliknya. Crimson Claw, nama kerajaan yang menjadi target penyerangan kerajaanku.
Sebenarnya lebih mudah menggunakan naga untuk melakukan pemindaian dari atas, karena di sini bukan hal aneh melihat para naga berterbangan. Para naga baru akan ditembaki panah dan dilempari bola sihir dan bola api jika menggunakan atribut salah satu kerajaan pesaing. Tapi aku sengaja tidak menggunakan hewan besar bersayap tersebut karena aku tidak mau menghabiskan energi mereka hanya untuk memindai lokasi lawan.
Aku berdiri merapat dengan batang pohon yang lebih besar dari tubuhku. Ternyata para Dewa-Dewi Perang berada di pihakku. Posisiku sangat bagus untuk memindai dengan jelas tata letak Crimson Claw. Aku bisa mengingat dengan baik di mana letak benteng pertahanan mereka. Aku juga bisa mengetahui di mana saja mereka mendirikan menara pengawas, menara sihir, ketapel raksasa, portal pasukan dan portal energi mereka.
Hmm, kelihatannya pertahanan mereka lumayan bagus. Benteng pertahanan dipagari dengan rapat, meskipun masih berupa bahan dasar kayu. Empat portal, empat menara pengawas, dua menara sihir, satu ketapel api raksasa, satu markas pasukan dan satu bengkel senjata mengelilingi pagar bangunan yang menjadi pusat kekuatan mereka. Di ujung batas wilayah, ada empat tambang emas beserta bunker penyimpanan emas mereka. Huff… aku mendesah lega karena mereka tidak mempunyai kandang naga – yang berarti mereka tidak memiliki naga raksasa dari gunung es atau lembah api. Karena para naga milikku hanya bertubuh standar naga petarung.
Aku mulai menimbang dan menyusun strategi penyerangan. Kali ini aku harus menang. Kalau tidak, pasti tingkat strata kerajaanku tidak akan naik. Dan reputasiku juga pasti akan menurun. Tidak, tidak! Aku harus berpikir jernih dalam berstrategi, tidak boleh terkontaminasi dengan hal-hal lain. Semua demi kejayaan kerajaan yang telah dibangun sedemikian rupa hingga saat ini.
Kuamati kembali posisi-posisi vital mereka, untuk memperkirakan di mana pertama kali aku akan memilih dan menurunkan pasukan. Urutan penyerangan harus terinci dengan baik, demi efektivitas energi, jumlah dan jenis pasukan yang aku terjunkan.
Aku melirik barisan pasukanku. Para prajurit sudah dalam posisi siap tempur. Mereka mengayunkan pedang di udara sedemikian rupa, tidak sabar ingin menebas dan menjatuhkan lawan. Para pemanah pun sudah bersiap dengan anak panah yang terpasang di busur mereka. Raksasa menghentak-hentak kaki dan mengepalkan jemari mereka, meninju udara. Pasukan tengkorak berbaju besi terlihat mengacungkan tombak mereka dengan semangat. Naga-naga mengepakkan sayap mereka di belakang barisan prajurit dan pemanah. Suara pekikan mereka bagaikan tabuhan genderang perang yang mengiringi setiap langkah kami di pertempuran.
Setelah kurasa cukup, aku mengirimkan isyarat kepada para prajurit untuk bersiap memulai penyerangan. Aku memilih beberapa satuan pasukan yang sesuai untuk ketepatan tempur di kerajaan lawan tadi. Kemudian berlanjut memilih kekuatan Ancient yang akan digunakan.
Dan… dimulailah penyerangan.
“Majuuu…”
“Seraaaang!!! Hancurkan portal energi!!!”
“Lumpuhkan semua menara dan ketapel raksasa!!!!”
“Jatuhkan benteng pertahanan mereka!!!”
“Demi Empress Rexa!!!”
Ada celah di antara dua portal pasukan, aku menurunkan enam prajurit berpedang untuk mengalihkan perhatian menara dari depan dan menghancurkan portal tersebut. Lalu menempatkan para pemanah untuk melumpuhkan dua menara pengawas dari belakang. Beberapa prajurit berpedang tumbang, jantungku berdegup kencang. Akankah aku menang kali ini?
Tapi tak lama kemudian, portal beserta menara pengawas hancur dan aku mendapatkan cahaya kekuatan untuk mengaktifkan kekuatan Ancient–Dewa-Dewi Perang-yang kupilih. Aku memakai Ancient jenis api, karena tingkat penguasaan akan Ancient itu sudah mendekati sempurna. Segera saja aku arahkan kekuatan Ancient ke Stronghold-benteng pertahanan-lawan. Stronghold mereka tadi sedikit mengalami kerusakan.
Aku mengirimkan beberapa raksasa dan prajurit tengkorak berbaju besi untuk menghancurkan markas prajurit dan bengkel senjata. Pasukan lain yang tersisa masih terus merangsek maju untuk menghancurkan sasaran utama, Stronghold. Aku sebagai pusat strategi dan komando hanya bisa mengawasi dan menunggu hingga cahaya kekuatan penuh kembali untuk mengaktifkan Ancient.
Sepertinya pasukanku mulai kewalahan. Aku menurunkan naga-naga untuk membantu menghancurkan pagar dan dua menara sihir. Para naga itu melontarkan bola-bola api secara beruntun tanpa jeda. Menara sihir tadi meledak, diikuti dengan hancurnya sisa menara pengawas dan ketapel raksasa. Cahaya kekuatan penuh kembali, kuarahkan lagi kekuatan Ancient ke Stronghold lawan dengan energi penuh. Para pasukan dan naga sudah menghancurkan satu sisi pagar dan ikut menghujani Stronghold Crimson Claw. Setelah beberapa detik, akhirnya Stronghold lawan meledak hebat dan hancur. Lalu sisa pasukan tinggal menghancurkan tambang emas dan menguras bunker penyimpanan. Aku menyeringai puas dan memekik kegirangan.
EPIC VICTORY
Aku menyentuh tanda untuk kembali ke kerajaanku di layar ponsel. Battle Stones - batu gaib – untuk mengaktifkan keikutsertaan berperang milikku sudah habis. Harus menunggu dua puluh menit untuk mengisi Battle Stones tersebut kembali. Lagipula, ponsel sudah terasa panas. Jadi lebih baik aku letakkan dulu di lantai yang dingin.