"Silakan, cek Anda, Nona."
Alinea menerima pembayaran atas pekerjaannya sebagai model di Instagram. Itu senilai sembilan digit untuk setiap sesi pembuatan iklan. Nilai yang fantastis dan akan sangat membanggakan jika diunggah ke media sosialnya yang memiliki follower puluhan ribu. Namun, ini adalah Stockholm. Seorang influencer muda seperti dirinya harus menahan diri untuk tetap berada dalam nilai kesederhanaan lokal.
Jantelagen. Sudah cukup lama generasi mereka ingin mendobrak tradisi ini agar bisa lebih leluasa mengekspresikan diri. Sayang, jantelagen mengakar terlalu kuat di negara-negara Nordik, termasuk Swedia.
Lalu seseorang meneleponnya--Edith, tetangganya di bilangan kawasan terkaya Norrmalm. "Mau nonton musik malam ini?" Pertanyaan yang hampir sama sebenarnya setiap hari. Kehidupan remaja mereka memang hedonis. Kemarin makan malam mewah di Skeppborn, lusa menonton opera di Kungligan Opera. Siklus yang sama, hanya tempat yang berbeda.
"Oke. Berarti aku akan mempersingkat belanja harian di butik sore ini." Alinea merendahkan suaranya setengah berbisik ketika berpapasan dengan seorang wanita yang kelihatannya imigran, pastinya dengan kelas sosial di bawahnya. Ia hanya bebas berbicara tentang gaya hidup dalam kalangan sesamanya, atau orang-orang akan mencapnya aneh.
"Kenapa kau berbisik?" Edith tertawa.
"Diamlah, Cerewet. Jemput saja aku nanti malam."
Alinea kembali berbisik, berharap tidak ada orang biasa mendengar obrolan kelas atas mereka.