Flash Fiction
Disukai
0
Dilihat
1,660
LAKUNA
Romantis

Duduk di hadapannya, ketenangan Sendika justru mengintimidasi Alfa. Momen yang selama ini ia nantikan terjadi.

“Dik, aku senang kita bertemu lagi. Ada maaf yang belum kusampaikan dengan sempurna.”

Hanya seulas senyum tipis. Tak ada amarah. Tak ada cemburu. Tak ada getaran emosi apa pun di wajah itu.

“Tak ada wanita lain setelahmu.”

“Itu tak mengubah apa pun. Tidak masa lalu maupun masa depan.”

“Jika karena Daisy, aku akan mengatasinya.”

“Apa permasalahan Daisy dari sudut pandangmu? Bagaimana kau akan mengatasinya?”

Alfa terdiam.

“Tadi aku sempat ketemu Daisy waktu mau ngajar di kelasnya Bayu. Dia menghampiriku dan minta maaf. Kupeluk dia, jadi bisa kusimpulkan tak ada lagi kesalahpahaman di antara kami. Apa kau akan menghancurkan itu? Menjadikanku musuh lagi baginya?”

“Daisy tak perlu tahu masa lalu kita.”

Sendika mendengus kesal, namun sapaan beberapa murid yang lewat memaksanya tersenyum.

“Bagaimana kamu ketika mendapat surat panggilan dari sekolah?”

“Yah, aku memarahinya. Dia menangis dan curhat ke tante Lisa. Sepupuku itu nda mau terlibat lagi, karena semasa SMP selalu dia yang datang ke sekolah kalau ada masalah sama Daisy. Mau nda mau harus aku yang datang. Tapi aku bersyukur jadi bisa ketemu kamu.”

Sendika menggeleng, menahan rasa kesal.

“Daisy sering bermasalah sejak dulu, kemana kamu sebagai Bapaknya?”

“Ada… aku… kerja…”

“Menurutku kamu nda tau duduk persoalan kasus Daisy.”

“Aku tahu.”

“Coba?”

“Emm… dia naksir Bayu tapi ditolak. Dia menemukan catatan di buku Bayu kalau Bayu suka sama gurunya, yaitu kamu. Daisy kemudian memviralkan foto catatan itu.”

“Bayu hanya menyimpan rapat perasaannya padaku. Tapi Daisy mempermalukan kami, mempermalukan sekolah dengan memposting di ig-nya, tanpa mengaburkan identitasnya. “

“Aku minta maaf atas kelakuannya.”

“Bukan itu intinya. Dia cari perhatian. Siapa? Bapaknya.”

Alfa diam termenung.

Sendika berhitung. “Daisy lahir sekitar dua tahun setelah kita putus.”

“Aku berusaha memperbaiki hubunganku dengan istriku. Mantan.”

“Aku juga berusaha melanjutkan hidup. Melupakanmu, bertemu orang lain, dan bahagia.”

“Aku … tidak bisa mencintai lagi… kecuali… kamu.”

“Kamu hanya penasaran denganku,” Sendika menggeleng.

“Dik, aku ingin menemuimu sejak dulu. Melihat namamu sebagai pengajar bimbelnya Sena, kakak Daisy, aku jadi sering mengantar jemput dia dan berharap bertemu denganmu. Tapi justru Daisy dengan kenakalannya yang mempertemukan kita.”

“Daisy diskors satu minggu, dan ini hari pertama dia masuk sekolah lagi. Oke kamu antar dia, tapi harusnya pulang saja, nanti baru jemput Daisy.”

“Tak ada wanita setelahmu.”

“Lalu?”

Alfa meraih jemari Sendika, menggenggamnya erat. Sendika menariknya perlahan, berusaha tidak menarik perhatian orang-orang yang lewat di koridor tempat mereka duduk di bangku panjang.

“Kau bahkan tidak bertanya apakah aku masih singel.”

“Aku tahu kau sudah menikah.”

“Jadi?”

“Aku ingin kita bisa bersama. Aku cinta pertamamu, kan? Bukankah cinta pertama tak pernah mati?”

Sendika mulai jengah. “Daisy sudah tak menganggapku musuh yang menghalangi cintanya. Lalu kau ingin menempatkanku sebagai musuhnya lagi? Perusak rumah tanggamu?”

“Dia tak perlu tahu.”

Sendika menggeleng kesal. “Kau pacar pertamaku, tapi bukan cinta pertamaku. Jadi mengapa aku harus memperjuangkanmu? Lagipula, orang sepertimu, yang tak pernah menyelesaikan masalah, hanya menutupinya dengan rahasia dan kebohongan.”

 Alfa kembali meraih jemari Sendika membawanya ke dalam genggaman, mencari getaran yang dulu ada di antara mereka.

“Tidakkah kau ingin tahu apakah aku bahagia atau tidak tanpamu?” Sendika menantang mata Alfa. “Aku memang pernah mencintaimu, tapi aku tak sanggup jika setiap kali kau bercerita aku bukannya mendengarkan, tetapi berpikir, ‘kali ini kebohongannya yang mana lagi yang akan terungkap’, bagaimana aku bisa bahagia hidup seperti itu?”

“Dika… aku akan berubah…”

Sendika menggeleng. ”Kau pikir dulu aku hidup di gua? Dan setelah putus darimu aku kembali ke gua?”

“Dik…”

“Beruntung kita putus. Aku bertemu orang lain dan kami bahagia. Jadi pertemuan ini sudah cukup.”

“Belum buatku.”

Sendika memandangi Alfa. “Kau hanya penasaran karena tak bisa memilikiku seperti yang kau inginkan.”

“Aku mencintaimu, selalu dan hanya kamu.”

“Apakah menurutmu aku masih mencintaimu? Kau tahu aku bukan pembohong sepertimu, kan? Jujurlah dan lupakan aku.”

Sendika beranjak meninggalkan Alfa yang duduk mematung. Ia mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan wa ke suaminya, sekedar bertanya kabar dan kapan pulang, dan mengajaknya makan di luar nanti malam. 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar