Mari aku ceritakan satu kisah. Bukan tentang putri dan pangeran berkuda, bukan pula si kancil yang cerdik dan si buaya. Namun sebab cerita ini terjadi di negeri yang indah maka tetap akan aku mulai cerita ini dengan;
Alkisah.
Di sebuah desa yang tentram dan permai, terdapat sebuah sumber mata air membentuk telaga, telaga ini memiliki air yang begitu jernih dan bening. Para penduduk tak pernah tahu persis sedalam apa telaga tersebut, tidak ada yang berani menjelajahi setiap inchi sudutnya, mereka hanya memanfaatkan air telaga seperlunya, itu pun jika kemarau sudah tiba. Pula telaga ini jauh dari pemukiman warga, ia terdapat di tengah hutan yang dikelilingi pohon kapas dan jati yang menjulang tinggi.
Setiap malam tanpa terang bulan, kunang-kunang akan menunjukkan gemerlap cahayanya menghiasi permukaan telaga yang tenang. Namun ketika purnama tiba, kunang-kunang akan menghilang di rimbun hutan dan cahaya pada telaga digantikan oleh purnama yang memantulkan kemolekannya jauh lebih indah terlihat pada bening telaga dibanding kegelapan langit malam.
Konon, ada sebuah kepercayaan sekitar yang mengatakan, siapapun yang ingin kecantikannya bersinar layaknya purnama maka ia bisa mendapatkannya dengan melakukan ritual mandi pada telaga tersebut di bawah purnama, dengan menggunakan selendang tujuh warna pelangi.
Seorang gadis desa berwajah sendu mendengar cerita tersebut dari neneknya yang renta. Bermodalkan perhiasan terakhir peninggalan ibunya ia menjelajahi seluruh penjual selendang di berbagai pasar hanya untuk mendapatkan ketujuh warna tersebut. Semua ini karena ia telah mendengar bahwa saudagar kaya raya di desa tetangga sedang mencarikan calon mempelai wanita untuk putra tunggalnya. Syaratnya hanya satu, ia haruslah gadis yang memiliki kecantikan bak purnama, bersinar terang dalam kegelapan.
Gadis itu membulatkan tekad, ia sudah lelah dengan kemiskinan yang menjerat keluarganya turun temurun. Meski kini hanya tinggal ia dan neneknya seorang, gadis itu ingin kehidupan selanjutnya juga keturunannya memiliki kehidupan yang sejahtera. Maka jika hanya dengan cara ini ia akan nekat mencoba, meski tak pernah ada cerita kelanjutan dari cerita sang nenek, pernah atau tidak seseorang melakukannya.
Purnama pun tiba, si gadis desa meninggalkan gubuknya tepat pukul dua belas malam. Langit malam yang menghadirkan purnama menemani langkahnya. Gelap hutan tak menjadi masalah, lolongan hewan liar sudah jelas ia abaikan.
Tibalah ia di tepian telaga. Benar kata orang, purnama jauh lebih indah dalam pantulan telaga. Keindahan telaga membuat gadis itu semakin yakin. Ia berjalan perlahan mendekat pada telaga, pada tubuhnya telah ia ikatkan tujuh selendang yang mewakili tujuh warna pelangi.
Si gadis desa mulai membenamkan kakinya pada air telaga yang bening, rasa yakin yang membuncah membuatnya terus berjalan. Keindahan purnama sempurna menariknya, ia mempercepat langkah seolah berlari mengejar keindahan purnama yang ia inginkan. Ia terus berlari dan terus berlari menggapi keindahan purnama yang ia inginkan.
Keesokan harinya...
Berita Utama
Ditemukan, Seorang Gadis Muda Tewas Tenggelam di Sungai dengan Tujuh Selendang Melilit Tubuhnya
Kau sedang berharap apa?
Kita hidup dalam dunia realita. Seberapa sering pun orang mengatakan kita sedang berada pada panggung sandiwara, tetap saja bukan dongeng yang tengah kita lakonkan.
Mungkin kau juga pernah diam-diam berharap mendapatkan keajaiban, seperti membuka lemari dan mendapati dirimu telah ada di negeri Narnia, tapi aku harap kau tak pernah larut dengan harapan bahwa itu bisa menjadi nyata.
Sudah, peluk saja yang nyata dan yang ada.
Sekian.