Flash Fiction
Disukai
0
Dilihat
2,047
Dia
Religi

“Turun!” teriak seseorang dari belakang.

Aku menatap orang yang berada di sampingku, mereka yang di belakangku hanya berteriak padaku, tapi tidak dengan orang di sampingku, aku jadi berpikir apa memang kata-katanya benar

“Mereka benar-benar tidak bisa melihatmu?”

“Aku sudah bilang bukan, mereka tidak bisa melihatku dan hanya kamu yang bisa melihatku.”

“Apa itu artinya aku akan mati?”

“Semua tergantung keputusanmu, kamu akan meninggal dalam 40 hari, tapi kalau kamu melangkah sekarang kamu akan mati sekarang. Semua tergantung pilihanmu.”

“Tidak adakah pilihan untuk tidak mati?”

“Kamu itu manusia, semua manusia di akhir kehidupannya akan mati, jika pun kamu tidak mati dalam 40 hari, itu semua hanya penundaan.”

“Jadi apapun yang terjadi aku akan tetap mati?”

“Lihatlah, semua orang akan mati pada waktunya, tutup matamu,” ucapnya.

Aku pun menutup mataku, aku bisa mendengar dia mendekat lalu aku merasakan tangan dingin berada di wajahku, dia menutup mataku dengan tangannya.

“Bukalah matamu,” ucapnya ketika melepaskan tangannya dari wajahku.

Aku membuka mataku, lalu melihat dia atas kepala orang-orang ada sebuah angka-angka berderet, tahun, bulan, hari, dan jam.

“Kamu lihatkan, ketika hitungan itu berakhir mereka akan mati.”

“Aku tahu semua orang akan mati pada saatnya, tapi aku takut.”

“Tidak ada orang yang menerima kematiannya dengan senang hati, banyak orang yang merasa dia belum cukup hidup tapi dia harus mati. Tapi itulah takdir manusia.”

“Inikah yang namanya Siklus Kehidupan?”

“Kehidupan punya caranya sendiri untuk memperlihatkan kekuatannya, dan Dia yang di atas,” ucapnya sambil menunjuk ke atas awan.

“Tuhan?”

Dia mengangguk. “Kenapa kamu takut mati? Apa itu karena kamu takut orang tua dan kerabatmu sedih? Atau kamu merasa kebaikanmu belum cukup?”

“Dua-duanya.”

“Percayalah, mau sebaik apapun kamu, tidak akan cukup, karena manusia pada dasarnya sudah berdosa.”

“Tidak untuk anak yang baru lahir, apa kesalahan mereka?”

“Kamu pikir dosa hanya tentang apa yang kamu lakukan? Dosa itu juga bisa diturunkan jika orang tuanya sudah berbuat dosa.”

“Lalu apa makna kehidupan kalau begitu?”

“Untuk membuatmu mengerti, kenapa Dia memberikanmu kehidupan, jika dia memberimu hidup dia juga bisa mengambil kehidupanmu.”

“Aku benci garis kehidupan.”

“Sebenci apapun kamu pada Dia, pada akhirnya Dialah tempat sandaran yang paling baik.”

“Apa kamu tidak meminta pekerjaan lain pada-Nya? Menjemput orang mati, bukannya itu pekerjaan yang paling dibenci oleh manusia?”

“Bagimu mungkin begitu, tapi bagiku ini pekerjaan yang sangat berharga, karena pekerjaanku-lah yang menjaga stabilitas kehidupan, dan akulah yang membuat orang-orang itu mengerti bahwa kematian tidaklah menakutkan pada akhirnya.”

“Tapi manusia takut pada penghakiman.”

“Surga dan Neraka, kamu harusnya tahu upah dari dosa-dosa yang sudah kau lakukan, karena itu aku selalu muncul 40 hari sebelum kamu mati.”

“Supaya aku bisa memperbaiki diri?”

“Supaya kamu mengerti, Dia memberikanmu kesempatan terakhir sebelum akhirnya Dia memanggilmu kembali. Pergunakan kesempatan terakhir untuk meminta ampun dan memperbaiki hubungan yang sudah kamu rusak.”

“Maksudmu orang tuaku?”

“Minta maaflah, dan bawa restu mereka ke alam baka, penghakiman akan datang suka atau tidak, tapi Dia tetap akan memaafkanmu, jika kau tulus kembali pada-Nya.”

“Aku mengerti, terima kasih,” ucapku sambil tersenyum.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Religi
Rekomendasi