Flash Fiction
Disukai
4
Dilihat
2,670
Mencari Jenazah di Dalam Danau
Misteri

Salam kenal. Namaku Max Leubker. Aku adalah seorang penyelam. Sungai, danau, dan laut sudah sering kujelajahi. 

Biasanya pekerjaanku adalah memasang peralatan di bawah air, mencari barang hilang, atau menjadi instruktur selam. Namun kali ini tidak. Aku justru disuruh mencari jenazah seorang pria. Namanya Frank Burns. Seorang jutawan yang tinggal di wilayah Vermont. Beberapa bulan lalu pria itu tenggelam di danau karena perahunya terbalik. Jenazahnya tidak pernah muncul hingga sekarang. 

“Dimana posisi jatuhnya suami anda, Nyonya?” tanyaku pada seorang wanita yang naik perahu bersamaku ke tengah danau. Ia adalah istri tuan Burns. Dua orang anaknya serta paman mereka ikut juga di dalam perahu.

“Sekitar 50 kaki ke arah sana,” tunjuknya ke sebelah timur perahu, “tolong bawa kembali tubuhnya, Tuan Leubker,” pintanya dengan memelas.

“Baik, serahkan saja pada saya,” sahutku menenangkan.

Maka turunlah tubuhku ke dalam dinginnya air danau. Perlahan tangan dan kakiku menyibak air, berusaha menyelam makin ke bawah. Danau ini sebenarnya sangat luas. Panjangnya mencapai 32 mil. Untung nyonya tadi bisa memberi petunjuk. Area pencarian pun menjadi lebih sempit.

Namun kedalaman danau ternyata menjadi masalah.

Aku terus turun ke bawah dan ke bawah. Kini kedalamanku 130 kaki, tetapi belum juga tampak dasar danaunya. Ini mulai terasa berat. Jarang sekali ada orang sanggup menyelam lebih dalam dari ini.

Aku mengamati keadaan sekelilingku yang makin gelap. Cahaya matahari semakin jauh di atas sana.

Setahuku, jenazah orang yang tenggelam akan muncul sendiri ke permukaan. Entah dalam hitungan hari atau minggu. Tapi jenazah tuan Burns tidak pernah muncul. Ini cukup aneh. Mungkinkah jenazah itu tersangkut sesuatu di dasar danau?

Kalau begitu aku harus mencapai dasar danaunya.

Maka kupaksakan diriku menyelam makin dalam. Namun semakin ke bawah diriku semakin tidak bisa melihat. Bukan karena kekurangan cahaya matahari, namun karena airnya semakin keruh. Rasanya ini sia-sia saja. Akhirnya aku memilih menyerah.

"Begitukah?” nyonya Burns terlihat sangat kecewa. Saat itu aku sudah kembali di perahu bersamanya, ”jadi jenazah Frank tidak bisa kembali?” kedua bola matanya bergerak-gerak sendu.

“Maafkan saya,” aku hanya bisa berucap demikian.

“Kumohon, menyelamlah sekali lagi,” sang paman berkata, “soal air yang keruh, jangan khawatir. Aku akan membelikanmu lampu bawah air yang mahal itu. Bagaimana?”

Aku sebenarnya enggan menyelam lagi. Tidak ada yang tahu kedalaman danau itu. Bisa saja 200, 300, atau bahkan 1000 kaki. Dan jenazah tuan Burns tergeletak di sana, menunggu untuk ditemukan. Tidak ada penyelam yang bisa mencapainya.

“Bagaimana?” desak sang paman.

Entah bagaimana, akhirnya aku mengiyakan. Ini gila. Namun keluarga Burns menyewaku bukan tanpa alasan. Mereka tahu betul bahwa aku satu-satunya penyelam yang bisa mencapai kedalaman 250 kaki. Mudah-mudahan dasar danaunya sudah terjangkau di kedalaman itu.

Maka keesokan harinya aku menyelam lagi.

Kali ini dengan membawa lampu sodium di tangan. Aku menuruni kedalaman dengan cepat. Ikan-ikan kecil melintas di sampingku. Sampai di kedalaman 130 kaki, kujumpai lagi kondisi air yang keruh. Namun ajaib, cahaya kekuningan dari lampu sodium mampu mengalahkannya. Pemandangan di sekitarku terlihat dengan cukup baik.

Aku menyelam makin ke bawah dan ke bawah lagi.

Di luar dugaan, hanya perlu turun 50 kaki, sudah sampailah di dasar danau. Sambil melayang, aku mulai berkeliling mencari jenazah tuan Burns. Lampu sodium di tangan kusorotkan ke berbagai arah. Perlu waktu agak lama untuk menjelajahi dasar danau itu. Namun yang akhirnya kutemukan bukan jenazah tuan Burns, tetapi sesuatu yang lain.

Beberapa ekor belut mendadak muncul entah darimana. Mereka seukuran paha orang dewasa. Panjangnya kira-kira 7 kaki. Belut-belut itu bergerak menghampiriku. Yang membuatku takut adalah mulut mereka. Mulut itu dipenuhi taring-taring yang tidak biasanya ada pada seekor belut.

Menghadapi ancaman itu aku memilih kabur. Tubuhku seketika berenang naik. Saat itu sempat kulihat sejumlah gua di dasar danau. Mungkin saja jenazah tuan Burns ada disitu, tetapi aku tak peduli lagi. Aku terus bergerak naik dan naik, hingga akhirnya mencapai permukaan. 

Aku tak pernah mau kembali ke danau itu. Upah dari keluarga Burns pun kutolak.

Saat meninggalkan danau, seorang penduduk lokal menghampiriku. Ia bercerita bahwa sejak dulu, tidak satu pun jenazah orang yang tenggelam di danau bisa ditemukan. Danau itu tidak pernah mengembalikan mayat orang yang ditelannya.

Konon itu karena danau tersebut ada penghuninya. Ia adalah Memphre, seekor naga.

Mungkinkah belut-belut itu anaknya? Apakah mereka yang memakan semua jenazah itu?

Aku tak mau mencari jawabannya.

             

(Dikembangkan dari sebuah berita di surat kabar Gazette, Kanada, tahun 1988)

*1 kaki = 30 sentimeter

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Misteri
Rekomendasi