Hari ini ialah hari pernikahanku. Sayang, aku justru mengulas senyum setengah palsu. Sedang kekasih hatiku terus berusaha menenangkanku dengan senyum tulus dan tepukan halus. Karena dialah satu-satunya orang yang paling tahu. Siapa gerangan seseorang yang tengah aku tunggu.
"Mbak, jangan pulang! Umi marah besar! Semua pakaian mbak dibakar! Jilbab, baju gamis mbak. Semua pokoknya!"
Suara adikku bak angin pembawa kerisauan musim kemarau pada ragaku yang kerontang. Sedang jiwaku telah dikhianati pelita bahkan sebelum gulita. Aku kosong.
Pada saat itulah, saat kursi-kursi dan perancisan mulai dikemasi, muncullah wanita paruh baya dengan pakaian syar'i.
Tanpa mengindahkan apa baik siapa, aku berlari menuju wanita itu. Seseorang yang paling aku tunggu. Kado terbaikku. Ibuku!
"Nduk, Umi restui kamu menikah dengan Komang dan mengikuti agamanya," bisik Umi di telingaku.