Hari itu, langit sore menjadi sangat gelap akibat kepulan asap hitam pekat berasal dari kebakaran sebuah gudang milik seorang pedagang, orang-orang bergotong royong membawa air sebanyak-banyaknya untuk memadamkan si jago merah yang terus melahap setiap sendi bangunan, sang pemilik menangis histeris menerima fakta menyakitkan ini didepan matanya. Kebakaran ini bukan kejadian pertama kalinya dalam setahun, bahkan ini sudah yang ke sepuluh kalinya dalam setahun dan rata-rata yang terbakar adalah gudang milik saudagar yang sangat kaya raya. Seperti ada yang sengaja melakukan ini untuk mengambil alih dominasi pasar.
Terdengar aneh namun begitulah faktanya, ada seseorang dibalik semua ini. Seorang yang sangat ambisius dan egois, berusaha mengambil alih pasar dengan maksud yang mulia: menciptakan lapangan kerja seluas-luas nya kepada masyarakat miskin untuk bekerja di toko-toko miliknya, nama pria itu adalah Victor.
***
Lima belas tahun yang lalu adalah awal dia merintis toko miliknya, pada awalnya, tokonya fokus pada perabot rumah tangga, namun saat semakin besar usahanya tersebut toko-toko nya menjual berbagai macam hal seperti makanan, gandum, buah-buahan, emas, barang antik, arloji dan lainnya. Sungguh luar biasa perjalanan membangun bisnis nya tersebut. Orang-orang dulunya mengenal dia sebagai bocah miskin di pinggiran kota, tempat orang-orang miskin dan kumuh berasal. Pada awalnya dia diremehkan oleh banyak orang atas usaha nya untuk membangun bisnis nya ini, tapi dia tidak peduli, dia berusaha sekuat tenaga, menutup telinga dari setiap cacian dan hinaan, karakter ambisius dan egoisnya tersebut semakin terasah seiring berjalannya waktu. Dia mulai mempelajari hal-hal dasar tentang bisnis dan mulai membaca peluang pasar untuk keuntungan yang lebih besar.
Namun perjalanan tersebut tidaklah mudah, ketika usahanya sudah mulai merangkak menuju kesuksesan para pesaingnya mulai berlaku curang atas bisnisnya, dia kira persaingan pasar hanya lewat iklan poster di setiap sudut kota namun ternyata lebih dari itu. Para pesaingnya mulai memainkan fitnah dari mulut ke mulut, ada yang berlaku curang dengan menjebak bisnisnya, ada juga yang rela membeli banyak tikus untuk disebar di toko makanannya, barang-barang antik nya sering dirusak ketika tokonya tutup dan masih banyak lagi. Pada awalnya dia tidaklah terlalu ambil pusing dan tidak membalas, memanglah wataknya yang ambisius dan egois namun dia lebih suka bersaing lewat cara yang adil, namun ada saat dimana dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri peristiwa yang membuatnya menjadi tidak peduli dengan adil dan tidak adil, persetan dengan yang namanya halal dan haram.
Kejadian itu terjadi saat dia hendak pulang dari tokonya, namun pada hari itu dia ingin lewat jalan yang agak jauh yaitu jalan menuju pinggiran kota, tempat dulu dia tinggal, namun saat sampainya dijalan tersebut dia kaget, dia menyaksikan banyak orang yang kelaparan, banyak mayat-mayat tergeletak di depan rumah warga, dia menyaksikan betapa banyak nya anak yang kekurangan gizi. Dia menangis pada saat itu, "tuan boleh minta sedikit uang mu, saya kelaparan tuan ayah dan ibuku telah mati, perut ku sangat sakit tuan, tuan, tuan.." Seorang anak kecil kurus dengan tulangnya berbicara sambil menghampirinya. Viktor terdiam beberapa saat dan tersadar saat bocah itu mulai mendekatinya.
Malam harinya di rumah dia menceritakan hal tersebut pada istrinya sambil menangis tersedu-sedu, "memang dulu aku sangat miskin namun miskin ku dulu tidaklah separah itu sayangku, entah apa yang telah terjadi pada mereka, aku hanya membayangkan bila diriku lahir dimasa sekarang, aku pernah merasakan rasa lapar itu sayangku tapi..." sambil tersedu-sedu menjelaskannya, istrinya hanya memeluk dengan erat dan berusaha menenangkannya. Sepanjang malam itu dia tidak bisa tidur, kepalanya dihantui rasa bersalah karena tidak bisa membantu orang-orang miskin itu. Padahal dia sudah banyak sekali menerima orang miskin ditempat kerjanya, namun karena bisnisnya belum sangat besar jadi kuota lapangan kerja ditempatnya masihlah sangat terbatas.
Pada malam itu juga dia kembali ke pinggiran kota. Dia menanyakan pada seorang pemuda untuk menanyakan penyebab semua kesengsaraan ini dan mencari solusinya. Namun saat ditanya apakah pemuda itu bekerja dia menjawab, iya, Victor kaget dia kira mereka adalah orang-orang pengangguran, namun saat ditanya dia kerja dimana dia bilang "di pabrik sepatu milik tuan Thomas", Victor tambah kaget karena dia salah satu pesaingnya. Untuk beberapa saat dia terdiam. Lalu menanyakan lagi perihal gajinya, dan ternyata di sana letak kekejamannya. Tuan Thomas tidak menggaji mereka dengan layak. Mereka dipekerjakan dengan jam kerja yang tinggi dengan upah yang sering ditunda namun orang miskin ini tidak punya pilihan karena tidak ada kerjaan lain.
Saat pulang, dia mulai memikirkan caranya dari masalah ini, pada awalnya dia enggan melakukan ini namun apalah daya kesengsaraan orang-orang nya di ujung ambang kematian. Caranya adalah: mengikuti permainan licik pesaingnya lalu hancur kan mereka sampai ke akarnya. Dengan begitu semua pesaingnya akan habis dan keuntungan baginya semakin banyak, dengan uang itu dia bisa membangun cabang toko lain miliknya sekaligus menciptakan lapangan kerja yang luas untuk orang-orang miskin. Besok dan hari-hari berikutnya watak ambisi dan egoisnya semakin besar dan dia mulai bermain diluar aturan, semua bentuk kecurangan dan kelicikan dia lakukan. Dia mulai menyewa banyak preman, membakar toko-toko pesaingnya, memberi suap para pejabat korup dan polisi korup untuk setiap kelicikan nya, membakar semua gudang pesaingnya, memfitnah keluarga pesaingnya, pada intinya dia menghancurkan sehancur- hancurnya semua pesaingnya dan hanya menyisakan toko-toko kecil yang tidak terlalu berpengaruh di pasar dan dia tetap mengendalikan toko-toko kecil tersebut. Semua ini dilakukan atas dasar keprihatinannya pada orang-orang yang bekerja tanpa dibayar dengan pantas, dan ambisi serta egois untuk menjadi saudagar kaya raya yang mengendalikan dominasi pasar perdagangan. Pada akhirnya banyak orang miskin tadi bekerja pada nya. Dan semua kejadian kebakaran di kota ini ulahnya, pembunuhan, pencurian dan segala bentuk monopoli uang di pasar dalam kendalinya.
Namun seperti pepatah semakin terbuai orang dengan harta maka dia semakin dikendalikan oleh harta. Pada akhirnya dia menciptakan suatu norma budaya baru dimasyarakat yang dimasa mendatang, membuat masyarakat lebih sengsara karena sistem bisnis nya mulai dijalankan oleh banyak orang, makin banyak bisnis yang bersaing untuk menciptakan cabang sebanyak-banyaknya, mengumpulkan modal sebesar besarnya dengan pengeluaran seminim-minimnya. Yang pada awalnya dia berusaha menolong orang miskin ternyata cara dia berbisnis ini akhirnya membuat lebih banyak orang sengsara di kemudian hari.